Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Sekarang Kami Lebih Terbuka terhadap Sisi Indonesia

Rijksmuseum Amsterdam, museum utama Belanda, akan menggelar pameran besar mengenai revolusi Indonesia. Wawancara dengan kurator pameran Harm Stevens.

23 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pameran besar tentang revolusi Indonesia di Rijksmuseum, Belanda.

  • Pameran ini menyorot orang-orang yang mengalami masa revolusi kemerdekaan di Indonesia, dari orang Indonesia, Indo, hingga Belanda.

  • Lukisan, foto, poster, film, dan pakaian dari era revolusi serta kisah-kisah pribadi di baliknya.

RIJKSMUSEUM di Amsterdam tengah bersiap-siap tampil beda dari citranya sebagai pusat koleksi seniman zaman keemasan Belanda seperti Rembrandt dan Vermeer. Sebuah pameran besar berjudul “Revolusi! Indonesië Onafhankelijk” (Revolusi! Indonesia Merdeka) akan dibuka pada 11 Februari-6 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pameran ini antara lain akan menyorot orang-orang yang mengalami masa revolusi kemerdekaan di Indonesia: orang Indonesia, Belanda, Indo,” kata Harm Stevens, kurator sejarah Rijksmuseum, tentang pameran itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obyek seperti foto, film, lukisan, poster, dan pakaian dari era itu serta kisah-kisah pribadi di baliknya akan disajikan dalam pameran. Diharapkan pameran ini bisa memberikan gambaran tentang tahun-tahun bergolak tersebut. “Kami harap pengunjung bisa mengikuti periode ini lewat sudut pandang mereka,” ujar Stevens kepada Tempo di Amsterdam, Kamis, 15 Oktober lalu. 

Harm Stevens, yang mengepalai pameran ini, cukup lama mempelajari Indonesia. Bukunya, Gepeperd Verleden, tentang koleksi Indonesia milik Rijksmuseum, telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Yang Silam yang Pedas pada 2017. Stevens, 52 tahun, juga mendalangi penemuan tongkat milik Diponegoro yang hampir dua abad berada dalam koleksi pribadi keturunan bekas Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jean Chrétien Baud. Tongkat ini dikembalikan keluarga Baud kepada pemerintah Indonesia pada 2015.

Yang unik, dua di antara empat kurator pameran besar di museum utama Belanda ini adalah profesional Indonesia: ahli seni rupa Amir Sidharta dan pemimpin redaksi majalah sejarah Historia, Bonnie Triyana. Bonnie terlibat sejak awal proyek yang mencakup periode yang amat penting dalam sejarah Indonesia dan Belanda ini. “Harm, Martine Gosselink (kepala bagian sejarah Rijksmuseum saat itu), dan saya mulai membicarakan kemungkinan pameran ini pada 2017,” tutur Bonnie kepada Tempo, Kamis, 14 Oktober lalu, di Amsterdam. 

Amir Sidharta, Bonnie Triyana dan Harm Stevens memilah bahan yang akan dimasukkan ke dalam pameran, di Perpustakaan Rijkmuseum, Amsterdam, Maret 2019. Dok. Rijkmuseum

Setelah Indonesia mencanangkan kemerdekaannya atas Belanda pada 17 Agustus 1945, kedua negara itu bertikai dengan senjata dan diplomasi selama hampir lima tahun. Belanda baru mengakui kemerdekaan bekas negara jajahannya ini pada Desember 1949. Pada Oktober ini, Amir dan Bonnie berada di Amsterdam untuk mempersiapkan pameran “Revolusi!”. 

Di Indonesia, kedua kurator tamu ini mengerjakan penelitian dan pencarian obyek yang berkaitan dengan periode itu, juga menggali cerita di balik obyek-obyek tersebut. Selagi di Amsterdam, mereka juga terlibat dalam persiapan praktis pameran, seperti ihwal tata ruang dan suara. “Sampai ke detail seperti bagaimana obyek ditempatkan di dalam showcase,” ujar Amir.

Sejumlah ahli Indonesia lain juga terlibat dalam proyek ini, seperti Aminudin Siregar, dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung yang tengah mengambil kuliah S-3 di Universiteit Leiden, serta ahli fotografi dan seni Yudhi Soerjoatmodjo dari Jakarta. Pembicaraan Linawati Sidarto dari Tempo di Amsterdam dengan Harm Stevens:

Apa tujuan pameran ini? 

Agar periode ini dilihat dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari satu pihak. Pameran ini sejalan dengan pergulatan Belanda dengan peran mereka dalam sejarah kolonial, yang makin santer beberapa tahun belakangan. Juga penting bahwa kekerasan, yang mewarnai sebagian besar tahun-tahun ini, tidak mendominasi seluruh narasi. Vitalitas dan kreativitas revolusi ini juga perlu dikedepankan. Sisi visual dari revolusi Indonesia, seperti poster dan pamflet, adalah senjata penting untuk menjangkau rakyat. 

Apakah ini pameran pertama tentang Indonesia di Rijksmuseum? 

Tidak. Pada 1991, misalnya, ada pameran tentang Daendels, gubernur jenderal di Hindia Belanda yang membangun jalan raya di sepanjang Pulau Jawa. Pada 2002, ada pameran untuk memperingati 400 tahun berdirinya VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, kongsi dagang Belanda di Hindia Timur) berjudul “Pertemuan Belanda dengan Asia: 1600-1950”. 

Presentasi Amir Sidharta, salah satu kurator pameran di Auditorium Rijksmuseum, Amsterdam, Rabu, 13 Oktober, 2021. Dok. Rijkmuseum

Bagaimana pameran ini berbeda dengan pameran-pameran sebelumnya? 

Satu perbedaan besar adalah ikut sertanya dua kurator Indonesia dalam pameran ini. Bayangkan, dalam pameran pada 2002, tidak ada satu pun kurator dari Asia yang terlibat. Saya pikir sekarang kami lebih terbuka terhadap sisi Indonesia dari sejarah global ini, dengan wawasan yang lebih luas dan tidak hanya terbatas pada sudut pandang Belanda atau kolonial. Keterlibatan rekan-rekan dari Indonesia jelas amat membantu untuk memperluas perspektif kami, dengan menghadirkan berbagai suara dan citra.

Bagaimana persiapan pameran ini? 

Banyak penelitian yang lama dan mendalam, di Belanda dan di Indonesia. Kami juga mempersiapkan diskusi dan presentasi seputar pameran ini. Harapan kami adalah publik di Indonesia juga bisa kami capai online lewat webinar. 

Bisakah Anda memberikan contoh obyek yang akan diperlihatkan dalam pameran ini? 

Satu obyek penting adalah foto Sukarno yang sedang membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kisah di balik foto itu akan diuraikan lewat fotografernya, Frans Mendur, seperti bagaimana suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945. Saat itu peristiwa ini tidak mendapat perhatian dan diabaikan oleh publik Belanda.

Apakah ada temuan yang tidak terduga dalam riset Anda? 

Saya tidak menyangka betapa kuat koneksi begitu banyak orang di sini dengan sejarah periode itu. Sungguh banyak orang Belanda yang memiliki ikatan dengan Indonesia, dan begitu banyak obyek yang berkaitan dengan periode sejarah ini masih tersimpan di rumah mereka.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linawati Sidarto

Linawati Sidarto

Kontributor Tempo di Eropa

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus