TAHUN lalu ada berita dari pusat pengawasan bintang di Arizona:
untuk pertama kalinya tercatat bahwa suhu matahari turun. Bulan
lalu ada berita baru lagi di kalangan astronomi yang bersidang
di Wellesley, Massachussetts, Amerika Serikat. Yakni bahwa
matahari dalam proses mengecil.
Kesimpulan itu, meskipun masih merupakan hasil awal suatu
penelitian, dibentangkan oleh Dr. John Eddy, ahli dari Pusat
Astro-fisika Harvard-Smithsonia. Ia menyusun bukti-buktinya dari
hasil pengukuran pelbagai pusat pengawasan (observatorium)
dunia sejak abad ke-19. Sejak seabad lebih rupanya sang surya
menciut.
Eddy, bersama spesialis komputer Aram Boornaian, menganalisa
hasil pengukuran observatorium di Greenwich, Inggeris sejak 1836
sampai 1953. Ditemukan bahwa proses mengecil yang agak seragam
terjadi baik dalam garis tengah vertikal maupun garis tengah
horisontal matahari. Diperkirakan, proses itu kira-kira 13 Km
setiap tahun. Tapi jangan terlalu khawatir: garis tengah
matahari sungguh besar, yakni 1.384.000 Km.
Penemuan Eddy bagaimana pun mengejutkan. Salah satu dasar
astrofisika selama ini menganggap matahari merupakan bintang
besar yang tak berubah-ubah. Juga menjadi persoalan: meskipun
mengkeretnya sang surya hanyalah sepersepuluh persen setiap abad
tapi bila proses itu telah berlangsung sejak awal usia matahari
yang 4,6 milyar tahun, berarti kini seharusnya matahari sudah
habis. Berdasarkan ini seorang ahli matahari terkemuka, Dr.
Martin Schwarzschild dari Universitas Princeton, Amerika,
menduga bahwa ada siklus jangka panjang dalam matahari satu
jangka waktu ia mengecil, jangka waktu kemudian ia membesar.
"Abad Es Kecil"
Kesimpulan John Eddy bagaimana pun bakal punya pengaruh dalam
penelitian ilmu alam -- terutama terhadap dua masalah yang
selama ini menonjol. Yang pertama ialah tentang adanya perubahan
iklim di bumi. Misalnya "abad es kecil-kecilan" yang terjadi di
abad ke-17, mungkin dapat dihubungkan dengan perubahan kegiatan
matahari. Bila perubahan pada matahari dapat lebih diketahui,
pergantian iklim bumi pun kelak mungkin dapat diramalkan --
dalam jangka waktu puluhan atau ratusan tahun ke depan.
Masalah yang juga menonjol menyangkut teori tentang energi
matahari. Di tahun 1854 sarjana Jerman Herman von Helholtz
sebenarnya sudah mengemukakan teori bahwa panas yang terdapat
dalam inti sebuah bintang terbit karena proses kontraksi yang
berlangsung secara bertahap. Tapi kemudian para ahli menduga
bahwa dalam hal matahari, energi sepenuhnya berasal dari fusi
atom hidrogen menjadi helium.
Dengan hasil penelitian Eddy yang diumumkan bulan lalu itu para
ahli mungkin kini bisa memperbaiki teori mereka. Apalagi
beberapa tahun ini ada satu tanda tanya besar. Sejak 1964, para
ahli gagal untuk menemukan neutrinos matahari, yaitu hasil
sampingan dari proses fusi yang berlangsung di inti sang surya
itu. Padahal sifat neutrinos begitu rupa hingga ia dapat
terbuncang dari inti matahari dan masuk ke dalam tanah sekitar
kita dalam keadaan utuh.
Teka-teki selama 15 tahun itu menyebabkan setengah ahli
astro-fisika mulai menduga bahwa matahari mungkin sedang
"menutup" pembakaran nuklirnya. Tapi kini dengan hasil
penelitian John Eddy, para ahli harus mulai meninjau persoalan
kembali dari dasar. Mungkin pada masa matahari mengkeret, energi
matahari terutama berasal dari kontraksi itu. Dalam masa
membesar, yang lebih berperan ialah reaksi yang terjadi akibat
fusi hidrogen menjadi helium.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini