Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELUM berangkat, Pram bersedia menerima Mustafa Ismail, Arif Zulkifli, Hermien Y. Kleden, Mardiyah Chamim, dan fotografer Robin Ong dari TEMPO hingga beberapa kali. Sembari mengenakan kaus putih dan kain sarung, Pram, ketika menjawab pertanyaan TEMPO, sesekali suaranya meninggi dan keras tatkala menjawab pertanyaan agak sensitif. Lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 sebagai anak sulung dari sembilan bersaudara, Pram mengaku ayahnya seorang nasionalis yang pernah dipenjara Belanda. Sejak SD, "Saya banyak membaca karena orang tua saya mempunyai perpustakaan yang cukup besar untuk ukuran kota kecil," tutur Pram. Pram mulai membaca koran dalam bahasa Belanda, Melayu, dan Jawa sejak usia delapan tahun, sehingga ketertarikannya pada sejarah dan politik tampaknya dimulai pada usia yang sangat dini. Pendidikan formalnya hanya berakhir hingga SMP, tetapi minatnya untuk mendalami ilmu pengetahuan dan politik tetap intens.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo