KEPADA TEMPO, beberapa hari yang silam, Nyonya Tuti Mutia
Rasidi ada bercerita tentang lahirnya film Semalam Di Malys1a.
"Selama ini saya merasa peredaran film saya agak mengalami
kesulitan. Apa lagi bioskop kita dikuasai oleh WNI keturunan
Cina". Dijelaskan oleh nyonya ini menenai potensi besar WNI itu
dalam menyetorkan uang di loket bioskop. "Dari sinilah saya
melihat betapa besar pengaruh yang ada pada Shaw Brothers itu di
Indonesia maupun Asia", tambahnya pula. "Buktinya, dari Jawa
Tengah ada pemlintaan agar lambang SB dicantumkan besarbesar
pada film baru saya ini". Di luar kepala, Tuti menyebut dengan
cepat angka 1210. Itulah jumlah bioskop SB yang konon tersebar
di selurul dunia. "Nah, tentu saja dengan kerja sama ini film
saya akan diedarkan ke seluruh bioskop SB".
Dan kerja sama itu bermula ketika orang-orang film se Asia
berpesta di Jakarta bulan Juni tahun silam. Ketika itu memang
tersiar kabar rencana ekspansi SB ke Indonesia, setelah ia
memulai ekspansinya ke Eropa. Lewat pembicaraan yang berlangsung
6 bulan. di Jakarta, Hongkong maupun Singapura, dicapai
kesepakatan: pembagian 30 dan 70 (yang terakhir untuk Tuti
Mutia). Awak film dan perencanaan artistik juga dari sini, tapi
Laboratorium jadi urusan SB. Akan halnya pekerjaan distribusi,
Tuti dapat Indonesia, sisanya dibereskan oleh SB dengan
pembagian keuntungan sesuai dengan modal yang tertanam.
Keputusan yang jelas tidak merugikan Tuti ini tidak begitu saja
diberikan oleh Run Me Shaw. "Tadinya mereka mem inta bagian yan
lebih besar serta awak film dari pihak sana semua. Mereka bahkan
berkehendak menentukan ceritanya". Tapi Tuti Mutia menolak
dengan alasan bahwa tiluloperet yang mereka rencanakan itu
"tidak akan laku di Indonesia". Tapi akhirnya lahir juga
kompromi. Kata Tuti Mutia, produser dan pengarang cerita film
ini: "Dari segi cerita kami banyak kompromi untuk bisa masuk di
pasaran Malaysia". Tapi cepat-cepat nyonya ini memberi tambahan
penjelasan: "Ini tidak berarti bahwa begitu saja kami
menghilangkan unsur idealisnya. Saya merasa tidak memaksakan
mereka untuk menangis".
Oleh Tuti dibantah kemungkinan adegan tangis dalam filmnya
disama kan dengan adegan yang sama dalam film-film seri
Ratapan. "Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Bimbo juga tidak
nengarah pada film India". Nico Pelamonia kabarnya mengaku
bahwa film ini adalah karyanya yang terbail. Entah bagaimana
penjelasan Nico, tapi Tuti ada memberi sedikit penerangan.
Katanya: "Kalau sebelum ini kami suka membuat film yang ada
segi eksperimennya, yang ini tidak lagi. Saya ingin film ini
bisa ditonton oleh semua lapisan". Dan hasratnya menjadi
pembuat film untuk semua lapisan itu nampaknya mendapat topangan
yang kuat selama Tuti bekerja sama dengar. Run Me Shaw. Sebagai
contoh, Tuti menjelaskan: "Adegan flash bak Victor Abdullah
terdampar tadinya mau kita ambil di pantai timur Malaysia, tapi
Run Me Shaw tanya, kenapa mesti di sana. Semua pantai sama,
katanya". Dan alegan itu pun potret di tempat terdekat, tidak
di tempat yang semestinya. "Tapi hasilnya sama saja".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini