Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Pembredelan Pameran Seni Yos Suprapto, Pegiat Seni: Apa Artinya Demokrasi, Jika Seniman Direpresi?

Pembredelan terhadap pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional mengundang polemik. Terungkap, siapa yang minta penundaan pameran itu.

23 Desember 2024 | 19.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Kamis malam, 19 Desember 2024, Galeri Nasional Indonesia (GNI) membatalkan pameran tunggal perupa senior Yogyakarta, Yos Suprapto, bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan. Padahal, sudah banyak orang datang untuk melihat karya Yos yang rencananya akan berlangsung pada 20 Desember 2024-19 Januari 2025.

Menurut Yos Suprapto, pembatalan tersebut karena kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima dari 30 lukisannya diturunkan, tetapi ia menolak. Lima lukisan itu berhubungan dengan salah satu tokoh di Indonesia. Menurut Yos, jika lima lukisan itu diturunkan, maka ia akan membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisannya ke Yogyakarta. 

“Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam pernyataannya.

Sementara itu, Suwarno telah mengundurkan diri sebagai kurator pameran itu karena lima lukisan tersebut. Menurutnya, ada dua karya yang menggambarkan opini seniman tentang praktik kekuasaan. Ia menyampaikan kepada Yos bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang kuat dan bagus dari tema.

Namun, Yos berkeras memamerkan dua karya tersebut. Perbedaan pendapat terjadi selama proses kurasi sejak Oktober sampai menjelang hari pembukaan. Akhirnya, Suwarno mengundurkan diri sebagai kurator karena tidak mencapai kesepakatan. 

Pembredelan terhadap pameran Yos Suprapto ini turut ditanggapi oleh salah satu pegiat seni asal Yogyakarta, Wafinatra. Ia menilai bahwa pembredelan ini merupakan masalah yang kompleks.

“Polemik ini mungkin memiliki kompleksitas tersendiri, ada yang menyalahkan Pak Suwarno sebagai kurator, ada yang menyalahkan GNI dan Kementerian Kebudayaan, bahkan ada yang menyalahkan Pak Yos,” kata Wafinatra kepada Tempo.co, pada Senin, 23 Desember 2024.

Meskipun kompleks, Wafinatra menyampaikan fakta bahwa Kementerian Kebudayaan, Galeri Nasional, dan kurator gagal mewujudkan kebebasan berekspresi. Ia juga mengungkapkan, pembredelan pameran Yos menunjukkan situasi yang tidak baik-baik.

“Bagaimanapun itu, entah dilatarbelakangi kelalaian tata kelola atau kepengecutan politik, faktanya adalah bahwa Kementerian Kebudayaan dan GNI beserta kuratornya gagal mewujudkan kebebasan berekspresi, titik. Dan, ini bukan situasi yang baik-baik saja,” ujarnya .

Lebih lanjut, Wafinatra menilai, pembredelan tersebut merupakan pembatasan terhadap hak asasi manusia (HAM). Sebab, pemerintah secara sepihak menyensor lukisan karya Yos yang akan dipamerkan. 

“Pembatasan HAM pastinya. Meskipun memang seniman tidak bisa seenak jidat sendiri, tetapi penurunan dan penyensoran sepihak dari Pak Suwarno dan perintah penundaan mendadak dari Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, tidak bisa dibenarkan, bukan gitu caranya,” kata Wafinatra.

Wafinatra mengatakan, gaya seniman Yos yang mengkritik isu-isu sosial sekitar adalah sah dilakukan di negara demokrasi. Namun, negara ini tidak lagi menerapkan demokrasi karena seniman mendapatkan represi. 

“Apa artinya demokrasi kalau seniman aja direpresi?” ujarnya.

Wafinatra menegaskan, penundaan pameran Yos Suprapto tidak bisa dibenarkan. Sebab, pameran yang sudah direncanakan sejak 2023 juga sempat ditunda akibat acara Basoeki Abdullah Art Award. Wafinatra menyampaikan bahwa Menteri Kebudayaan, Fadli zon, dan Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha harus menangani pembredelan ini. 

Sebelumnya, Fadli Zon pun memberi tanggapan. "Tidak ada pembungkaman, tidak ada beredel. Kami ini mendukung kebebasan berekspresi," kata Fadli kepada wartawan di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat malam, 20 Desember 2024.

Politisi Partai Gerindra ini mengklaim bahwa pemberhentian pameran terjadi setelah ada lukisan Yos Suprapto yang ia sebut melenceng dari tema. Sebelum dibatalkan, Yos akan memamerkan lukisannya bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadli mengatakan menerima kabar lukisan yang akan dipamerkan sebelumnya dipasang oleh Yos Suprapto, dan bukan dipajang oleh kurator. Bahkan Fadli menyebut beberapa lukisan seniman itu dinilai tidak sesuai tema, dan memuat unsur politik. "Bahkan mungkin makian terhadap seseorang," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain tudingan ada lukisan bernuansa makian, Fadli menyebutkan lukisan Yos menggambarkan obyek telanjang. Dia menyebut lukisan telanjang itu tidak pantas. "Kemudian ada yang telanjang. Sedang bersetubuh. Itu tidak pantas," katanya.

Ikhsan Reliubun dan Iwan Kurniawan turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: Lima Temuan LBH Jakarta Terhadap Pembredelan Pameran Tunggal Yos Suprapto

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus