PERUPA zaman ini berbeda dengan perupa zaman dahulu. Di masa kini pameran, buku, majalah, film, video, reproduksi menyebabkan ingatan perupa menjadi "museum khayal" yang kaya. Maka, tidak heran bila perupa zaman ini menggabungkan bermacam gaya. Atau bergaya ganda. Atau berubah-ubah gaya, alih-alih yang menunjukkan kedewasaan dan kematangan berbagai gaya. Gejala demikian menentang paham lama yang memandang gaya seorang seniman sebagai perwuJudan jatidiri. Atau, memandang kepribadian dan latidin itu sebagai sepadan dengan sebuah gaya. Pameran Retrospektif 1940-1988 Mochtar Apin di Taman Ismail Marzuki, 7-17 April, menyebabkan orang bertanya-tanya: di mana Mochtar Apin dalam kurang lebih 100 gaya lukisan dan grafisnya. Jangan mengharap jawaban konvensional. Memilih, memandang, dan memecahkan masalah dalam perkembangan dialektis - bukan pemekaran sebuah gaya. Itulah Mochtar Apin. Pelukis, pegrafis, dan guru besar Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ini lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, pada 1923. Belajar seni rupa pada Universitaire Leergang voor de Opleiding yang Tekenleraren alias Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar (di dalam Fakultas Ilmu Teknik Universitas Indonesia) di Bandung, 1948-1951. Lalu ke Kunstnijverheidschool Amsterdam (1951-1952), Ecole Nationaie Superieure des Beaux Arts, Paris (1953-1957), dan Deutsche Akademie der Kunste, Berlin (1957-1958). Apin sudah keliling dunia. Sebagai pegrafis ia terlibat dengan penerbitan sejak 1946. Ia juga perupa yang merintis pendidikan khusus seni grafis pada Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Karyanya telah dipamerkan - baik dalam pameran tunggal maupun pameran bersama - di Indonesia dan di mancanegara. Ketika pada usia 20 belajar menggambar dan melukis pada orang Belanda di Batavia Apin menggambar meniru cara Eropa masa itu. Yaitu bagaimana membuat citra obyek nyata, yang trimatra, pada bidang dwimatra. Melukis diyakini tidak sesederhana "menyalin kenyataan". Pekerjaan ini melibatkan alih ragam ahas transformasi yang rumit. Salah satu latihan awalnya menyalin lukisan yang sudah jadi. Kita melihat Mochtar Apin melakukan latihan ini dengan menyalin lukisan Rembrandt (Kopi Rembrandt, 1939), berupa potret orang. Kita melihat kesulitan Apin: volume yang tidak tegas tergambar, dan rinci tangan yang sederhana dan kasar. Namun, ini justru pencitraan lain yang bertalian dengan penglihatan analitis, penglihatan yang memperhatikan nnci, yang menganahsa pola-pola abstrak. Pencitraan macam lain pada Apin bertalian dengan penglihatan total yang lentur, yang tidak mengurai dan membeda-bedakan, yang menangkap kebulatan atau keutuhan. Katakanlah penglihatan sinkretis (syncretistic). Lihat: Muara Enim 1940, Pemandangan Telaga 1940, dan Sungai Musi,1941, Perhatikan rinci-rincinya. Anda hanya mendapatkan coretan yang tak ada miripnya dengan rinci-rinci obyek sebenarnya. Pada Pemandangan Telaga penglihatan anahtis akan bertemu dengan goresangoresan astel kasar, sementara penglihatan sinkretis akan melihat pemandangan telaga yang lembut dengan sinar matahari jatuh secara manis ke hutan di tepi telaga, ke daun-daun yang rimbun. Mochtar Apin cepat menguasai pencitraan dengan penglihatan analitis, terutama pada Hutan 1941, Tukang Gali Sumur 1945, Wanita Tua Gelandangan 1945. Ruang trimatra, massa, volume, terang dan bayangan, sampai-sampai rinci anatomis sosok manusia, tergambar jelas. Mungkin dalam hal ini turut berperan bimbingan (1943-1944) pelukis Soebanto Soeryosoebandrio di Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan). Mochtar Apin tercatat juga bergaul dengan pelukis dari Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) yang dikenalnya sejak 1941, yang dalam bekerja lebih emosional daripada analitis - cenderung pada penglihatan sinkretis. Tusuk Konde 1947 dengan penyusutan rinci dan penyederhanaan sosok yang membawa kelembutan dan ketenangan, dan Chairil Anwar 1947 dengan goresan pastel yang keras dan meliuk-liuk berkobar, dapat dianggap sebagai sintesis dua jurus pencitraan pada Apin. Masuk ke Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar menyebabkan satu faktor lagi masuk ke dalam seni lukis Mochtar Apin. Pendidikan ini menyebabkan ia amat sadar akan segi sintaktis lukisan. Yaitu sadar akan struktur rupa akan unsur-unsur seperti garis, warna, raut, latar, sosok, format bidang gambar, serta hubungannya satu sama lain dalam keseluruhan bidang gambar. Melukis, memang, tetap dianggap membuat citra obyek. Tetapi lebih dari itu, melukis dipandang sebagai membuat gestak yang baik pada bidang dwimatra dengan menggunakan struktur geometris dan warna-warni terang dan rata. Pelajaran di Bandung ini dibawanya dari belajar ke Eropa. Lihat: Perahu-Perahu dengan Latar Belakang Gereja Veere Amsterdam 1952, terlebih Ibiza Spanyol 1953 memperlihatkan sosok-sosok obyek yang padat, tetapi juga penstrukturan geometris. Wanita dan Matahari 1957 yang datar, dengan garis-garis lurus, garis lengkung, dan lingkaran yang potong-memotong, serta warna-warna cerah. Karya-karya masa 60-an dalam pameran ini memperlihatkan upaya Mochtar Apin memecahkan ketegangan di antara kecenderungan yang kita catat: upaya mencapai sintesis. Perhatikan pentingnya pokok -- obyek yang dilukis - dan sosok yang pejal, juga struktur-struktur geometris yang tegas dan tertib sintaktis yan jelas. Misalnya dalam Yang Kasmaran 1968. Kadang samar karena "serbuan" rupa acak, seperti dalam Pantai Mediteranea 1960, Barcelona 1968. Pengantin 1968, dan Suasana Rindang 1969 yang berpihak pada kehangatan emosi dan pencerapan sinkretis, adalah hasil barik (tekstur) tebal yang tidak berstruktur, dan ketidaksengajaan: polesan atau palitan cepat, lelehan, percikan dan lain-lain. Barik tebal dan rupa acak itu tampaknya membawa Mochtar Apil ke percobaan baru, menempelkan sobekan yang rautnya tidak beraturan, seperti pada Batik Variant 1972 (I dan II). Memang, ia membuat juga Dua Wanita dengan Selendang 1972, yang manis dengan gans halus, penyederhanaan raut, dan warna merah dan kuning yang terang. Barik tebal dan tempelan, tentu saja, menyebabkan kita lebih memperhatikan bidang gambar alias permukaan kanvas. Maka, Mochtar Apin seperti merumuskan kembali masalahnya: bagaimana mendapat struktur geometris yang tegas dengan empertahankan keutuhan bidang kanvas, serta obyek nyata. Ia membuat raut segi empat yang terbagi oleh garis-garis yang berpotongan siku-siku, dengan warna kuning dan merah dan dikelilingi bidang biru dan hijau. Ia melihat bangunan dalam ruang (Bangunan 1974) lalu asyik menjajaki hubungan antarbidang raut (geometris sederhana), warna, dan asosiasi pikiran. Warna cemerlang tak selalu tampil ke depan, biru tidak selalu surut ke belakang, dan struktur geometris tanpa selalu abstrak. Inilah kesimpulan Ruang Merah dan Hijau 1976, Dinding Hijau 1976, PerspektifJalurJingga 1976, Langit Merah 1976, Pemandangan dengan Lipatan 1985, Bangunan di Pinggir Laut 1987. Mochtar Apin, tampaknya, tiba pada eksperimen-eksperimen pencerapan. Ia menyisihkan asosiasi, dan hanya bereksperimen dengan warna dan bidang. Lihat: Bidang Empat Warna 1976, Lukisan Kuning 1976, Biru Merah Hitam 1978, Positif-Positif 1987, Jalur 1988 (ada 5 lukisan, ditambah satu dari 1987). Karya masa 80-an dalam pameran ini menunjukkan perjalanan Mochtar Apin dalam seni rupa: idak menempuh garis lurus, melainkan berliku-liku. Misalnya, pada 1987 dan 1988, kita menemukan Batik Variant yang tentu saja dengan menerapkan geometri yang ketat dan warna-warna cemerlang yang rata. Pada 1987, satu seri Kaligrafi yang hanya memperlihatkan sapuan lebar, spontan, bertenaga, dengan beberapa sifat acak dan latar warna rata dan cemerlang. Pada tahun itu juga terdapat karya pencitraan, misalnya Tiduran di Pantai yang hemat coretan dan warna. Sejumlah karya grafis, cetak saring, menyajikan citra pesawat terbang, burung, dan pemandangan alam dengan abstraksi yang sangat lanjut dan warna rata cemerlang, bertarikh 1986. Masih ada beberapa contoh lagi. Karya-karya grafis Mochtar Apin dalam pameran ini tersaji sedikit dan sporadis (1946,1954,1964, 1975, 1986). Bekerja dalam dua media, lukis dan grafis, mungkin saJa antara dua macam karya itu terdapat kesejajaran ataupun silihpengaruh. Sayang, dalam pameran retrospektif ini kita tidak dapat mengamatinya. Kata pengantar katalog (ditulis oleh K.S.) bahkan mengetengahkan Mochtar Apin hanya sebagai pelukis - hal yang menyebabkan kita bertanya-tanya. Dalam memilih dan memandang masalah, cara memecahkannya perkembangan dialektis masalah dan pemecahan, di situ barangkali Mochtar Apin. Bukan dalam pertumbuhan dan pemekaran sebuah gaya. Sanento Yuliman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini