Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Ceramah tentang wanita

Maria ulfah, aktif dalam yayasan tenaga kerja indonesia (ytki), banyak memberikan penerangan dan bantuan hukum kepada tenaga kerja wanita. ia menyediakan diri sebagai konsultan bagi wanita.

26 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARIA Ulfah menerima beberapa orang gadis di rumahnya. "Saya sudah 9 bulan bekerja di pabrik Anu. Tapi masih terus-terusan dalam masa percobaan", seorang mengadu. "Lho, itu tidak benar", sahut wanita tua itu dari balik kacamatanya. "Mestinya kalian sudah diangkat menjadi karyawan tetap ". Menurut Maria, para pemilik pabrik memang suka terus-menerus mempertahankan status masa percobaan bagi buruh-buruhnya, terutama yang wanita. Karena, di samping bisa memeras tenaga mereka dengan upah yang lebih rendah, juga sewaktu-waktu pihak perusahaan ingin menendang para calon itu, mereka bebas dari kewajiban membayar pesangon. Bagi gadis-gadis itu, tak ada pilihan lain kecuali berdiam diri. "Buat apa ribut-ribut. Kalau dipecat toh tidak ada yang membela", kata mereka. "Mencari pekerjaan saja sekarang susah sekali". "Perusahaan swasta selalu menyalahgunakan pengangguran", kata Maria. Karena itu pula ia menyediakan diri sebagai tempat bertanya. Juga sebagai "konsultan", tanpa bayar, bagi wanita yang mendapat kesulitan dalam menerin1a pelaksanaan Undang-undang Perkawinan. Bagi Maria ada 3 kelompok wanita pekerja. Pertama, yang memang harus bekerja untuk menanggulangi kesulitan ekonomi. "Ini umumnya dari kalangan rakyat jelata". Kedua, yang ingin memanfaatkan ilmu yang ia dapat. "Untuk kelompok ini sangat diperlukan pengertian dari pihak suami", komentarnya. Ketiga, wanita tenaga sukarela yang bekerja sebagai hobi, misalnya untuk menolong sesama. Poligami Tampaknya pandangan terhadap wanita pekerja kini sedang berubah. Dulu, kata Maria, kalau ada wanita kalangan menengabi atau atas be kerja, orang mencibir. Tapi sekarang, tak jarang wanita yang sudah bersuan1i juga bekerja. Bahkan ada yang mampu mencapai karir atau gelar yang tinggi. Di kalangan rakyat jelata, banyak sekali isteri yang juga mencari nafkah di samping suami. Walaupun kemajuan dunia modern belum tentu menguntungkan kaum wanita. "Masuknya mesin huler ke desa- desa misalnya, membuat para wanita penumbuk padi kehilangan mata pencaharian". Bersama dra. SK Trimurti,. Maria ikut aktif dalam Yayasan Tenaga Kerja lndonesia (YTKI) di sektor ketenagakerjaan wanita. Usaha yayasan meliputi lokakarya, seminar dan penerangan kepada wanita tenaga kerja tentang hak-hak serta perlindungan hukum bagi mereka. "Ternyata banyak yang tak tahu sama sekali", keluh Maria. Dalam hal pernikahan. "Di kalangan rakyat jelata, perceraian lebih banyak terjadi daripada poligami. Kalaupun ada poligami, motifnya biasanya hanya karena keluarga itu membutuhkan tenaga kerja". Maksudnya, dalam masyarakat tradisionil, sebuah keluarga bisa mendapat tambahan rizki kalau lebih banyak pula yang bekerja: isteri kedua, ketiga, dar. anak-anak mereka tentu. Tetapi menurut Maria, poligami lebih banyak terjadi di kalangan menengah. "Semula saya mengira, penyebabnya kaum pria saja. Maklum ketika itu saya masih muda dan hanya melihat dari satu sudut. lapi setelah tua begini, justru saya berpendapat, kalal sekiranya kaum wanita solider tidak mau menjadi isteri kedua, ketiga atau keempat, maka tak akan ada poligami. Tentang remaja puteri, Maria berkomentar: "Anak-anak muda hendaknya didekati secara lebih akrab". Kepada remaja puteri yang kebetulan sedang menjadi pimpinan, Maria menganjurkan agar belajar lebih banyak supaya tidak memalukan remaja yang lain. Lalu ia ambil contoh seorang puteri yang diwawancarai TV-RI minggu terakhir Januari kemarin. "Tampaknya ia tak tahu banyak pergerakan wanita di Indonesia. Ia tokoh KNPI. Saya tak tahu apa tak ada up grading dan latihan-latihan di kalangan mereka". Perhatian YTKI tentu juga terarah pada wanita pekerja di Bali, yang sering mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan tangan lelaki: mengangkut batu, menjadi kulit pasar dan sebagainya. "Lalu para penaddi banjar-banjar, apakah dibayar secara layak? Ini juga kita persoalkan", kata Maria. Itulah sebabnya YTKI menyelenggarakan lokakarya ketenagakerjaan di Bali, "untuk menarik perhatian pemerintah daerah hingga memperhatikan dan melindungi para wanita pekerja di sana. "Memang ada kaum pria yang mengejek: kerja keras bagi wanita 'kan pelaksanaan dari emansipasi yang murni? Baiklah, tapi bukankah pria juga tidak diwajibkan mengandung dan melahirkan?" "Kalau sekiranya tubuh wanita pekerja itu jadi rusak akibat kerja keras, apa jadinya anak-anak yang mereka kandung dan lahirkan?".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus