Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Feast dan The Panturas tampil dengan apik sebagai penutup rangkaian konser virtual Soundstream episode 3 pada Sabtu malam, 29 Agustus 2020. Selain membawakan lagu-lagu andalan, .Feast dan The Panturas juga menceritakan kisah penciptaan album yang belum banyak diketahui.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Soundstream episode ketiga ini saya harap tidak hanya sekadar menghibur. Tapi juga mendekatkan para pendengar dengan band idola. Cerita yang mereka bagikan dalam tayangan ini belum banyak diketahui sebelumnya. Selain itu, cara penyajian yang kami pilih semoga membuat cerita mereka makin menarik untuk disimak,” kata Kukuh Rizal Arfianto sebagai Creative Director dalam siaran pers pada Sabtu, 29 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya sekedar panggung musik yang disiarkan secara virtual, Soundstream mencoba untuk mengeksplorasi beberapa konsep panggung agar dapat dinikmati secara virtual dengan maksimal. “Agak sulit untuk menampilkan narasi panjang dalam sebuah pertunjukan live karena situasi yang kurang kondusif. Namun, tayangan virtual memungkinkan hal itu,” kata Kukuh.
Dimulai pukul 21.00 WIB, .Feast membuka dengan sebuah narasi panjang tentang kisah pembuatan album Membangun dan Menghancurkan. Vokalis .Feast, Baskara Putra mengatakan bahwa ide pembuatan album ini sudah sejak 2018 dan perlahan terlihat wujudnya sejak lagu Dalam Hitungan mereka luncurkan pada Juni 2019. “Album ini adalah sebuah proyek berkepanjangan. Sulit untuk bilang ‘selesai’ dalam pembuatannya,” kata Baskara.
Penampilan The Panturas di Soundstream episode 3 pada Sabtu, 29 Agustus 2020. Foto: Soundstream
Ia juga menjelaskan bahwa album ini mampu menggambarkan kondisi sehari-hari di era internet yang serba biner atau hitam putih. “Kalau lo nggak setuju sama gue, lo musuh gue. Kalo lo setuju sama gue, udah pasti lo sama kayak gue. Nggak ada tengah-tengahnya,” ungkap pria berusia 26 tahun itu. Konsep dualisme ini juga berusaha disampaikan oleh .Feast melalui visual yang serba hitam putih.
Feast juga membawakan semua lagu yang telah mereka luncurkan dari album ketiganya itu, seperti Di Padang Lumpuh, Tarian Penghancur Raya ft. Natasha Udu, Dalam Hitungan ft. Rian Ekky Pradipta atau Rian D'Masiv, dan Luar Jaringan ft. Iga Massardi.
Ketika penampilan The Panturas, layar berubah menampilkan warna-warna cerah. Sama seperti .Feast, Abyan Nabilio sebagai vokalis dan gitaris membuka penampilan The Panturas dengan sebuah narasi tentang album Mabuk Laut. The Panturas mengakui bahwa proses pembuatan album yang menjadi kumpulan karya mereka sejak awal terbentuk ini tidak menemui banyak hambatan. “Jadi tau-tau beres aja gitu. Band hoki (beruntung) Panturas mah,” kata Abyan saat menggambarkan tantangan yang mereka hadapi.
The Panturas yang berasal dari band kampus mengakui bahwa ada banyak orang yang berjasa dalam album Mabuk Laut. Salah satunya adalah Jafar ‘Japs’ Shadiq dari Indische Party yang merekomendasikan The Panturas ke label sejak kedua band ini sempat tampil sepanggung.
The Panturas membawakan beberapa lagu seperti, Gurita Kota, Pergi Tanpa Pesan, Arabian Playboy ft. Oscar Lolang, dan Sunshine. Di akhir penampilan, keduanya berkolaborasi menyanyikan lagu Gelora yang sangat jarang mereka bawakan secara live. Gelora sengaja diciptakan dan dirilis pada saat perhelatan Southeast Asian Games (SEA Games) 2019 di Manila untuk meningkatkan semangat di dalam stadion.
“Tiga episode dengan tiga konsep yang berbeda telah berhasil kami tayangkan. Bagi saya, Soundstream seakan menjadi bukti akan geliat musik Indonesia yang tak pernah padam. Saya harap, Soundstream benar-benar bisa menghibur akhir pekan para penikmat musik di mana pun mereka berada,” kata Kukuh.
MARVELA