DALAM sebuah iklan ala tertulis: "Sekolah Kecantikan Anu,
menerima siswa baru. Kursus penataan rambut oleh guru dari Roma.
Harga bersaing, lama kursus 2 hari dan dapat ijazah luar
negeri."
Uang kursus sebanyak sekitar Rp 200.000. Guru, entah datang dari
mana, memang terbukti dia orang asing. Hari pertama. si kulit
putih memperagakan kepandaiannya. Hari kedua siswa diuji
praktek. Sorenya, ijazah dibagi-bagikan.
Di luar negeri, tidak ada kursus kilat dengan menggondol ijazah
dari "luar negeri." Pivot Point International Inc. dari AS (juga
mempunyai cabang di 16 negara) memberi ijazah pada seorang ahli
kecantikan kalau dia telah tamat menyelesaikan 600 jam pelajaran
untuk penataan rambut dan 1.100 jam pelajaran untuk tata rias.
Siswa biasanya harus belajar 8 jam setiap harinya. Di Perancis,
Jerman Barat dan Belanda, seseorang hisa dibilang ahli
kecantikan kalau dia telah menjalani sekolah tahunan lamanya,
paling tidak 3 tahun.
Sembarangan
Tentang adanya kursus kecantikan yang mengatakan dibagikannya
ijazah dari luar negeri (atau oleh orang luar negeri), petugas
Kantor Wilayah P & K mengatakan tidak tahu-menahu. Biarpun
mereka tahu lewat iklan di koran. Juga soal lamanya pendidikan,
tampaknya tidak ada ketentuan resmi. Ketentuan jumlah jam
pelajaran ada disodorkan bahwa kurikulum untuk pelajaran tata
rambut, harus 56 jam pelajaran. "Tapi apakah ini nanti akan
dilaksanakan oleh sebuah kursus misalnya satu hari saja, itu
urusan mereka," ucap Hutabarat dari Direktorat Pendidikan
Masyarakat Kantor Wilayah P&K Jakarta.
Diterangkan lebih lanjut bahwa Departemen P & K tidak memberi
pengakuan, tapi cuma sekedar menerima pendaftaran. Ini meliputi
kursus mengetik, montir, steno dan apa saja yang meliputi
pendidikan luar sekolah. Seorang petugas Kanwil P & K bahkan
berkata: "Mereka sudah kita minta untuk memberi laporan tiap
enam bulan, sampai sekarang tak pernall ada." Apa sebabnya,
mereka tidak tahu. "Mungkin saja mereka takut kena pajak,"
tambahnya.
Tidak mendaftarkan pada Dinas P & K setempat juga tidak ada
larangan. "Jadi terserah pada pengikut kursus sendiri, apakah
mereka akan memilih sekolah yang bermutu atau yan cuma keren di
iklan,'' kata Noerdin, dari Kantor Wilayah P & K Jakarta.
Tambahnya: "Untuk sekolah kecantikan, saya menilai Jakarta
School of Beauty and Modelling dari Martha Tilaar adalah yang
terbaik." Artinya: tidak cuma mau mengambil keuntungan materi
(uang kursus), tapi siswa juga diberi pelajaran basis dan
praktek. Kata Noerdin lagi: "Dari sekolah inilah yang selalu
memegang rekor tinggi dalam jumlah banyaknya yang lulus." Apakah
pelajaran itu memadai, entahlah.
P & K menerima uang ujian dari setiap pengikut ujian Rp 7.000.
Di seluruh Indonesia ada 2.071 buah sekolah yang mengurus kursus
ketrampilan. Di Jakarta ada 660 buah, dan dari jumlah itu ada
216 buah sendiri yang disebut sekolah kecantikan. Cabang dari
kursus ini memang semakin lama semakin banyak jumlahnya. Dia
tidak diikuti oleh para putus sekolah saja, tapi banyak yang
dari semula berminat untuk mencari seorang ahli kecantikan.
Murid-muridnya biasanya wanita, tidak jarang pula lakilaki dan
wadam. Kata Noerdin menambahkan: "Mudahmudahan nanti,
masyarakat tidak akan memilih begitu saja kursus-kursus yang
didirikan secara sembarangan."
Dra. Martha Tilaar yang kini memiliki tiga buah salon tiga
tempat di Jakarta berkata: "Dulu, seseorang turut kursus
kecantikan karena dia putus sekolah. Tidak lagi sekarang. Kini
langganan juga semakin kritis." Tamatan pedagogi yang
mencemplungkan diri dalam sekolah kecantikan ini kini memiliki
murid sekitar 150 orang setiap 4 bulan. Uang kursusnya: Rp
100.000 di luar alat-alat yang diperlukan. Sekolahnya menetapkan
seseorang harus boleh turut ujian kalau sudah mengikuti 450 jam
pelajaran. "Saya ingin sekolah yang sungguhan," kata Martha,
"tapi mungkin baru nanti Indonesia bisa meniru sekolah sungguhan
seperti di luar negeri."
Pendidikan dasar yang diberikan meliputi fisiologi, anatomi,
perbandingan kosmetika, diet, gizi dan banyak lagi. "Sehingga
sulit kalau pengikut kursus sekolah tamatan SD atau SMP saja,"
tambah Martha. Lapangan kerja untuk pemegang ijazah kecantikan
juga semakin luas. Dia tidak akan bekerja di salon saja, tapi
bisa juga jadi konsultan kecantikan, guru, direktris, sales
girls dan lainnya lagi.
Di negara-negara yang di sono, seorang ahli kecantikan malahan
dituntut sebagai seorang yang bertanggungjawab atas kesehatan
dan keselamatan langganannya. Kesalahan yang diperbuatnya, bisa
dituntut oleh pengadilan atau jawatan asuransi. Lebih parah
lagi, salonnya akan ditutup. "Di Indonesia kita ban menuju ke
situ," tambah Noerdin.
Martha Tilaar menyatakan bahwa suatu seminar kerja perlu
diadakan sewaktu-waktu. Dengan demikian antar ahli kecantikan
ada perbandingan pengetahuan, pertukaran dan pertambahan ilmu
dan menguasai mode-mode yang up-to date. Dua minggu lalu, dia
mengundang Don Carr direktur wilayah Asia dari Pivot Point
International. Pada pengikut kursus dia menerangkan tentang
potongan rambut pria dan wanita mutakhir. Katanya: "Memotong
rambut pria hendaknya jangan sama dengan wanita, biar pun
panjangnya sama." Dan ini banyak dia lihat di Jakarta.
Direktorat Luar Sekolah dan Olahraga September nanti "harus
menyerahkan soal kursus-kursus ini ke Departemen Tenaga Kerja,"
ucap Hutabarat. Di tahun 1970, Departemen P & K dari direktorat
ini menertibkan segala macam kursus. Tapi Keputusan Presiden
no.34/1972 mengkategorikan kursus kerumahtanggaan ini sebagai
satu bentuk latihan kerja. "Yaah, saya cuma pegawai," kata salah
seorang staf, "cuma saya heran, mengapa kursus-kursus ini harus
dimasukkan dalam Departemen Tenaga Kerja. Lantas tugas kami
nanti apa?" Mungkin, karena kursus-kursus ini semakin banyak
menyerap tenaga kerja. Apalagi kursus dan salon kccantikan yang
kian hari kian menjamur banyaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini