Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rindu Reuni Koalisi DKI

Gerindra dan PKS berambisi mengulang sukses koalisi dalam pemilihan Gubernur Jakarta di Jawa Barat. Koalisi-koalisi sementara masih cair.

17 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rindu Reuni Koalisi DKI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN Partai Gerindra tak lagi mendukung Deddy Mizwar sebagai calon Gubernur Jawa Barat mengingatkan aktor pemeran Nagabonar ini pada peristiwa Agustus lalu. Kala itu, Wakil Gubernur Jawa Barat ini bertamu ke rumah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor.

Topik pembicaraan mereka salah satunya seputar koalisi politik pemilihan presiden 2019. Deddy tiba-tiba mengusulkan Prabowo menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo. Tentu saja para politikus Gerindra terperenyak mendengar usul nyeleneh ini. Prabowo adalah rival terkuat Jokowi dalam pemilihan presiden 2014 dan menyaingi popularitas Jokowi di banyak survei.

Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Habiburokhman, yang mengetahui isi pertemuan itu, mengatakan Prabowo tak tersinggung oleh ucapan Deddy. Para kader Gerindra-lah yang menilai saran Deddy terlalu mentah. "Level Pak Prabowo itu calon presiden, bukan calon wakil presiden," tutur Habiburokhman, pekan lalu.

Peristiwa itu tak urung berimbas ke daerah. Para politikus Gerindra Jawa Barat memutuskan mencabut dukungan buat Deddy. Ketika ditanyai ulang soal peristiwa Hambalang itu, Deddy tak ambil pusing jika Prabowo dan kader-kadernya dongkol. "Biarkan saja, memangnya urusan saya?" ujarnya. "Jangan baper (bawa perasaan)-lah."

Ketua Gerindra Jawa Barat Mulyadi membantah kabar bahwa keputusan menganulir dukungan kepada Deddy disebabkan oleh insiden di rumah Prabowo. Aturan di partai, kata dia, mewajibkan kandidat menjadi kader partai, sementara Deddy tak kunjung mendaftar sebagai anggota Gerindra. "Saya cuma menjalankan parameter Partai Gerindra bahwa calon kepala daerah harus seorang kader," ujar Mulyadi.

Deddy menyebutkan Partai Gerindra tak pernah mengajak diskusi tentang pencabutan dukungan. Bahkan Mulyadi dan Deddy sempat terlibat perang kata-kata di media sosial setelah perpisahan itu. Mereka pun tak berjumpa kala Deddy berkunjung ke kantor partai itu, di Jalan PH Hasan Mustopa, Bandung, pada 23 Oktober 2017. "Tanya saja sama orangnya. Masak, saya memaksa jadi anggota, sementara mereka mencabut dukungan?" kata Deddy.

Prabowo dikabarkan tak menyangka Mulyadi mencabut dukungan tanpa berkonsultasi dengannya. Tiga hari setelah penarikan dukungan, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menelepon Mulyadi dan mencecarnya menanyakan alasan keputusannya. "Pak Prabowo akhirnya bisa memahami penjelasan saya," ujar Mulyadi.

Ditinggalkan Gerindra, Deddy sempat kelimpungan mencari kursi tambahan dukungan. Jumlah suara Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional, yang sudah mendeklarasikan dukungan kepadanya, hanya 16 kursi, kurang 4 kursi dari yang disyaratkan Undang-Undang Pemilihan Umum.

Setelah bergerilya ke sana-kemari, Partai Demokrat membuka pintu memberikan dukungan. Partai ini punya 12 kursi di Jawa Barat. Demokrat sedang mencari kandidat untuk ditawarkan ke partai lain dalam berkoalisi. Dari survei internal partai itu, ada tiga nama dengan elektabilitas tertinggi: Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

Hanya Dede yang terdaftar sebagai anggota partai. Ridwan profesional yang didukung PKS sebagai wali kota, sementara Dedi adalah Ketua Partai Golkar Jawa Barat. Dede Yusuf mengakui partainya hendak mengampu namanya sebagai calon gubernur. Dede berpengalaman sebagai wakil gubernur mendampingi Ahmad Heryawan pada periode pertama, 2008-2013. Pada periode kedua, keduanya menjadi rival dan Dede kalah.

Para petinggi Partai Demokrat, kata Dede, memberi pilihan apakah dia bersedia maju menjadi calon gubernur dan mundur sebagai anggota parlemen atau berfokus pada tugas sebagai Ketua Komisi Kesehatan. "Setelah menimbang masukan dari keluarga, saya berfokus di DPR," Dede berujar.

Keputusan Dede ini membuat Demokrat tak lagi punya calon. Partai ini lalu bergabung bersama PAN dan PKS mendukung Deddy Mizwar. Deddy langsung mendapat kartu tanda anggota Partai Demokrat pada 16 November lalu. "Saya mengajukan diri menjadi anggota, tak diminta," kata Deddy.

Deddy mengaku salah satu dari 99 tokoh pendiri Partai Demokrat pada 2001-meski namanya tak tercatat dalam sejarah resmi Demokrat di situsnya. Deddy beralasan, setelah ikut mendirikan, ia tak masuk partai karena tak diwajibkan. Ia menilai kali ini saat yang tepat kembali ke Demokrat menjadi anggota resmi. "Lebih nyaman masuk partai yang saya dirikan sendiri," ujarnya.

Deddy kini cukup punya suara untuk maju menjadi calon gubernur yang harus mendaftarkan diri pada 8 Januari tahun depan. Gerindra, sementara itu, agaknya sudah melupakan Deddy karena mendeklarasikan Mayor Jenderal Purnawirawan Sudrajat sebagai calon Gubernur Jawa Barat. Sudrajat adalah Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia pada 1999-2000. Pada 2005-2009, ia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Cina.

Kehadiran Sudrajat menambah calon gubernur yang akan bertarung tahun depan. Selain Deddy dan Sudrajat, ada Ridwan Kamil, yang didukung Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, serta Partai Kebangkitan Bangsa dan telah dipasangkan dengan Daniel Muttaqien dari Golkar.

Agaknya, posisi Daniel sedikit goyah setelah Setya Novanto masuk penjara karena didakwa terlibat korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Daniel adalah calon yang didukung Setya. Setelah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menggantikan Setya sebagai Ketua Umum Golkar, ia akan meninjau ulang pencalonan di Jawa Barat. Kartu Dedi Mulyadi yang meredup karena Golkar mendukung Daniel terang kembali.

Dalam pertemuan dengan pemimpin media membahas "Catatan Akhir Tahun Perindustrian 2017", Airlangga menyebut Dedi dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. "Pak Dedi tidak cocok menjadi gubernur, tapi pas banget," kata Airlangga sambil tertawa. Menurut dia, keputusan tentang siapa yang akan diusung Golkar akan dibahas dalam musyawarah luar biasa pada 18 Desember 2017.

Jika Dedi Mulyadi jadi diusung Golkar, ada kemungkinan ia dipasangkan dengan Deddy Mizwar. Soalnya, deklarasi Gerindra membuat PKS berpikir ulang membentuk koalisi seperti ketika memenangkan Anies Baswedan di Jakarta. "Ada suara agar PKS bersama Gerindra lagi, tapi kami sejauh ini masih mendukung Deddy-Syaikhu," ujar Nur Supriyanto, Ketua PKS Jawa Barat.

Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Majelis Syura PKS, mengajak diskusi pengurus pusat partai dan pembicaraan mengerucut pada koalisi PKS-Gerindra. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Abdul Hakim mengatakan topik diskusi itu belum sampai ke organ politik partai. "Belum dibahas di tim pemenangan pemilu," ujar Abdul.

Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan kader di daerah menghendaki partainya melakukan reuni dengan Gerindra dan PKS seperti yang terjadi dalam pemilihan Gubernur Jakarta. "Sentimen Aksi 212 dan Pilkada DKI memberi pengaruh nyata dalam koalisi," ujar Eddy. "Terutama di lumbung suara konservatif." PAN bergabung mendukung Anies di putaran kedua pemilihan kepala daerah DKI.

Raymundus Rikang, Adam Prireza, Ahmad Fikri (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus