Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

DeWolff, Malang, Suatu Hari

Band rock DeWolff menggelar konser di Malang. Grup psychedelic blues asal Belanda itu memukau penonton.

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

DeWolff dalam konser di Gedung Kesenian Gajayana, Kota Malang, Jawa Timur,
Selasa, 12 Maret lalu. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Perbesar
DeWolff dalam konser di Gedung Kesenian Gajayana, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa, 12 Maret lalu. TEMPO/Aris Novia Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"SALAM satu jiwa!” teriak vokalis -DeWolff, Pablo Petrus Andreas van de Poel, menyapa ratusan penonton di Gedung Kesenian Gajayana, Malang, Jawa Timur, Selasa malam, 12 Maret lalu. Para penonton spontan menjawab: “Arema!” Sapaan khas bagi arek-arek Malang yang juga menjadi yel-yel suporter klub sepak bola Malang, Arema, yang diteriakkan Pablo itu berkumandang ketika band asal Belanda tersebut naik pentas dan membuka konsernya. Suasana di gedung berkapasitas 500 penonton itu riuh. Sejumlah penonton merangsek ke depan, memenuhi ruang kosong di muka panggung.

Malam itu, DeWolff—Pablo van de Poel (vokal, gitar), Luka Hendrikus Ramon van de Poel (drum), dan Robin Piso (kibor)—membuka konser gratis mereka dengan Big Talk, lagu dari album teranyar, Thrust (2018). DeWolff didirikan di Kota Geleen, Belanda, pada 2007. Ketiga “serigala muda” itu mengusung genre neo-psychedelic dan blues rock. Sebuah selera dan aliran musik yang sangat bernuansa rock 1970-an. Nuansa musik The Allman Brothers Band—grup asal Amerika Serikat dari 1960-an yang dikenal menyajikan southern rock, mencampurkan rock, blues, dengan psychedelic folk—terasa pada musik mereka. Bukan jenis irama ringan dan hip yang dikenal akrab telinga generasi milenial, melainkan suara-suara dari khazanah sejarah rock yang kaya.

Kedatangan DeWolff mengingatkan bahwa Belanda pada 1970-an juga memiliki sejumlah kelompok rock progresif dan blues besar yang diperhitungkan dunia, seperti Focus, Cuby + Blizzards, Shocking Blue, -Livin’ Blues, dan Golden Earring. Pada 1970-1980-an, kaset grup-grup ini, melalui label rekaman seperti Aquarius, Billboard, Team Record, dan Yess, beredar luas di Indonesia. Dan DeWolff seolah-olah meneruskan semangat blues dan psychedelic yang ditorehkan pendahulu mereka itu. DeWolff telah melahirkan enam album studio, yakni Strange Fruit and Undiscovered Plants, Orchards/Lupine, DeWolff IV, Grand Southern Electric, Live & Outta Sight, dan ROUX-GA-ROUX, serta satu album live. Sebagian besar album itu meraih sukses.

Semua lirik dalam album DeWolff berbahasa Inggris lantaran, menurut mereka, bahasa Belanda kurang menarik dan tak mudah dipahami. Karya lagu yang mereka lahirkan ditulis, dimainkan, dan dinyanyikan bersama di studio. “Kami membuat lirik bersama-sama,” kata Pablo dalam perbincangan menjelang konser. “Lagu-lagu kami bertema cinta, politik, dan fenomena sosial yang terjadi di dunia.”

Penampilan mereka di Indonesia ini merupakan yang pertama. Mereka datang atas prakarsa Erasmus Huis, pusat kebudayaan Belanda di Jakarta. Dalam konser di Kota Malang, mereka didukung Museum Musik Indonesia, Malang. Kota ini dipilih karena dikenal sebagai salah satu barometer musik rock di Indonesia pada 1970-1980-an. Dari Malang lahir musikus rock seperti Ian Antono, Abadi Soesman, Michael Merkelbach alias Micky Jaguar (almarhum), Sylvia Saartje, dan Totok Tewel. Pada era itu, para musikus rock Tanah Air dipastikan tak pernah melewatkan kesempatan tampil di depan publik musik cadas Malang.

TEMPO/Aris Novia Hidayat

“Dulu semua band rock papan atas Indonesia pasti pernah bermain di Gelanggang Olahraga Pulosari Malang,” ujar Hengky Herwanto, Ketua Museum Musik Indonesia. Menurut Hengky, penonton Malang akan mengapresiasi band yang tampil menarik. Sedangkan band yang dianggap kurang menarik akan dilempari. Karena itu, respons penonton di Malang menjadi salah satu indikator.

Pada 1980-an, Cockpit Band saat sedang jaya-jayanya dengan vokalis Freddy Tamaela- (almarhum) pernah menyajikan “Genesis Night” di Gelanggang Pulosari. Penonton Malang saat itu terus-menerus dengan passion tinggi mengumandangkan lagu-lagu Genesis bersama Freddy. Mereka rata-rata hafal lirik lagu Genesis.   

Dan, malam itu, Pablo cs boleh dibilang cukup piawai menaklukkan penonton Malang. Pablo mencoba berinteraksi dengan para penonton agar mereka turut bernyanyi. Dari atas panggung, dia meminta mereka mengangkat tangan dan berteriak, “Ho-ho-ho....” Setelah lagu ketiga, -Medicine, para penonton makin larut. Selama konser sekitar 1 jam 30 menit, DeWolff membawakan sebelas lagu. DeWolff menutup konser dengan kolaborasi bersama Vigil, musikus muda Malang, yang memainkan alat musik tradisional Dayak, sape. DeWolff mampu mengatur nada, irama, dan melodi dengan instrumen musik tradisional itu.

Saat itulah Pablo memanggil Remissa, grup rock asal Malang yang menjadi band pembuka konser DeWolff. DeWolff, Remissa,- dan Vigil menutup konser malam itu dengan lagu Bento milik Iwan Fals. Para penonton pun diajak bernyanyi bersama. Salah seorang penonton, M. Nashir, mengatakan tiap lagu DeWolff mampu mempengaruhi emosi penonton. Mereka tak menonjolkan kemampuan individu, tapi bergantian memberikan porsi yang sama. “Mereka mampu menghadirkan musik blues rock era 1970-an dengan apik,” ucap pencinta musik rock dan blues ini.

Pablo, pentolan DeWolff, mengaku suka tampil di Malang. Menurut Manajer Erasmus Huis Kedutaan Besar Kerajaan Belanda J.J.M. Joyce Nijssen, pihaknya berharap lawatan musik DeWolff memungkinkan koneksi musikus dari Indonesia dan Belanda. ”Potensi kerja sama kebudayaan terbuka luas,” ujarnya. Setelah pentas di Malang, Pablo menginginkan DeWolff bisa berkolaborasi dengan musikus tradisional Indonesia.

EKO WIDIANTO (MALANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus