GESANG, komponis yang melahirkan lagu-lagu seperti: Bengawan
Solo, Sapu Tangan, Tirtonadi, Jembatan Merah, Dunia Berdamai dan
Roda Dunia, kini sudah berusia 60 tahun. Tapi dia masih kukuh
berdiri. Ia bercerai dengan isterinya pada tahun 1963 karena
tidak berbahagia, Sekarang temannya yang setia adalah 2 ekor
perkutut.
Masih mencipta lagi bersama dengan Bintang Surakarta, tetapi
tidak semantap dulu lagi. Ia sudah mengumpulkan sekitar 15 buah
langgam Jawa. Untuk jenis ini ia memang punya andil banyak. Di
bawah ini, ia mencoba menerangkan soal keroncong, ketika
kepergok Eddy Herwanto di Wisma Seni.
Tanya: Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengau Langgam Jawa?
Jawab: Keroncong langgam Jawa mengambil nafas bunyi gending
Jawa. Ini yang membedakannya dengan irama keroncong yang kita
kenal sebelum-nya. Laras, atau irama, yang dipakainya adalah
laras gending, pelog atau slendro. Ketukannyapun berbeda kalau
dibandingkan dengan keroncong biasa.
T: Sehutkah kehldupan keroncong sekarang?
J: Di Solo keroncong bagus. Mungkin karena pengaruh lagu Barat
dan lagu pop, keroncong kelihatan amblas. Dulu, ketika
pemerintah jajahan Jepang sekitar tahun 1942 melarang masuknya
lagu-lagu asing, keroncong hidup subur.
T: Kira-kira kenapa kaum muda tidak doyan sekarang?
J: Mungkin karena iramanya yang sukar itu. Saya kira lebih mudah
memetik gitar jreng daripada misalnya harus cermat menggesek
cello atau memetik cuk.
T: Apakah Bengawan Solo sekarang sudah berbeda dengan Bengawan
Solo dahulu tatkala lagu Bengawan Solo diciptakan ?
J: Dulu pesanggerahan Langenardjo, yang dipakai Paku Buwono X,
masih bagus. Kini, selain tak terawat, sudah rusak. Tepian
Bengawan Solo memang sebagian banyak dibangun, indah
kelihatannya. Tapi bagi saya, indahnya alam lebih menenteramkan
hati. Wonogiri, daerah yang sebagian dialiri Bengawan Solo
menyedihkan. Tapi, memang Bengawan Solo kini tak dapat dilayari
lagi, seperti zaman dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini