Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Louis jatuh cinta pada Sarah.
Louis sangat mencintai Sarah.
Sedangkan Sarah?
YA, bagaimana dengan Sarah? Philippe Bizot, aktor pantomim asal Prancis yang menjadi Louis, menghabiskan hampir dua jam untuk menjawab pertanyaan ini dalam lakon pantomim berjudul You and Me di teater Komunitas Salihara, Rabu pekan lalu.
Louis jatuh hati kepada Sarah, gadis ayu yang ditemuinya di taman. Ia betah bolak-balik empat kali bertamu, membawakan bunga yang semakin lama semakin besar—dari sekuntum kembang hingga sebesar krans—untuk merayu si gadis, yang merajuk karena hidangan panggangnya sungguh tak tertelan. Si gadis memang kemayu. Ia tak berhenti mengelus-elus rambut. Berkali-kali mencopot dan mengikat kembali rambut cokelatnya yang indah tergerai. Tubuhnya dibungkus gaun konservatif semata kaki yang tertutup hingga ke pangkal leher dan ujung tangan. Ia berjingkat, menari, dan melenggok genit dimabuk asmara. Ia maafkan tindakan Louis yang mengelap gelas, mengatur sendiri musik, dan lama-lama urusan hidangan panggang tadi.
Dan keduanya muncul dalam sebuah pertunjukan yang mengundang tawa hadirin, yang menyesaki lebih dari dua ratus kursi yang ada. Pertanyaan bagaimana-dengan-Sarah itu mencuat justru menjelang Louis dan Sarah muncul di pelaminan. Meski cincin tanda cinta Louis hanya muat di jari manis, Sarah toh tak menolaknya. Di sini kita menduga, inilah sebuah pernikahan yang sudah berakhir, bahkan sebelum dimulai. Hingga selesai kita lalu menyaksikan drama Bizot dalam derita Louis sebagai suami: menjadi porter barang, ditampik bercumbu, dilempar nampan dan kopi, serta hanya mendengkur di kursi ketika istrinya diam-diam berkencan dengan pria lain.
You and Me berakhir dengan sangat klise. Sarah, yang kecewa karena teman kencannya ternyata bakal menikah, lalu termehek-mehek di pangkuan Louis. Dan Louis pun merayakan kembali cinta mereka yang kembali bisa bersemi. ”Ini kisah tentang seorang pria yang jatuh cinta pada seorang wanita, yang jatuh cinta pada pria, yang jatuh cinta pada wanita, yang jatuh cinta pada pria. Begitu seterusnya,” kata Bizot seusai pertunjukan.
Tapi tidak seringan itu. Sekilas Bizot menyebut nama Jean Racine, penulis drama Prancis abad ke-17, sebagai inspirasi jalan cerita lakon ini. Bila demikian, bisa jadi You and Me adalah interpretasi Bizot dari drama Andromaque, yang berkisah tentang rantai panjang tragedi cinta Andromache, janda Hector dalam mitologi pasca-Perang Troya. Lakon ini pernah dimainkan di Pakistan, di Bolivia, dan kini di Indonesia. Menurut Bizot, di setiap tempat terdapat muatan-muatan lokal, bergantung pada teman mainnya yang selalu diambil dari gadis lokal. ”Tapi jangan tanya apa karena sudah tidak relevan lagi,” katanya serius.
Lucunya, justru bagian muatan lokal ini yang kemudian dipertanyakan. Seorang aktivis mengaku tak tahan dan langsung keluar begitu melihat lakonnya jatuh pada stereotipe perempuan yang buruk. Seorang lagi juga menyalahkan. ”Mengapa perempuan yang berselingkuh?” katanya.
Tak perlu dijawab karena You and Me tak berpretensi mengajarkan ihwal perbedaan budaya, apalagi moral. Sedari awal tak ada tanda-tanda perbedaan kultur antara Louis dan Sarah yang dibuat gestur tertentu, kecuali ya perbedaan bahwa mereka adalah pria dan wanita. Dan oh ya, satu insiden kecil ketika Sarah membawa pulang bayi berkulit hitam. Baru setelah Sarah mengomel, ”Apa karena gegar budaya jadi sulit komunikasinya?” penonton disadarkan bahwa Louis dan Sarah mesti dilihat apa adanya: Louis yang Kaukasia berbeda warna kulit dari Sarah yang Melayu.
You and Me bukan pertunjukan pantomim murni. Di sini Bizot tampil berdua, dengan dekor dalam setiap sekuen dan minus kapur di wajah yang mengeraskan karakter—dan idealnya, meniadakan warna kulit. Bahkan yang paling melanggar pakem kemurnian itu adalah omelan Sarah yang dilakukan verbal tadi.
Jadi tak perlu pula dipertanyakan mengapa Sarah perlu diinterpretasikan dengan stereotipe lokal atau tidak. Philippe Bizot adalah seorang pria. Bisa jadi ia pernah menjadi bagian dari rantai cinta ala Andromache tadi. Marilah setidaknya menghargai proses cinta yang tak pernah mati seperti yang dialami Louis. Bizot menggumam dia tak akan pernah menikah. ”Tapi saya jatuh cinta setiap lima menit. Itu masalahnya,” dia mengeluh.
Kurie Suditomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo