Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Saudara diminta sabar

Pergelaran paduan suara pimpinan binsar sitompul di tim terganggu orkes melayu. grup ini berdiri sejak 1957. paduan suara tempat yang baik untuk membina pendidikan musik. mulai mendapat tempat di tim.

26 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BINSAR Sitompoel dongkol. Dari arah Teater Halaman Taman Ismail Maruki, malam Minggu pertama bulan ini, ngeloyor suara orkes Melayu membantai paduan suara yang dipimpinnya. Musikus yang lugu ini gelisah dan risau. Dinding Teater Tertutup TIM memang tidak bersalah, karena suara dang-dut yang binal itu tak mampu dibendungnya. Yang terbayang adalah komposisi acara yang seakan-akan tidak memperhitungkan perbauran suara yang tak sedap itu. Ataukah kekuatan untuk berkonsentrasi sudah sedemikian loyonya sekarang? "Saya masih menghormati anda sebagai penonton. Kalau tidak, mungkin saya sudah mengundurkan diri. Bagaimana jadinya, di sana orkes Melayu, di sini paduan suara?" kata Binsar. Seorang pianis di antara penonton menjawab. Dia meninggalkan kursinya, undur ke belakang untuk mencari jarak tangkap yang lebih bagus. Tapi toh akhirnya dia masih saja terus memaki: "Brengsek!" Sementara sejumlah kecil penonton yang mendukung pertunjukan yang berlangsung 2 malam itu, sama-sama sependapat bahwa untuk kali lain perlu perencanaan yang baik dalam lalulintas bunyi, sehingga tidak perlu terjadi polusi. Orkes Melayu itu sungguh mati tentunya tidak dengan sengaja ingin mengganggu. Repertoar Pribumi Sulit Untunglah Binsar tidak patah arang. Malam penampilan yang 4 gebrakan itu (lagu-lagu patriotik, negro spiritual, klasik dan lagu-lagu rakyat) sempat diselesaikan dengan keplok khusus pada nomor Joshua Fit the Battle of Jericho dari aransemen Robert G. Olson. 13 wanita berkain merah jambu serta 14 pria mengenakan jas resmi, yang mewakili Paduan Suara RRI malam itu, masih belum beranjak dari apa yang mereka unjukkan pada penampilan mereka yang terakhir - 31 Juli 1975 - di tempat yang sama. Meskipun belum terasa ada api, belum terasa ada suasana semarak yang bangkit dari gasakan suara mereka, setidak-tidaknya kita masih dapat menghibur diri dengan mengatakan, bailwa rombongan yang berdiri sejak 1957 ini masih tetap ada. Pada awalnya mereka 30 orang, kini anggotanya sudah banyak yang baru. Mereka berlatih seminggu dua kali, dengan kadangkala hanya beberapa yang hadir, habis masing-masing sibuk dengan pekerjaan. "Kalau dekat dengan pertunjukan saja, giat semua", tukas Binsar dengan jujur. Malam itu ada trio Titi Setiawati, Sri Murwanti, dan Pontas Tobing. Piano diserahkan kepada Nyonya Hendroyono dan Sunarto Sunaryo. Di samping Binsar juga ada An Azhar sebagai pimpinan. Sejak lagu pertama, Merdeka Nusa (RAJ Sudjasmin), disusul oleh Indonesia Tumpah Darahku (Ibu Sud), Maju Indonesia (C. Simandjuntak), Kita Bangun Nusa Bangsa (B. Sitompoel), suasana sudah kurang tenang. Kemudian paket lagu-lagu Negro Spiritual juga lewat dengan agak payah. Apalagi memasuki bingkisan lagu klasik, romborlgan mulai memperlihatkan kelemahan-kelemahannya -- tidak hanya karena gangguan dangdut. Pada kesempatan ini hanya lagu Two Hongarian Folksongs (Matyas Seiber) yang sempat mengisi ruangan dengan baik. Belum lagi posisi terpatok kaku dari para pendukung, yang menyebabkan bukan hanya suara, juga pandangan mata kurang "sip". Binsar menyadari juga kelemahan itu, tetapi ia mencoba memberi alasan: "Untuk paduan suara, intinya pada suara dan musik, itu yang pokok. Kalau toh mau ditambah gerak supaya enak dilihat, harus dipilihkan lagu yang sesuai, lagu itu harus mempunyai kemungkinan untuk gerak". Dan menurut Binsar, sulit sekali untuk mendapatkan repertoar pribumi yang disusun untuk paduan suara. "Dengan kekurangan yang ada ini, saudara diminta untuk tetap sabar dan mendengarkan dengan tenang di kursi". Tidak Terikat Gereja Lepas dari pertunjukannya, Binsar melihat kehidupan paduan suara pribumi masih amatiran. Padahal RRI sendiri misalnya mencita-citakan punya paduan suara profesional yang digaji dan tidak terikat oleh pekerjaan lain. "Tapi tidak selalu yang amatir jelek", kata Binsar. Ia menunjuk lomba paduan suara ibu-ibu yang dianggapnya banyak yang bagus. "Sekarang yang harus disentil jangan kelompok paduan suaranya, tetapi pencipta lagunya. Sebab kami hanya tenaga pelaksana, masak kita tidak punya pencipta?" kata Binsar. Ia menuding lagu-lagu patriotik yang ada sekarang, yang paling-paling hanya bisa diangkat dengan 2 - 4 suara saja. Itupun dengan susah payah. Sesudah dongkol karena polusi bunyi ke arah pertunjukannya, Binsar sempat berbisik ke telinga TEMPO bahwa ia bersyukur juga melihat fihak TIM kini mulai menghargai paduan suara. Dengan kerap mengadakan pertunjukan, publik dengan sendirinya terbina. Baginya paduan suara adalah tempat yang bagus untuk membina pendidikan musik khususnya pelajar. "Selain sifatnya massal, di dalam kelompok itu mereka dididik untuk saling menghargai", kata Binsar. Diakuinya memang, anak-anak kurang suka bentuk paduan suara. Secara psikologis mereka lebih suka menyanyi solo karena lebih gampang bisa mencuat. Kecenderungan itu agaknya mau dilawannya. Tidak segan-segan ia menyatakan ketidaksepakatannya terhadap penggalakan solois-solois remaja macam yan terjadi pada penyelenggaraan Juara Bintang Radio TV Remaja. Sedang terhadap grup paduan suara yang masih langka, tapi berhasil hidup subur, musikus ini juga sedikit berkeluh: "Senantiasa masyarakat menganggap paduan suara itu berikatan dengan gereja. Kami tidak terikat gereja. Kami terdiri dari pegawai, swasta dan pemerintah atau berjenis-jenis pekerjaan lain".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus