Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tangki Presto Pengolah Sampah

Reaktor buatan dosen ITB dapat memproduksi pupuk cair dan bahan bakar briket dari plastik. Kandungan dan efek pupuk cair telah diuji di balai pertanian.

25 Februari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOSEN Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung, Pandji Prawisudha, merancang perangkat pengolahan sampah organik dan anorganik. Reaktor yang dikembangkan bersama para mahasiswanya itu digunakan untuk "memasak" sampah guna memproduksi cairan penyubur tanah. Adapun limbah anorganik, terutama plastik, didaur ulang menjadi bahan bakar briket.

Pandji merancang alat itu agar dapat mengolah limbah organik dan anorganik secara bergantian. Untuk memudahkan pengolahannya, sampah perlu dipilah di awal proses sebelum dimasak di dalam tangki baja. "Limbah kaca, logam, dan batu tidak bisa diolah," kata Pandji, Selasa pekan lalu.

Sistem pengolahan sampah itu menggunakan teknologi hidrotermal atau torefaksi basah. Torefaksi merupakan proses pembakaran dengan suhu tinggi di ruang tertutup. Namun perangkat itu berbeda dengan alat pembakar sampah atau insinerator. "Sampah direbus seperti di panci presto hingga hancur," Pandji menjelaskan.

Doktor lulusan Tokyo Institute of Technology, Jepang, itu mulai merancang produknya pada 2011. Kini, dia sudah membuat penghancur sampah dalam berbagai ukuran. Untuk skala rumah tangga, cukup menggunakan alat berkapasitas satu liter. Ada pula yang berskala lebih besar, yakni 50-500 liter.

Tangki baja dan pipa pengolah sampah itu tahan tekanan tinggi. Insulator logam dipasang mengelilingi tangki. Reaktor tersebut telah diuji coba di sejumlah lokasi di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat; Karanganyar dan Surakarta, Jawa Tengah; serta di dua perguruan tinggi negeri, yakni Universitas Gadjah Mada dan Universitas Sebelas Maret.

Sampah di dalam tangki lebur akibat kombinasi air, panas, dan tekanan tinggi di ruang tertutup. Sampah organik dimasukkan ke tangki bersama dengan air. Tangki kemudian dipanaskan hingga 200 derajat Celsius. Proses pemanasan bisa menggunakan listrik berdaya 800 watt atau elpiji selama 30 menit. Cairan rebusan langsung bisa dikemas di jeriken atau botol dan dipakai sebagai pupuk.

Berasal dari limbah organik, cairan itu mengandung unsur hara. Kotoran sapi tinggi kandungan fosfatnya, sisa sayuran kaya nitrogen, sedangkan tandan kosong kelapa sawit mengandung potasium dan kalium. Pandji menguji kandungan dan efek pupuk cair itu di Balai Pertanian Lembang, Kabupaten Bandung. "Sebelumnya, air rebusan tersebut dipakai ulang untuk memasak sampah lagi," tuturnya.

Residu padat sampah organik di tangki atau di saringan air dicampur dengan hasil olahan limbah anorganik menjadi briket. Limbah plastik dan material polivinil klorida (PVC) mengandung unsur klorin yang bisa memicu racun dioksin. Untuk memisahkannya, limbah anorganik direbus dalam tekanan tinggi hingga 30 bar. Hasilnya bisa diolah menjadi briket lembek berwarna hitam. "Plastik bisa menghasilkan kalor karena dari sisa minyak bumi," ucap Pandji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus