Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua tahun lalu, Star Wars: The Force Awakens muncul sebagai obat rindu. Dahaga setelah puasa Star Wars selama tiga dekade diguyur habis-habisan dengan kemunculan para pahlawan lama. Kita "menjerit-jerit" saat Putri Leia (tentu sudah jauh lebih tua) muncul, lalu Han Solo, lalu Luke Skywalker. Tokoh-tokoh baru yang diperkenalkan menjadi tak begitu penting karena sibuk bernostalgia. Kini Rian Johnson, yang mengambil tongkat estafet penyutradaraan dari J. J. Abrams, mengantarkan kita pada sebuah fase baru. Fase ketika generasi muda di jagat Star Wars menemukan kesempatan untuk bersinar.
Dalam The Last Jedi, instalasi kedua dari trilogi Star Wars era milenial, Johnson, yang juga menulis skenario, menginvestasikan banyak waktu untuk membangun karakter para tokoh muda. Johnson tampaknya tahu betul bahwa seri ini tak bisa terus-terusan mengandalkan pahlawan yang sudah beruban. Dengan apik, Johnson mengedepankan para anak muda yang ternyata tak kalah menarik dibanding tokoh kesayangan sebelumnya.
Generasi ini masih diwakili oleh tiga ujung tombak, yaitu Rey (Daisy Ridley), gadis jelata yang ternyata memiliki Force dalam dirinya; Finn (John Boyega), mantan Stormtrooper yang bertobat; dan pilot pasukan Resistance, Poe Dameron (Oscar Isaac). Tiga tokoh ini menghabiskan sebagian besar waktu terpisah karena masing-masing menjalani plot sendiri yang nantinya saling terjalin dalam satu plot utama. Apa lagi kalau bukan pertempuran akbar pasukan Resistance dengan komandan putri sekaligus jenderal Leia Organa (Carrie Fisher) dan rezim First Order yang makin perkasa di bawah pimpinan Snoke.
Rey ditugasi Leia mencari Luke Skywalker (Mark Hamill) di sebuah pulau terpencil untuk membujuknya kembali berjuang bersama Resistance. Rey memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu per-Jedi-an dari Luke. Sementara itu, di markas Resistance, Poe dan Finn mencari celah untuk melumpuhkan musuh dari dalam.
Tokoh muda yang boleh dibilang paling menarik diamati adalah Kylo Ren (Adam Driver). Dari film sebelumnya, kita hanya tahu Ren adalah murid Luke yang menyeberang ke sisi gelap karena tak bisa melawan darah sang kakek, Darth Vader, yang mengalir dalam tubuhnya. Di film ini, konflik psikologis dan motif Ren dikupas habis-habisan. Dalam beberapa momen yang penuh emosi, kita malah akan bersimpati kepadanya. Kylo Ren barangkali menjadi tokoh antagonis paling tak tertebak setelah Joker dalam seri Batman: The Dark Knight. Adam Driver pun menunjukkan kapasitas akting menawan hingga kita bahkan dapat menangkap luka dan kembimbangan Ren hanya dari sorot matanya.
Rivalitas Ren dan Rey, yang kemampuan tempurnya makin terasah, layak dinanti. Adegan pertempuran yang melibatkan dua orang itu dengan light saber yang menyala-nyala bolehlah disebut koreografi duel paling indah dan penuh kejutan sepanjang sejarah Star Wars.
Kemunculan tokoh baru Rose Tico (dengan peran cukup menonjol), yang diperankan Kelly Marie Tran yang berdarah Vietnam, kian menegaskan arah Star Wars menjadi lebih mutikultural. Rose bersama Finn menjalankan misi di sebuah kasino yang sayangnya terasa terlalu diulur-ulur dan tak sepenting plot lain yang sedang berlangsung pada saat bersamaan.
Bagaimanapun kuatnya tiap karakter, bagian terbaik dari film ini tetap ada pada kesolidan cerita dan elemen emosi yang diramu begitu dalam oleh Johnson. Selama dua setengah jam, The Last Jedi tak hanya menyuguhkan pertempuran hujan ledakan. Salah satu momen terdahsyat dalam pertempuran justru dibuat tanpa suara menggelegar. Hening, tapi luar biasa mengejutkan.
Ada banyak momen personal menyentuh yang menyiratkan bahwa tujuan perang tak mesti kemenangan gilang-gemilang atau seperti kata Rose Tico, "Bukan menghancurkan lawan, melainkan menyelamatkan orang yang dicintai." Ada banyak pula situasi tanpa harapan yang disuguhkan dan membuat kita berulang kali kehilangan napas dan tertekan karena kiranya para pahlawan tak akan punya kesempatan.
Kepiawaian Johnson lainnya, meski memberi lampu sorot pada generasi muda, misalnya ia tetap menyediakan tempat terhormat bagi Luke dan Leia. Luke mungkin telah jadi kakek ambekan yang ogah meninggalkan gubuk di pulau terpencilnya. Tapi kita tetap dapat menemukan kekuatan, humor, dan ketergesaan Luke muda yang dulu telah membuat kita jatuh cinta.
Pilihan Johnson dalam menampilkan sosok Leia juga istimewa. Kita tahu Carrie Fisher meninggal pada akhir tahun lalu setelah menyelesaikan pengambilan gambar untuk film ini. Kepergian Fisher tak lantas menjadikan sosok Leia ditampilkan dengan melankolis atau dibuatkan sesi khusus yang sedih-sedih untuk perpisahan (ingat Paul Walker dalam Furious 7). Malahan Leia muncul dalam sosok terbaiknya yang penuh keanggunan, bijaksana, dan tangguh hingga akhir. Dan berkat pilihan tersebut, kita akan selalu mengenang sang putri yang telah menyinari galaksi Star Wars selama 40 tahun itu dalam sosok terbaiknya.
Akhir film dibiarkan begitu terbuka dan kita bisa menantikan banyak sekali kemungkinan cerita baru di Star Wars IX. Meski sekuel ini berjudul The Last Jedi, harapan masih ada di depan. Tentu selanjutnya dengan generasi muda yang akan sama kita cintai seperti Leia dan Luke.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo