Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Bintang-bintang di langit barat

Balet opera paris, pimpinan rudolf nureyev, mentas di balai sidang, senayan. karya-karya nureyev, seperti duet don quichotte dan raymonda, dipergelarkan. mendapat sambutan hangat dari penonton. (sr)

17 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENIMAN balet yang dihargai dengan gelar bintang (Etoile) hanya ada di Prancis. Demikian kita dapat menyaksikan bintang-bintang balet opera Paris di Senayan, Jakarta, Senin malam kemarin. Meski hanya empat orang -- dua wanita dan dua pria -- dari 11 penari itu yang sudah bintang (dan masih muda belia), sisanya yang tujuh itu diperkenalkan sebagai figur-figur yang top. Balai Sidang pun penuh. Harga karcis Rp 8.000--Rp 40.000. Dan penampilan rombongan disambut hangat. Balet Opera Paris sebenarnya sudah dikenal di sana sejak 1661 - sebagai akademi tari yang menetapkan prinsip dasar dan teknik yang sampai kini masih dipakai di man-0mana. Di kurun mutakhir, nama Rudolf Nureyev, penari balet kenamaan yang di tahun 1961 menggemparkan dunia Barat karena meninggalkan Balet Kirov, Leningrad, kini menghiasi Balet Opera Paris. Ia memimpin grup tua itu sejak 1983. Balet Opera Paris sendiri sudah lebih dulu terkenal daripada Rudolf Nureyev, tentu saja. Ia telah menampung berbagai seniman terkenal dan para pemikir seni yang, di abad lampau, mengembangkan pusat-pusat balet di berbagai kota besar di luar Prancis: St. Petersburg (Leningrad kini), Stockholm, Kopenhagen, atau lainnya. Sehingga cocoklah, kiranya, bila Rudolf Nureyev menjadi pemimpin grup terhormat ini, meski ketenarannya tidak terbatas pada hanya satu grup saja. Pemunculan Nureyev di Eropa Barat dan Amerika Serikat--bersama rekan-rekannya yang lain dari Kirov pada tahun 60-an dan 70-an, seperti penari Mikail Barysnikov-- dianggap suatu kebangkitan kembali nilai-nilai klasik budaya Eropa dalam konteks modern. Terutama Nureyev telah membuka cakrawala baru seni balet bagi penari pria mengembalikan martabat si pria, yang dulu sering dianggap banci atau sekadar tukang angkat balerina di panggung. Para pengagumnya menganggapnya tokoh yang memberi bobot baru, sementara ia sendiri mengaku datang ke Barat justru untuk belajar bahasa baru dalam seni tari dan menemukan kedalaman dari kehidupan berseni itu. Di dalam sejarah balet, gejala perjalinan seorang tokoh scperti Nureyev dengan Kota Pans bagai peristiwa yang berulang saja. Puncak-puncak dalam seni tari balet kelihatannya selalu bermula dari pertemuan antara Rusia dan Prancis. Kurang lebih seabad yang lalu dikenal seorang koreografer keturunan Italia, Marius Petipa, yang bekerja di Balet Opera Paris dan justru mencapai puncak-puncak kesenimanannya di Teater Marynsky, St. Petersburg. Demikianlah kemudian lahir balet klasik kenamaan, seperti Swan Lake, Sleeping Beaty, Nutcracker, Raymonda, dan Don Quixote. Kemudian S. Diaqhilev membawa Balet Russes dari St. Petersburg ke Paris, dan hal itu berarti gejala kebangkitan baru dalam perkembangan tari balet di Eropa. Kebangkitan baru lainnya, setelah Perang Dunia II, tak lain ketika Nureyev pindah dari Leningrad dan menjadi bintang di Barat itu. Pertemuan potensi bangsa-bangsa memang dapat menunjang perkembangan baru yang bisa melahirkan kembali puncak-puncak karya seni. Renovasi, inovasi, dan daya gerak muncul melalui lintas budaya. Pelestarian nilai-nilai klasik dalam kesenian dimungkinkan melalui pertemuan-pertemuan baru, dan bukan kestatisan yang biasanya justru akan memudarkan nilai-nilai itu. Dinamika kesenian mungkin dapat dipelajari melalui gejala-gejala semacam Rudolf Nureyev. Malam di Balai Sidang itu, penggemar balet di Jakarta dapat menyaksikan karya-karya klasik Nureyev dan gubahan koreografer besar seperti George Balanchine. Balet Opera Paris, dengan rombongan yang tak disertai Nureyev sendiri, mengawali acaranya dengan Divertimento, koreografi George Balanchine. Delapan penari muncul secara bersama, berduet atau bergerak tunggal dalam penggarapan klasik. Etoiles, premiers danseurs, dan solistes hampir tak berbeda dan inilah kekuatan akademi tari Paris ini. Penari-penarinya muda belia, teknik mereka semuanya bersih. Kemudian muncul suatu grand pas de deux, tarian duet dari Sleeping Beauty yang dibawakan sepasang etoiles, Florence Clere dan Charles Jude. Tepuk penonton tak henti-henti. Memang, kita tak sempat mengagumi Rudolf Nureyev yang menari, tapi balet ini garapannya sendiri. Tak hanya itu. Karya-karyanya yang lain - duet Don Quichotte dan Raymonda, juga garapan klasik yang dibawa Nureyev dari Leningrad - dipergelarkan pula. Ada pula rancangan koreografer kenamaan Negeri Belanda, Hans Van Mamen, La Grande Fuque. Koreografer Prancis sendiri tak muncul. Negeri itu seperti hanya mengandalkan diri pada bintang-bintang tarinya dan nama harum lembaganya yang tua. Tentang koreografer pinjaman, tidak ada masalah. Julianti Parani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus