Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Abstrak Menjelang Ajal

2 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lukisan abstrak berukuran 2 x 1 meter itu dipajang di dinding bagian tengah atas auditorium di lantai dua Cemara 6 Galeri-Museum, Menteng, Jakarta Pusat. Lukisan yang didominasi warna hitam dan merah dengan latar putih itu berjudul Padang Pasir & Darah. Lukisan tersebut seakan-akan ditempatkan di bagian paling strategis dan sentral di galeri itu.

"Itu lukisan Basoeki Abdullah," kata Toeti Heraty Noerhadi, 82 tahun, pemilik Galeri Cemara. Siapa pun tak menyangka bahwa itu lukisan Basoeki. Jarang diketahui, di akhir hayatnya, Basoeki membuat karya abstrak. "Lukisan itu hadiah Maya dan Saraswati, yang datang mengunjungi galeri ini pada 1993," kata profesor filsafat itu.

Maya atau lengkapnya Maria Michel adalah perempuan Belanda yang menjadi istri kedua Basoeki. Ia penyanyi seriosa. Adapun Saraswati adalah anak Basoeki dari istri pertamanya, Josephine, yang juga wanita Belanda. Menurut Toeti, sepertinya Maya ingin menitipkan lukisan-lukisan miliknya di Cemara Galeri. Sayang, itu tidak pernah terjadi. "Dua bulan lagi saya berencana ke Den Haag dan akan bertemu dengan dia. Semoga dia masih sehat," ujarnya. Toeti baru saja mendapat informasi bahwa Maya kini tinggal di semacam panti jompo, sementara Saraswati sudah meninggal.

Toeti mengaku heran mengapa Basoeki tiba-tiba melukis abstrak. "Kondisi apa yang menyebabkan dia melukis abstrak, apakah itu dianggap yang paling mudah karena usianya sudah 78 tahun atau karena ketiadaan model?" Yang membuat Toeti lebih penasaran adalah mengapa Basoeki memberi judul lukisan abstrak itu Padang Pasir & Darah. Kemudian Basoeki meninggal pada 5 November 1993 akibat tindak kekerasan. "Agak aneh juga kalau lukisan terakhir itu berjudul Padang Pasir & Darah. Apakah Basoeki ada firasat sehingga secara tidak sadar dia melukis sesuatu yang mengerikan?" ujar Toeti, yang menganggap Basoeki sebagai pelukis penting bagi keluarganya karena pernah melukis ibunya, R.A. Oetari Rooseno, pada 1938.

Tapi, setahu Cicilia Sidhawati, anak Basoeki dari istri keempat, Nataya Nareerat, mengapa ayahnya mencoba melukis aliran abstrak itu karena tertantang pertanyaan Ciputra. "Pak Bas, kenapa enggak coba sekali-sekali bikin gebrakan, melukis lukisan lain?" kata Ciputra seperti ditirukan Cicilia. "Maka Daddy waktu itu berpikir membuat sebuah pameran yang mengejutkan. Sebuah pameran yang menampilkan beberapa lukisan abstraknya." Pameran itu berlangsung di Gedung Niaga Tower pada 18-24 Oktober 1993, kurang dari dua pekan sebelum kematian Basoeki. "Pameran itu dibikin Pak Robby Johan, Direktur Bank Niaga," kata Cicilia. Menurut Cicilia, ada 10-12 lukisan abstrak kontemporer ayahnya yang digelar.

Pameran itu ternyata sepi pengunjung. Basoeki tampak kecewa bahwa pamerannya kurang mendapat publikasi media. Basoeki kemudian sampai harus meminta salah satu surat kabar nasional di Jakarta secara khusus mewawancarainya dan mengulas pamerannya. Cicilia sendiri tak tahu apakah lukisan-lukisan abstrak itu kemudian laku atau tidak. Yang jelas, selain Toeti, Museum Basoeki Abdullah memiliki empat koleksi lukisan abstrak Basoeki. "Lukisan itu berjudul Air, Bencana, Lukisan Pancasila, dan Komposisi," kata Joko Madsono, Direktur Museum Basoeki Abdullah.

Sekilas bila kita melihat lukisan abstrak Basoeki, baik yang dimiliki Toeti Heraty maupun yang disimpan museum, memang kurang menggigit, katakanlah bila dibandingkan dengan karya pelukis yang memang dikenal penganut abstrak semenjak awal, seperti Ahmad Sadali, But Mochtar, dan A.D. Pirous. Kritikus seni rupa Bambang Bujono, yang sempat melihat lukisan abstrak Basoeki di Cemara 6 Galeri-Museum, menganggap lukisan abstrak itu eksperimen Basoeki. "Lukisan itu terasa ringan dan tidak mencekam. Tidak mempunyai daya tarik yang membuat orang berhenti untuk melihatnya," kata Bambang.

Dody Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus