Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sriledhek melemparkan selendang merah panjangnya, tapi Tuan Ledhek, suaminya, menepis selendang itu dan beranjak pergi. "Andhika ingkang sampun nyeblakake sampur/Andhika ingkang badhe kesampur (Kamu yang telah melempar selendang/Kamu yang bakal terlempar)," primadona ledhek itu menyemburkan kemarahannya. Layar di belakang panggung menampilkan gambar tanah kering yang retak-retak. Dua jari mencuat di sela retakan itu, menunjuk ke langit.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo