Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dewan, himpunan dan dana

Pembentukan himpunan seni rupa indonesia (hsri), di yogyakarta, pengurusnya al: edhi soenarso, amri yahya dan fadjar sidik. dan masalah dana untuk kegiatan kesenian di daerah. (sr)

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang dilakukan para seniman di Yogya. Pertengahan bulan lalu Dewan Kesenian Yogyakarta terbentuk. Menjelang akhir bulan, Musyawarah sesar Seni Rupawan Yogyakarta -- berlangsung dua hari--dibuka. Dan berhasil membentuk Himpunan Seni Rupawan Indonesia (HSRI) Yogyakarta denan pengurus antara lain Edhie Soenarso, Amri Yahya dan Fadjar Sidik. Di hari yang sama dengan pembukaan musyawarah, dibuka pula Pameran Besar Seni Rupa Indonesia Yogyakarta. Sebelumnya, akhir Agustus, ada pameran sekelompok seni rupawan .muda yang menyebut dirinya 'Kelompok Kepribadian Apa'. Semangat tinggi yang sebentar bisa lenyap, ataukah fasilitas tiba-tiba berjatuhan di Yogya? Tahun 1972, demam Dewan Kesenian (DK)--setelah DKI Jakarta terbentuk. 1968--menyusup ke Yogya. Dan Yogya sempat membentuk DKY-nya. Cuma kemudian tak terdengar beritanya--kecuali bahwa dana bagi DKY tak ada. Tapi Kamis pekan lalu, Setiyadi, Kepala Bidang Kesenian Kanwil P&K DIY yang menjabat Ketua DKY bentukan 1972, kepada TEMPO mengatakan lemda DIY setiap tahunnya mengeluarkan Rp 500 ribu untuk DKY. Tak disebutkannya anggaran yang sudah dikeluarkan sejak 1972 itu dipakai untuk apa saja. Yang sempat diuraikannya adalah anggaran 1978 untuk biaya pementasan drama, musyawarah lawak, penyelenggaraan sendratari. "Tapi yang paling banyak untuk membeli piala karena diminta dari sana-sini," katanya. Entah ketidakberesan DKY yang lahl terletak pada apanya, 18 September lalu telah dilantik DKY yang baru, dengan ketua sakdi Sumanto. Menurut sakdi, yang baru ini sudah dijanjikan akan mendapat uang dari Pemda. Tapi belum jelas berapa. Yang jelas DK baru ini tentu membutuhkan anggaran rutin, karena anggotanya dikabarkan akan mendapat gaji bulanan agar bisa bekerja secara betul-betulan. Harap diingat, DKY lama tak memberi gaji sudah berharap, DKY baru ini akan menunjang mereka dengan sejumlah fasilitas. Soalnya, selama ini kegiatan kesenial entah yang bernama pameran lukisan, pementasan drama atau diskusi, biayanya selalu dikumpulkan dengan susah. Pertama berasal dari uang mereka sendiri -- patungan. Misalnya Pameran Kelompok Kepribadian Apa yang lalu, pesertanya ditarik Rp 7.500 per orang. Yang banyak disebut-sebut sebagai yang sering menyumbang kegiatan kesenian Yogya adalah Pangkowilhan II Widjojo Soejono. Entah bagaimana asal mulanya, tapi Pangkowilhan sejak sebelum Widjojo Soejono memang sudah sering menyumbang buat seniman Yogya terutama yang muda. Lebih Tegas Bagi HSRI (Himpunan Seni Rupawan Indonesia), sudah jelas dari mana duit akan masuk. Pertama, iuran anggota-yang besarnya setiap bulan belum ditentukan. Kedua, sumbangan sana-sini termasuk dari instansi pemerintah. segitu terbentuk pun HSRI sudah punya modal. Sisa biaya penyelenggaraan musyawarah seni rupawan, dan prosentase lukisan yang laku dalam Pameran Besar Seni Rupa Yogyakarta. Dibanding DKY, HRI seperti melangkah lebih tegas. Gebrakan pertamanya berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp 3 juta, berasal dari Pangkowilhan II, Badan Koordinator Kesenian Nasional Indonesia, dan patungan para senimannya sendiri. Khususnya untuk DKY, adaikata pun dana dari Pemda memang besar, masih diragukan kemampuannya untuk membiayai kegiatan kesenian yang panras. DKJ Jakarta sendiri, sebagai bandingan, mendapat subsidi Pemda DKI sebesar Rp 115 juta setahun. Toh mereka tidak akan mencantumkan semua acara yang diinginkan dalam program - mengingat biaya. Karena itu sentilan pelukis Rusli baik juga "Para seniman harus juga ingat kekuatan daerah." Dan tentunya tak hanya soal fasilitas--tapi juga kualitas. Musyawarah Dewan Kesenian se-Indonesia di Ujungpandang akhir September lalu, juga dengan seru menghimbau Pemda-pemda agar membantu senimannya. Wapres Adam Malik yang membuka musyawarah pun mengatakan, kesenian bukan hanya urusan senimannya tapi juga pemerintah dan masyarakat. Yang perlu memang, juga dalam bab kesenian, bagaimana bertindak realisti --dan produktif, yah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus