Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Studi DNA Ungkap Wabah Cacar Monyet Saat Ini Bukan dari Lompatan Virus Baru

Per Senin 6 Juni 2022, sebanyak lebih dari 900 orang di 27 negara terkonfirmasi positif cacar monyet. Penularan antar manusia telah terjadi tahunan.

7 Juni 2022 | 15.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Virus Monkeypox atau Cacar Monyet. newscientist.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hasil studi sekuensing DNA menunjukkan kemungkinan yang lebih kuat bahwa penyebaran cacar monyet (monkeypox) di dunia saat ini berasal dari penularan infeksi virusnya yang telah terjadi antar manusia selama bertahun-tahun. Wabah saat ini tak dipicu varian virusnya yang melompat dari hewan ke manusia (zoonotik) baru-baru ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami menduga sudah ada penularan dari manusia ke manusia yang tidak terdeteksi sejak setidaknya 2017," bunyi laporan awal dari hasil studi Áine O’Toole dan Andrew Rambaut dari University of Edinburgh, Inggris, yang dipublikasi pada 5 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dugaan itu bisa diterima Emma Hodcroft dari University of Bern, Swiss. Dasarnya, cacar monyet yang telah diketahui menyebar di beberapa negara Afrika dan sesekali terbukti bisa melompat ke manusia di wilayah setempat.

Hingga pada satu waktu di tahun ini, virus terbawa menyebar ke Eropa dan belahan dunia lainnya. Per Senin 6 Juni 2022, sebanyak lebih dari 900 orang di 27 negara telah terkonfirmasi positif cacar monyet. Sebanyak 200 lebih di antaranya berasal dari Inggris, kebanyakan adalah laki-laki yang pernah berhubungan seks dengan sesamanya.

Analisis genome sequencing yang telah dilaporkan menyebut virus cacar monyet bertanggung jawab untuk kasus-kasus tahun ini berkerabat dekat dengan yang pernah dideteksi dalam kelompok kecil kasus di Israel, Nigeria, Singapura dan juga Inggris antara 2017 dan 2019. Ada hingga 47 perubahan huruf DNA dalam virus yang sekarang dibandingkan dengan yang menyebar tiga sampai lima tahun lalu tersebut.

"Itu sejumlah besar yang tidak terduga karena cacar monyet diyakini berevolusi lambat, dengan sekitar satu mutasi per tahun," bunyi bagian lain laporan Áine O’Toole dan Andrew Rambaut.

Yang menonjol adalah 42 dari 47 mutasi virusnya itu hanya melibatkan huruf atau pasangan nukelotida DNA TT yang berubah menjadi TA, atau GA menjadi AA. Sementara diketahui ada kelompok enzim dalam tubuh manusia yang disebut APOBEC3 yang membantu bertahan melawan virus-virus melakukan mutasi dalam DNA-nya.

Menurut O’Toole dan Rambaut, jika editing APOBEC3 itu spesifik indikatif dari replikasi dalam manusia maka perubahan yang terjadi tersebut akan mengkonfirmasi seluruh varian virus cacar monyet yang sekarang mewakili kemunculan epidemik pada 2017 lalu.

Pada 3 Juni, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) di Amerika Serikat melaporkan kalau ada tiga sampel virus cacar monyet yang berbeda dari 10 yang menjalani sekuensing. Tapi ketiganya disebutkan masih terhubung ke virus 2017. Tiga sampel virus berasal dari mereka yang pernah melakukan perjalanan ke beberapa negara di Afrika dan Timur Tengah pada 2021 atau 2022.

Ketiga kasus bisa saja kejadian independen dari virus melompat dari hewan ke manusia. Namun demikian, karena mereka juga memiliki banyak mutasi seperti APOBEC3, penjelasan lainnya adalah cacar monyet telah menyebar cukup luas pada orang-orang di Afrika sejak 2017.

Yang mengejutkan, bukannya berevolusi untuk lebih mudah menyebar di antara manusia, virus-virus cacar monyet eksisting malah diduga kalah efektif daripada yang meyebar 2017, karena mereka mengakumulasi banyak mutasi yang kemungkinan berbahaya. "Mutasi-mutasi yang kita lihat dalam virus hari ini tentu bukan yang membunuh virus," kata Hodcroft. “Tapi mungkin saja tetap ada beberapa yang menghambatnya sedikit, yang menambahk ke beban mutasional."

Namun dia mengingatkan untuk tidak meyakini kalau cacar monyet tidak akan berevolusi untuk bisa menular lebih cepat, terutama jika kita memberikan mereka peluang untuk melakukannya. Menurut Hodcroft, ini seperti pemikiran beberapa ilmuwan sebelumnya bahwa virus corona SARS-CoV-2 tidak akan mampu berevolusi ke dalam varian berbeda.

Dan sementara kasus cacar monyet sejauh ini ringan, mungkin keliru menganggap virus cacar monyet mulai menginfeksi dari anak-anak atau orang yang menderita immunocompromised atau kondisi di mana sistem imunnya sengaja ditekan untuk pengobatan. "Saya kira tidak ada alasan untuk panik dan saya yakini ini sesuatu yang kita bisa mengendalikannya," kata Hodcroft. "Tapi ini sesuatu yang harus kita anggap serius."

NEW SCIENTIST

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus