SEBUTAN debirokratisasi dan deregulasi kembali berdengung sesudah banyak orang tahu rupiah yang akan mengucur dari RAPBN 1987--1988 mendatang terasa begitu ketat. Baru kali ini, selama 10 tahun terakhir, porsi tabungan pemerintah hanya berjumlah 9,6% dari volume seluruh anggaran. Terasa sangat kecil memang dibandingkan porsi untuk tahun anggaran berjalan yang mencapai hampir 22% itu. Dengan tabungan setipis Rp 2,2 trilyun--itu pun dengan hitungan kurs baru Rp 1.650 per US$ 1 - apa yang bisa dilakukan pemerintah? Tidak banyak. Karena itu, kata Presiden mengantarkan Nota Keuangan dan RAPBN 1987--1988 di DPR pekan lalu, upaya merangsang bangkitnya kreativitas dan kekuatan ekonomi di kalangan masyarakat perlu diteruskan. "Untuk tujuan itulah pemerintah akan melanjutkan langkah efisiensi, debirokratisasi, dan deregulasi untuk mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat," ujarnya. Pernyataan Kepala Negara itu gemanya terasa juga dalam seminar sehari Wajah Ekonomi Indonesia 1987-1988 awal pekan ini di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Center for Policy Studies. Pidato Presiden Soeharto itu disebut Prof. Sumitro Djojohadikusumo merupakan pedoman yang jelas bagi para pembantunya untuk membuat kebijaksanaan lanjutan. "Niat politik itu sudah ada, sekarang bagaimana penerapan politiknya," kata moderator Prof. Sumitro. Jalan ke sana tampaknya gampang-gampang susah, karena birokrasi dan regulasi itu bentuknya seperti jalan penuh liku dengan banyak kamar dan meja. Cengkeramannya sudah mulai terasa sejak pemilik modal mengajukan izin penanaman modal, mendatangkan bahan baku, mengolah, sampai menjualnya ke pasarbaik lokal maupun dalam negeri. Kalau pabrik sudah jalan, urusan dengan per aturan dan birokrasi tidak berarti telah berakhir. Jalan panjang yan berkelok-kelok haru mereka tempuh bila penanam modal, misalnya ingin menambah kapasitas terpasang pabrik "Saya sudah dua bulan minta izin menambah kapasitas untuk ekspor, tapi sampai kini izin itu belum keluar," kata seorang eksportir aki. Peraturan dan prosedur sebenarnya dibuat bukan untuk menghambat bisnis penanam modal. Peraturan tata niaga impor billet, misalnya, dikeluarkan pemerintah agar Krakatau Steel terhindar dari persaingan curang. Tapi siapa sangka, pengaturan yang menyebabkan kenaikan biaya produksi itu membuat sejumlah pabrik baja PMA Jepang pada mabuk. Peraturan dan birokrasi, menurut ekonom Kwik Kian Gie, sebenarnya ditegakkan untuk menciptakan iklim agar swasta bisa punya kepastian dan rasa aman dalam berusaha. Mereka juga akan merasa mendapat perlindungan dari persaingan tidak sehat antara sesamanya. "Ini sangat penting, dan tidak bisa dihapuskan begitu saja," katanya. "Jika penghapusan itu tanpa pertimbangan, akibatnya akan muncul manajemen pendulum." Sialnya, bila peraturan dan birokrasi itu tidak dibikin langsing, bukan mustahil akan dijadikan alat untuk menambah penghasilan oknum-oknum - apalagi bila gaji mereka tidak naik. Rasa khawatir itu mungkin berlebihan, tapi itulah yang kini dihadapi usahawan swasta sepertl yang dirasakan di kegiatan di bawah ini:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini