Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - UNESCO telah resmi menetapkan kesenian Reog Ponorogo dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda (WBtb). Reog Ponorogo masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda (WBTb) ke-14 dari Indonesia dalam kategori In Need Urgent of Safeguarding.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persetujuan UNESCO ini disampaikan dalam sesi sidang ke-19 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay, Selasa, 3 Desember 2024. Hal ini juga ditulis dalam laman Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO yang menyatakan Pertunjukan Reog Ponorogo ditetapkan dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Memerlukan Perlindungan Mendesak pada 2024.
Pidato Fadli Zon Soal Reog Ponorogo
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa inskripsi Reog Ponorogo sebagai Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO menjadi momen penting bagi Indonesia dalam upaya pelestarian seni budaya tradisional yang berakar kuat pada nilai-nilai lokal dan semangat gotong royong. Ia menilai masuknya Reog Ponorogo sebagai sebuah representasi kekayaan warisan budaya Indonesia yang memadukan keberanian, solidaritas dan keindahan tradisi lokal dalam daftar WBTb UNESCO sebagai sebuah kebanggaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sekaligus pengingat tanggung jawab kolektif untuk menjaga dan mewariskan kepada generasi mendatang,” ujar Fadli dalam pesan virtual yang disampaikan di hadapan anggota komite dan delegasi Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage ke-19 di Paraguay.
Penjelasan ICH UNESCO Soal Reog Ponorogo
Di laman ICH UNESCO dituliskan, di Indonesia, seni pertunjukan Reog Ponorogo adalah tari teater berusia berabad-abad yang secara tradisional ditampilkan dalam berbagai kesempatan. Tarian ini misalnya tampil dalam upacara penolakan bencana, acara bersih desa, pernikahan, hari besar Islam dan nasional, khitanan, upacara syukuran, pesta rakyat, dan saat menyambut tamu. Penari berpakaian seperti raja, panglima perang, ksatria, dan prajurit berkuda untuk menceritakan kisah Kerajaan Bantarangin dan rajanya.
Reog bercirikan Dadak Merak, topeng besar menyerupai kepala harimau dengan burung merak bertengger di atasnya. Bagi masyarakat Ponorogo, itu adalah sumber kebanggaan dan perwujudan nilai-nilai budaya. Namun, pertunjukan semakin berkurang lantaran semakin banyaknya preferensi untuk pertunjukan musik modern, yang dianggap lebih praktis dan lebih murah.
Berbagai komunitas masyarakat dan pemerintah telah mengupayakan untuk melestarikan kesenian Reog Ponorogo, termasuk mewariskan melalui pendidikan forma, informal dan nonformal. Namun proses ini belum berjalan sesuai harapan karena makin sulitnya menemukan maestro Reog.
Reog Ponorogo, seni pertunjukan yang berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mencerminkan harmoni antara tari, musik, dan mitologi. Seni ini menggambarkan keberanian, solidaritas, dan dedikasi yang telah menjadi identitas masyarakat Ponorogo selama berabad-abad. Reog juga merupakan simbol dari gotong royong, yang tercermin dalam proses kreatifnya, mulai dari pembuatan topeng hingga kolaborasi antara seniman, pengrajin, dan komunitas lokal.
Tantangan Pelestarian Seni Tradisional
Menteri Fadli Zon menyoroti tantangan pelestarian seni tradisional di era modern. Ia menegaskan bahwa inskripsi ini merupakan pengakuan internasional atas kekayaan budaya Indonesia sekaligus seruan untuk melestarikannya di tengah tantangan globalisasi dan modernisasi.
“Reog Ponorogo jangan sampai punah, dan harus dihidupkan kembali ekosistemnya,” ujarnya. Ia juga menegaskan komitmennya untuk melestarikan kesenian Reog Ponorogo ini sebagai bagian dari amanat UU Pemajuan Kebudayaan. Fadli Zon juga mengajak mengajak generasi muda untuk terus mengenal, mencintai, dan melestarikan Reog Ponorogo agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan dapat diwariskan ke generasi berikutnya.