Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selaku pemegang konsesi jalan tol Jombang-Mojokerto, kami berpendapat kalimat itu menimbulkan gambaran kurang baik dan merugikan kami.
Di lokasi tersebut, kami telah membangun overpass sebagai akses untuk warga. Overpass tersebut jaraknya hanya 20 kilometer dari underpass Kedungbetik II. Underpass (jalan kolong) itu hanya fasilitas tambahan. Ini terjadi karena permintaan warga diajukan saat overpass Desa Kedungbetik dan main road sudah terbangun sehingga kondisiNYA tidak memungkinkan untuk dibangun underpass sesuai dengan standar teknis.
Kami telah menjelaskan kondisi kepada perangkat desa dan perwakilan warga, tapi warga tetap mendesak. Karena itu, kami, konsultan dan kontraktor, atas sepengetahuan BPJT, membangun underpass tersebut dengan beberapa kondisi, antara lain hanya bisa dilewati pejalan kaki, sepeda, atau sepeda motor jika tidak sedang terendam air. Hal ini sudah kami komunikasikan dan disetujui warga setempat.
Anggoro Legowo
Direktur Teknik dan Operasi Marga Harjaya Infrastruktur
Credit Union dalam RUU Koperasi
SAAT ini sedang dibahas Rancangan Undang-Undang Koperasi pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Dalam draf tersebut sama sekali tidak disebut ihwal credit union sebagai salah satu bentuk koperasi simpan pinjam. Dibanding Undang-Undang Nomor 25, yang baru dalam draf peraturan tersebut adalah aturan tentang koperasi syariah (Pasal 1 ayat 2, Bab VIII, bagian kedua).
Koperasi credit union mempunyai kekhasan tersendiri dan eksis di seluruh dunia. Saat ini ada 89.026 credit union di 117 negara sejak 1818 dengan anggota 261 juta orang dan aset US$ 2.115.016.371.443. Di Indonesia, terdapat 857 credit union dengan 3.045.786 anggota dan aset Rp 31 triliun (2018) yang tersebar di semua provinsi. Credit union mempunyai jaringan di tingkat primer, sekunder, nasional, benua, dan dunia.
Mengingat eksistensi dan kontribusi credit union yang sangat nyata dalam pemberantasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan segala kerendahan hati kami mohon Dewan Perwakilan Rakyat dan eksekutif memasukkan frasa “credit union” dalam Undang-Undang Koperasi yang baru sebagai salah satu bentuk koperasi simpan pinjam. Jika tidak bisa di batang tubuh, frasa itu bisa dimasukkan ke penjelasan umum dan penjelasan pasal terkait.
Edi V. Petebang
Ketua Pusat Koperasi Kredit BKCU Kalimantan
Power Bank Hilang di Soekarno-Hatta
PADA 27 Februari 2019, saya hendak naik pesawat Garuda GA316 melalui Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Petugas di gerbang 3 meminta saya membuang bank daya atau power bank ke tempat sampah. Ketika saya hendak membuangnya di tong sampah limbah bahan berbahaya dan beracun, petugas melarang dengan nada tinggi. Sesuai dengan keinginannya, saya buang power bank itu di tong sampah biasa.
Karena mengatakan bahwa tempat itu bukan pembuangan yang benar, saya dibawa ke gerbang 5 sekitar pukul 12.30. Setelah itu, saya melapor ke petugas check-in di depan gerbang 4. Petugas membawa saya kembali ke gerbang 5, tapi power bank itu sudah tak ada. Petugas Garuda akhirnya menengahi dengan mengatakan power bank bisa saya ambil saat kembali ke Jakarta. Saya diminta menandatangani surat tanpa meterai yang intinya saya tidak akan memperpanjang urusan power bank ini.
Namun, ketika saya kembali, power bank itu hilang. Saya bertanya ke petugas di semua gerbang, tapi mereka mengatakan tak menerima titipan power bank. Petugas menyalahkan saya karena saya tak meminta surat tanda terima. Bagaimana standard operating procedure penitipan power bank? Apakah tidak ada formulir komplain di Terminal 3?
Tonny Darma Negara
Soal Aktivis Kampus
AKHIR-AKHIR ini muncul adagium “aktivis berani mati tapi takut lapar”. Stigma bahwa aktivis kampus sifatnya harus sama dengan aktivis 1998 harus dihapus atau ditinggalkan. Aktivis 1998 memang sering turun ke jalan karena itulah cara paling relevan untuk menumbangkan rezim otoriter. Sekarang banyak cara menyampaikan kritik.
Aktivis kampus masih terbelenggu kebudayaan lama. Secara tersirat, aktivis kampus masa kini mempunyai prinsip “menyusahkan orang senang”. Jika prinsip ini tetap dipegang, kehidupan aktivis hanya bergelut di bidang penolakan kebijakan terhadap pemangku kepentingan. Apalagi dalam tuntutan penolakan kebijakan kadang ada aktor eksternal yang mempunyai kepentingan. Artinya, masih ada aktor yang menyetir aktivis kampus dalam melakukan aksi. Kalau boleh dibilang, ada mini-oligarki yang bermain dalam mengendalikan aktivis kampus, tentu dengan reward yang telah dijanjikan.
Ada baiknya aktivis kampus mengubah cara kritik menjadi lebih santun. Salah satunya dengan menduduki jabatan penting di organisasi kampus atau unit kegiatan mahasiswa (UKM). Dengan begitu, upaya kontrol sosial lebih mudah. Misalnya di UKM kesenian dengan mengangkat kebudayaan lokal agar tetap eksis di tengah masuknya budaya asing. Atau di UKM olahraga dengan berusaha mencetak atlet profesional yang dapat bersaing di kancah nasional dan internasional.
Is’adur Rofiq
Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Jember
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo