Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Warisan Sang Jenius Nyentrik

John Nash mengembangkan teori matematika yang mengubah dunia. Hidupnya merana didera skizofrenia.

1 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua penjahat tengah diinterogasi polisi. Mereka diperiksa di ruang berbeda dan tak tahu rencana masing-masing. Interogator menawarkan kesepakatan: bakal dibebaskan kalau mengaku dan memberikan kesaksian memberatkan penjahat lain yang bisa membuatnya dipenjara sepuluh tahun. Opsi lainnya: tutup mulut. Artinya, kendati tetap dipenjara, masa tahanannya cuma setahun. Terakhir: sama-sama mengaku dengan harapan mendapat keringanan hukuman menjadi delapan tahun. Jika Anda satu dari dua orang itu, keputusan apa yang akan diambil?

Ilustrasi di atas adalah "Dilema Para Tahanan", kisah strategi pengambilan keputusan berdasarkan model game theory yang dikembangkan ahli matematika John Forbes Nash pada 1950-an. Sekilas, aksi diam terlihat sebagai keputusan terbaik bagi kedua penjahat. Para penyelidik tak punya cukup bukti. Namun perhitungan matematika yang dikembangkan Nash menunjukkan kedua penjahat itu bakal mengakui kesalahannya.

Para penjahat itu memang tak tahu keputusan rekannya, tapi menghadapi pilihan yang sama. Jika mengaku, mereka bisa bebas atau justru dipenjara selama delapan tahun. Jika diam, bisa masuk penjara selama satu atau sepuluh tahun. Tanpa adanya komunikasi, memilih salah satu opsi bakal sangat sulit. Jadi mengaku adalah pilihan terbaik mereka dalam kondisi seperti itu. Diam saja malah bisa menghasilkan konsekuensi buruk lain berupa hukuman yang lebih lama, kecuali bila rekannya juga mengunci mulut rapat-rapat.

Nash mengembangkan model yang dibuat oleh John von Neumann, pakar matematika Amerika Serikat kelahiran Hungaria, tentang zero-sum game. Neumann menggambarkan bahwa dalam ekosistem selalu ada pihak yang menang dan kalah. Sedangkan Nash berusaha membuktikan, dalam situasi yang sulit, para pihak yang bertentangan bisa sama-sama untung. "Jika yang terlibat mau 'bekerja sama', hasilnya bisa lebih baik daripada memaksimalkan kepentingan masing-masing," tutur Hotasi Nababan, alumnus technology policy dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat, kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Model yang dikenal sebagai Ekuilibrium Nash, tesis doktor dengan tebal cuma 27 halaman, dibuat saat dia berusia 21 tahun. Karyanya segera menjadi rujukan studi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Menurut Hotasi, model Nash berdampak besar pada perkembangan dunia. Berkat karyanya, Nash akhirnya diganjar Hadiah Nobel Ekonomi pada 1994. Dia dikenal sebagai salah satu ahli matematika terhebat pada abad ke-20.

Dunia dikejutkan oleh kematian tragis Nash dalam kecelakaan mobil di New Jersey, Amerika Serikat, Sabtu dua pekan lalu. Bersama istrinya, Alicia, pria 86 tahun ini pulang dari bandar udara setelah menempuh penerbangan dari Norwegia. Di sana, Nash dianugerahi Hadiah Abel dari Norwegian Academy of Science and Letters, penghargaan tertinggi bagi ahli matematika.

Seperti ditulis Reuters pada Ahad lalu, taksi yang ditumpangi pasangan Nash menabrak pembatas jalan dan mobil lain di jalan tol New Jersey Turnpike. Sopir taksi dan pengemudi yang mobilnya ditabrak selamat, tapi Nash dan Alicia terlempar keluar dari bangku belakang—diduga karena tidak mengenakan sabuk pengaman. Keduanya meninggal di lokasi kejadian.

Game theory adalah model matematika untuk memprediksi keputusan yang diambil seseorang dalam hal apa saja, dari pacaran, belanja, sampai bisnis. "Nash tertarik pada interaksi manusia. Jika digambarkan dengan model matematika sangat rumit, variabelnya berkait-kaitan," kata Hotasi, yang pernah mempelajari model game theory dan aplikasi turunannya saat kuliah.

Dalam perhitungan Nash, menurut Hotasi, di tengah ketidakpastian dan ketidakteraturan akan selalu ada pola tertentu. "Manusia pada akhirnya selalu mengambil keputusan paling rasional dari begitu banyak kombinasi pilihan yang tersedia," kata mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines itu.

Kasus perang dingin Amerika Serikat-Uni Soviet adalah contoh lain strategi memilih keputusan rasional dalam situasi pelik. Perlombaan senjata nulklir terjadi, tapi perang itu tak pernah meletus. "Apakah itu karena mereka cinta damai? Tidak. Mereka sudah berhitung bahwa keputusan terbaik adalah tidak melakukan perang," kata Hotasi, yang tengah menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, akibat terjerat kasus korupsi penyewaan pesawat.

Strategi game theory sangat berguna dalam persaingan bisnis hingga negosiasi politik antarnegara. Aplikasi teori itu bahkan dipakai untuk memprediksi perdagangan saham dunia pada 1990-an. Teknologi komputasi ternyata sangat berpengaruh pada teori Nash. "Tanpa komputer, model teori Nash tidak akan berkembang," ujar Hotasi. Komputer membantu memperhitungkan simulasi prediksi hingga ribuan kali lebih banyak dan lebih cepat. "Diterapkan dalam jual-beli saham, para penjual berpikir tentang reaksi pesaingnya," kata Hotasi. "Teori Nash membuat banyak orang menjadi kaya."

Roger Myerson, ekonom University of Chicago, bahkan membandingkan keberhasilan teori matematika Nash sama besarnya dengan penemuan asam deoksiribonukleat rantai ganda di bidang biologi.

Meski sukses besar berkat game theory, Nash menjalani hidup dengan sederhana. Dia banyak memberikan uangnya untuk pendidikan dan pusat riset. "Orangnya nyentrik. Dia tak pernah mempersoalkan keuangan," kata Hotasi. Sylvia Nasar, penulis biografi Nash, A Beautiful Mind, menyebutkan kecerdasan Nash dan gaya eksentriknya sudah terlihat sejak kecil. Dia dikenal sebagai bocah prodigi. Nash banyak membaca, bermain catur, dan kerap bersiul melodi karya Johann Sebastian Bach yang kompleks. Dia bahkan melahap literatur matematika, yang membuat kemampuan berpikirnya semakin tajam.

Cerdas, tinggi, dan tampan membuat Nash populer. Tapi dia juga dikenal angkuh dan punya perilaku nyeleneh: berjalan cepat di selasar gedung, tiba-tiba pergi begitu saja di tengah pembicaraan dengan rekan-rekannya, atau bersiul terus-menerus. Nash juga dikenal sebagai orang yang memiliki ambisi besar.

Pola pikir Nash yang orisinal dan kemampuannya mencari solusi masalah pelik membuatnya disegani banyak orang. Surat rekomendasi yang dibawa Nash saat mendaftar ke program doktor bidang matematika di Princeton bahkan hanya berisi satu kalimat simpel: orang ini jenius.

Populer tak membuat kehidupan pribadi Nash mulus. Dia terlibat asmara dengan Eleanor Stier, perawat di Boston, hingga memiliki anak, John David Stier, pada 1953. Nash ternyata juga menjalin hubungan dengan beberapa pria. Ketika bekerja di RAND Corporation, pada musim panas 1954, Nash kepergok melakukan tindakan tidak senonoh. Banyak yang menjauhi Nash. Gara-gara hal itu, dua penghargaan matematika, Putnam Competition dan Fields Medal, batal diberikan.

Hidup Nash semakin merana setelah dirundung skizofrenia. Pada 1957, dia menikahi Alicia, mahasiswi yang menempuh studi fisika di MIT dan satu dari 16 wanita yang terdaftar di angkatan 1955. Perubahan kejiwaan Nash terjadi saat Alicia mengandung anak pertama mereka. Nash mengalami paranoia dan delusi sehingga harus dirawat di McLean Hospital, rumah sakit di pinggir Kota Boston.

Selama beberapa tahun, Nash berkeliaran di kampus Princeton, mencorat-coret formula yang tak dapat dipahami pada papan tulis yang sama ketika dia dulu membuat rumus teori matematika populernya. Dia tak pernah membuat publikasi ilmiah sejak 1958. Bagi sebagian besar orang di luar Princeton, Nash dianggap sudah lenyap.

Pada awal 1990-an, kondisi mental Nash pulih. Koleganya berhasil membuktikan kepada Komite Nobel bahwa Nash cukup waras untuk menerima penghargaan itu. Dua ekonom yang berbagi Nobel dengan Nash, John C. Harsanyi dari Universitas California di Berkeley dan Reinhard Selten dari Universitas Rheinische Friedrich-Wilhelms, Jerman, ikut mendukungnya. Merekalah yang membela Nash ketika banyak orang mempertanyakan kelayakan seseorang yang baru sembuh dari sakit mental serius menerima Hadiah Nobel.

Lika-liku kehidupan Nash diadaptasi dalam film A Beautiful Mind pada 2001, yang menyabet empat Piala Oscar. Russell Crowe, yang memerankan Nash dalam film itu, di akun Twitternya menyatakan terkejut dengan kabar kematian Nash dan Alicia. "Belasungkawaku untuk keluarga John dan Alicia. Hubungan mereka luar biasa. Orang-orang cerdas yang berhati baik."

Gabriel Wahyu Titiyoga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus