ADA yang dilakukan para seniman di Yogya. Pertengahan bulan lalu
Dewan Kesenian Yogyakarta terbentuk. Menjelang akhir bulan,
Musyawarah sesar Seni Rupawan Yogyakarta -- berlangsung dua
hari--dibuka. Dan berhasil membentuk Himpunan Seni Rupawan
Indonesia (HSRI) Yogyakarta denan pengurus antara lain Edhie
Soenarso, Amri Yahya dan Fadjar Sidik. Di hari yang sama dengan
pembukaan musyawarah, dibuka pula Pameran Besar Seni Rupa
Indonesia Yogyakarta. Sebelumnya, akhir Agustus, ada pameran
sekelompok seni rupawan .muda yang menyebut dirinya 'Kelompok
Kepribadian Apa'.
Semangat tinggi yang sebentar bisa lenyap, ataukah fasilitas
tiba-tiba berjatuhan di Yogya?
Tahun 1972, demam Dewan Kesenian (DK)--setelah DKI Jakarta
terbentuk. 1968--menyusup ke Yogya. Dan Yogya sempat membentuk
DKY-nya. Cuma kemudian tak terdengar beritanya--kecuali bahwa
dana bagi DKY tak ada.
Tapi Kamis pekan lalu, Setiyadi, Kepala Bidang Kesenian Kanwil
P&K DIY yang menjabat Ketua DKY bentukan 1972, kepada TEMPO
mengatakan lemda DIY setiap tahunnya mengeluarkan Rp 500 ribu
untuk DKY. Tak disebutkannya anggaran yang sudah dikeluarkan
sejak 1972 itu dipakai untuk apa saja. Yang sempat diuraikannya
adalah anggaran 1978 untuk biaya pementasan drama, musyawarah
lawak, penyelenggaraan sendratari. "Tapi yang paling banyak
untuk membeli piala karena diminta dari sana-sini," katanya.
Entah ketidakberesan DKY yang lahl terletak pada apanya, 18
September lalu telah dilantik DKY yang baru, dengan ketua sakdi
Sumanto. Menurut sakdi, yang baru ini sudah dijanjikan akan
mendapat uang dari Pemda. Tapi belum jelas berapa. Yang jelas DK
baru ini tentu membutuhkan anggaran rutin, karena anggotanya
dikabarkan akan mendapat gaji bulanan agar bisa bekerja secara
betul-betulan. Harap diingat, DKY lama tak memberi gaji sudah
berharap, DKY baru ini akan menunjang mereka dengan sejumlah
fasilitas. Soalnya, selama ini kegiatan kesenial entah yang
bernama pameran lukisan, pementasan drama atau diskusi, biayanya
selalu dikumpulkan dengan susah. Pertama berasal dari uang
mereka sendiri -- patungan. Misalnya Pameran Kelompok
Kepribadian Apa yang lalu, pesertanya ditarik Rp 7.500 per
orang. Yang banyak disebut-sebut sebagai yang sering menyumbang
kegiatan kesenian Yogya adalah Pangkowilhan II Widjojo Soejono.
Entah bagaimana asal mulanya, tapi Pangkowilhan sejak sebelum
Widjojo Soejono memang sudah sering menyumbang buat seniman
Yogya terutama yang muda.
Lebih Tegas
Bagi HSRI (Himpunan Seni Rupawan Indonesia), sudah jelas dari
mana duit akan masuk. Pertama, iuran anggota-yang besarnya
setiap bulan belum ditentukan. Kedua, sumbangan sana-sini
termasuk dari instansi pemerintah. segitu terbentuk pun HSRI
sudah punya modal. Sisa biaya penyelenggaraan musyawarah seni
rupawan, dan prosentase lukisan yang laku dalam Pameran Besar
Seni Rupa Yogyakarta.
Dibanding DKY, HRI seperti melangkah lebih tegas. Gebrakan
pertamanya berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp 3 juta, berasal
dari Pangkowilhan II, Badan Koordinator Kesenian Nasional
Indonesia, dan patungan para senimannya sendiri.
Khususnya untuk DKY, adaikata pun dana dari Pemda memang besar,
masih diragukan kemampuannya untuk membiayai kegiatan kesenian
yang panras. DKJ Jakarta sendiri, sebagai bandingan, mendapat
subsidi Pemda DKI sebesar Rp 115 juta setahun. Toh mereka tidak
akan mencantumkan semua acara yang diinginkan dalam program -
mengingat biaya. Karena itu sentilan pelukis Rusli baik juga
"Para seniman harus juga ingat kekuatan daerah." Dan tentunya
tak hanya soal fasilitas--tapi juga kualitas.
Musyawarah Dewan Kesenian se-Indonesia di Ujungpandang akhir
September lalu, juga dengan seru menghimbau Pemda-pemda agar
membantu senimannya. Wapres Adam Malik yang membuka musyawarah
pun mengatakan, kesenian bukan hanya urusan senimannya tapi juga
pemerintah dan masyarakat. Yang perlu memang, juga dalam bab
kesenian, bagaimana bertindak realisti --dan produktif, yah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini