Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Setelah Satu Jam Tanpa Kontak

Peluncuran satelit palapa b-2 mengalami kegagalan, melenceng dari orbit. tidak mengganggu sistem komu nikasi. (ilt)

18 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR seratus ribu pengunjung mengelu-elukan keberangkatan pesawat ulang-alik Challenger dari Cape Canaveral, Florida, AS, Jumat pagi itu. "Penerbangan luar biasa," ujar Vance Devoe Brand, 52, bekas pilot marinir yang dipercaya memimpin Flight 41-B - tanda-panggilan (callsign) penerbangan Challenger kali ini. "Sebuah langkah baru di dunia perjalanan antariksa," kata Bruce McCandles II, petugas khusus dan awak pesawat. Sayangnya, mereka memang tidak berbicara tentang tiga kegagalan yang menyertai perjalanan Challenger. Misi utama Flight 41-B ialah gladi resik sebuah teater antariksa, ketika McCandless, bersama rekannya, Robert Stewart, meninggalkan Challenger dan berkeliaran sampai 90 meter di ruang angkasa tanpa kabel penghubung, pada hari kelima penerbangan. Di Pusat Antariksa Lyndon B. Johnson di Houston, Texas, ketegangan mulai merambat pada malam pertama penerbangan, ketika satelit Westar-6 yang dilepas untuk menempati orbit 35.000 km di atas bumi tak memancarkan sebersit pun sinyal. Kendati dikerahkan radar paling kuat milik Komando Pertahanan Udara Amerika Utara (NORAD), jejak Westar-6 tak jelas terlacak. Pada waktu itulah nasib Palapa B-2 mulai memasuki saat-saat kritis. Peluncuran, yang dijadwalkan sehari setelah Westar-6, ditunda untuk waktu yang belum pasti. Ada rencana memerintahkan awak Challenger mengangkut kembali Palapa B-2 ke Cape Canaveral. Namun, mcnurut juru bicara Hughes Aircraft Company (HAC), Emory Wilson, kepada TEMPO, "keputusan untuk meneruskan rencana pengorbitan Palapa B-2 dilakukan oleh pemerintah Indonesia, sebagai pemilik satelit." Keputusan itu diambil setelah dilakukan konsultasi dengan ahli-ahli HAC dan NASA. Nada optimistis dalam keterangan Harold M. Draughton, direktur penerbangan NASA, yang diberikan Sabtu malam, agaknya turut mendorong keputusan ini. Menurut Drauhton, "p-elepasan Palapa B-2 tidak ada masalah lagi." NASA bahkan menjamin, tidak bakal ada gangguan seperti yang dialami Westar-6. Kondisi satelit sebelum diluncurkan, "sehat dan memenuhi syarat yang ditetapkan," seperti yang diterangkan Menteri Parpostel, Achmad Tahir, pekan lalu. Tapi, Senin malam, ternyata "pisang berbuah dua kaii". Palapa B-2 sempat membesarkan hati Robert Stewart, spesialis misi Challenger yang ikut mengarahkan satelit. "Kami melihat roket mulai menyala . . . tampaknya semua berjalan lancar," serunya dalam nada gembira. Beberapa saat sebelumnya, Komandan Vance Brand dan Pilot Robert Gibson melayarkan Challenger sekitar 12 km dari tempat penyalaan. Namun, beberapa detik setelah roket menyala, Palapa B-2 tak muncul di layar radar. Angkatan udara AS, NASA, dan HAC berusaha sekuat tenaga membaca angkasa, tempat Palapa B-2 diluncurkan - tanpa hasil. Padahal, menurut kebiasaan dan perhitungan, satelit jenis ini sudah mulai membuka kontak paling lambat satu jam setelah penyalaan roket. Beberapa jam kemudian, NORAD melaporkan sebuah obyek dalam orbit yang berkisar di ketinggian antara 277 km dan 1.200 km. Beberapa menit kemudianm antena NORAD menjaring sinyal radio dari obyek tersebut. Tak syak lagi, itulah Palapa B-2. Di Stasiun Pengendali Utama (SPU) Cibinong, ketegangan mencapai puncaknya menjelang Selasa siang. Pada pukul 11.20, SPU itu berhasil melacak Palapa B-2 dan berusaha "mengunci" (lock in) satelit itu dengan mengirimkan isyarat-isyarat radio "Kami berkeringat menunggu roket satelit menyala setelah 45 menit dilepaskan dari Challenger," tutur Alexander Hutabarat, staf pengendali satelit di stasiun tadi. "Kita hanya bisa berdoa waktu itu," ucap Tanuwismasareh, rekan Alex. Ketika itu, Menteri Parpostel Achmad Tahir sedang dalam perjalanan dari Los Angeles ke Indonesia, tepat di atas Pasifik, sebelum melintasi Hawaii. "Saya pulang setelah memberikan greenlight pada hari Ahad pukul 17.00 waktu setempat, untuk tetap meluncurkan Palapa," ujar Achmad Tahir dalam wawancara khusus dengan TEMP0, Pekan lalu. Kepada pilot pesawat yang ditumpanginya, Menteri meminta tolong mendengarkan berita peluncuran itu. Setelah nasib Palapa B-2 jelas mengikuti Westar-6, "Saya hanya bisa pasrah kepada Tuhan Yang Mahakuasa," tutur Tahir. Sejarah Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) di Indonesia bermula dari sembilan tahun lalu, ketika kebutuhan di bidang komunikasi jarak jauh semakin meningkat. Semula, kebutuhan ini dilayani sistem terestrial, yang terdiri dari jaringan gelombang mikro, atau kabel koaksial. Jika sistem ini diteruskan, pembangunan jaringan telekomunikasi ke seluruh Nusantara bakal makan waktu lama. Terutama, karena sistem ini memerlukan stasiun penerus (relay station) setiap 50 km. Pilihan kepada SKSD didasarkan beberapa manfaat. Dalam mutu hubungan, SKSD memenuhi ketentuan komite konsultatif radio internasional (CCIR) dan komite konsultatif telegraf dan telepon internasional (CCIT). SKSD mampu menjangkau seluruh Indonesia, yang pada sistem terestrial harus menggabungan gelombang mikro, kabel, frekuensi sangat tinggi (VHF), dan sistem troposcatter. Nama "Palapa" dipilih dari sumpah Gajah Mada di depan Rani Tribuwanatunggadewi, 1334. Konon, mahapatih Majapahit itu berseru, "Lamun huwus kala Nusantara isun amuktipalapa...." Adapun maknanya, "jika telah berhasil mempersatukan Nusantara barulah aku akan beristirahat ...." Satelit Palapa dimaksudkan "memelihara persatuan Nusantara yang telah terwujud". Pada 15 Februari 1975, Perum Telekomunikasi dan Direktorat Jenderal Postel menandatangani kontrak dengan tiga pihak. HAC diserahi pembuatan dua satelit komunikasi pembangunan SPU Cibinong, lima stasiun utama untuk lintasan utama, dan empat stasiun diJawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Philco Overseas Services dan Federal Electric International (ITT) - keduanya juga perusahaan AS - diserahi pembangunan 13 stasiun utama, dan 17 stasiun lalu lintas tipis. Pada 25 April 1975, ditandatangani kontrak asuransi yang meliputi dua buah satelit berikut roket peluncurnya. Penandatanganan kontrak ini sempat mengundang heboh. Koran terkemuka AS The New York Times, melansir tuduhan bahwa ada kongkalikong dalam penandatanganan kontrak. Menurut koran itu - yang mengirimkan wartawan pemenang Hadiah Pulitzer, Seymour M. Hersh, ke Jakarta HAC menyogok pejabat penting Indonesia untuk memenangkan kontrak. Jumlah uang pelicin yang dituduhkan konon mencapai US$ 40 juta. Angka ini menjadi fantastis bila diingat bahwa biaya pembuatan dua satelit komunikasi berikut 40 stasiun bumi dan ongkos peluncuran pada waktu itu hanya US$ 178,7 juta. Presiden Soeharto meresmikan penggunaan SKSD Palapa pada 16 Agustus 1976. Negeri lain yang kemudian menyewa adalah Filipina, Malaysia, Muangthai, dan Singapura. Pada sidang badan tertinggi organisasi satelit internasional (Intelsat) di Manila, April 1979, Palapa generasi B dinyatakan tidak mengganggu sistem Intelsat secara teknis, dan tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Dengan kata lain, Intelsat mengesahkan penggunaan Palapa B sebagai satelit internasional. Tarif sewa Palapa US$ 693.000 per transponder/tahun, sedangkan sewa tiap unit US$ 500/tahun. Dengan kegagalan Palapa B-2, banyak pertanyaan muncul ke permukaan. Satelit itu, yang motor Perigee-nya dltembakkan pada ketinggian 277 km, ternyata hanya mencapai orbit 1.200 km. Padahal, ia harus mencapai orbit 35.880 km. Dari sini dilakukan penembakan motor Apogee, hingga satelit mencapai posisi geostasioner pada 113BT. Pertanyaan pokok setelah kegagalan adalah kerugian materi yang ditanggung Indonesia. Menurut Menteri Parpostel, Achmad Tahir, "kita hanya rugi waktu." Biaya pembuatan dan peluncuran Palapa B-2 Pengganti, yang dalam dua tahun mendatang diperkirakan naik, menurut Tahir, tak perlu dirisaukan. Asuransinya berdasarkan replacement value. "Pokoknya, all in," ujar Menteri. Mengenai untung-rugi "bisnis" Palapa selama ini, Tahir memang berbicara hati-hati. "Kita tidak bisa menyatakan Palapa itu un tung atau rugi," katanya."Soalnya, menyangkut suatu slstem. Tapi, yang Jelas, keseluruhan sistem itu menguntungkan." Menurut pernyataan PT Asuransi Jasa Indonesia (AJI), Senin lalu, Palapa B-2 diasuransikan US$ 75.394.000 sampai saat beroperasi, dan USS 500.000.000 untuk tanggung jawab terhadap pihak ketiga. Misalnya, bila satelit itu mendadak ambruk di sebuah ladang dan menimpa rumah penduduk. Untuk pertanggungan ini, pemilik satelit membayar premi US$ 4.203.215,50 terhadap satelit dan peluncuran, serta US$ 75.000 terhadap tanggung jawab kepadapihak ketiga. Sesuai dengan perjanjiab dalam polis, premi dilunasi sebulan sebelum satelit diluncurkan. Apakah kegagalan Palapa B-2 tak membuat PT AJI tekor? "Tentu saja tidak," sahut Amir Tmam Poero, S.E., kepala biro direksi perusahaan milik negara itu kepada TEMPO, pekan lalu. Sebab, AJI tidak berdiri sendiri. Ia ketua konsorsium yang terdiri dari 11 perusahaan asuransi naslonal, dengan reasuradur tunggal PT Reasuransi Umum Indonesia. Ini pun hanya berperan sedikit, karena, kata Amir, "lebih dari 90% direasuransikan ke luar negeri, terutama Amerika Serikat." Pihak luar negeri itu, konon, "terdiri dari sekitar 18 perusahaan." Begitu berita kegagalan Palapa B-2 diumumkan, PT AJI mengadakan pertemuan dengan Perumtel dan Departemen Parpostel sebagai tertanggung, dan PT Reasuransi Umum Indonesia sebagai reasuransi tunggal. Hubungan dengan para reasuradur di luar negeri juga dilakukan untuk mengumpulkan dana. Dengan kategori total loss, "ganti rugi dibayar maksimum, US$ 75.394.000," kata Amir. Ia tidak menolak kemungkinan harga satelit mengalami kenaikan melebihi jumlah maksimal itu. Di bidang komunikasi kegagalan satelit ini tampaknya tidak bakal mengganggu. "B-I belum penuh digunakan, sementara A-I dan A-2 masih berfungsi," ujar Tahir kepada Bambang Harymurti dan Yusroni dari TEMPO, Senin lalu. Cuma, "Ibarat ruangan, ya, kurang lapanglah." Apalagi, Presiden Soeharto sudah memerintahkan persiapan Palapa B-2 Pengganti, dengan tim yang dipimpin Dirjen Postel S. Abdulrahman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus