ACARA musik melepas tahun 1977 diserahkan kepada OM Soneta
pimpinan Rhoma Irama dan God Bless pimpinan Ahmad Albar.
Berlangsung di Istora Senayan, 31 Desember yang lalu, atas
prakarsa Karang Taruna Pasar laru dan dikoordinir oleh
muda-mudi "Siliwangi". Acara itu bermula hendak dilepaskan di
gedung mewah Balai Silang. Tapi Haji Oma Irama tidak setuju.
"Fans kami yang menengah ke baah tidak akan menjangkau ruang
itu," kata Oma. Dengan harga karcis antara Rp 1.000 sampai Rp
5.000, toh Istora aku benar-benar bisa dipadatkan. Apalagi hujan
sudah gelisah-sejak sore, dan sampai tengah malam suasana basah
dan kuyu.
Waktu gong dibunyikan, Albar dan oma sama-sama naik panggung.
Ketua raja yang berbeda aliran ini saling bersalaman, diikuti
tepuk tangan gemuruh. Dua ekor merpati putih yang sejak tadi
dipegang kedua raja itu dilepaskan. Beberapa buah balon ikut
membubung. Kemudan salah seorang penonton mengulurkan uang
logam untuk mengundi siapa di antara keduanya wajib tampil lebih
dahulu. Ternyata Ahmad. Hadirin tepuk tangan gemuruh.
God Bress malam itu muncul dengan formasi yang sama dengan versi
TIM. Tapi mereka tidak membiarkan Donny terlalu banyak muncul.
Permainan solo dikurangi. Dengan peralatan yang berkekuatan
4.000 wat, Ahmad melepaskan lagu-lagu Carry On Wayward Son,
Silver, Spoon, She Passed Away, The Road, You Have It All--juga
hitnya, Neraka Jahanam. Lebih licin dari yang sudah mereka
kerjakan di TIM. Tapi dari arah belakang terdengar sorak
penonton: "Turun! Turun!" Maklumlah malam itu dua jenis musik
yang pada hakekatnya amat berbeda disatukan.
Jor-Joran
Rhoma tidak segera menggantikan Albar. Bagio dkk mengambil waktu
untuk menjual lelucon. Tapi lawakannya tidak laku. Tangan-tangan
jahil mulai mengganggu dengan lemparan, sehingga orang lucu itu
buru-buru menyudahi pertunjukan. Publik menghendaki Rhoma.
Mereka bertepuk tangan lebih seru. Kendati banyak orang
meremehkan Rhoma, ternyata ia benar-benar seorang super star
pribumi. Para penontonnya sangat fanatik.
Didahului denRan assalamualaikum, Oma yang barusan naik haji itu
tidak segera menyanyi, tapi kasih khotbah. Ini memang merknya
belakangan ini. "Bulan Maret nanti akan dilangsungkan sidang
umum MPR. 135 juta rakyat Indonesia berpadu untuk ikut
mensukseskannya," kata Rhoma. Lalu lagu 135 Juta memenuhi
Istora. Dengan dukungan Riswan, M. Natsir, Wempi, Popong, Yople,
Hadihoma telah meledakkan Orkes Melayu Soneta dengan kekuatan
6.000 wat. Jadi masih lebih dahsyat dari God Bless sendiri.
"Saya tidak mau mengecewakan pengagum saya," kata Rhoma.
Suasana jor-joran kekuatan ini mungkin disebabkan karena adanya
anggapan, bahwa rock dan dang-dut punya jarak lebar. Rhoma
mengaku, sebelum muncul di Istora ia banyak menerima surat dari
penggemarnya, yang membekali doa-doa agar tangguh menghadapi
duel dengan musik rock. Lucu juga, bagaimana dang-dut yang
sebelumnya kita dengar sebagai musik yang hangat tapi santai,
jadi ikut mendebur-debur. "Ini kan malam untuk menetralisir, dan
kami telah mencapai kata sepakat," kata Rhoma yang rupanya sama
sekali tidak merasa perlu minder menghadapi musik yang bernama
rock itu.
Rhoma memilih lagu-lagu seperti Pemarah, Kiamat, Jakarta. Pada
giliran lagu Banyak Jalan Ke Roma - ia terlebih dahulu
berkotbah. Ini mungkin saja warisan masa kampanye, dan kini
menjadi salah satu ciri Rhoma yang lain. "Bekerjalah untuk
kebahagiaan dunia kamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan
bekerjalah untuk kebahagiaan akherat kamu seakan-akan kamu akan
mati besok." Dari kotbah ini walhasil esoknya datang seorang
Cina ke rumah Rhoma, menyatakan salut atas lagu-lagu dan kotbah
Rhoma.
Berbeda dengan God Bless, sambutan publik pada Rhoma tidak
terbatas pada keplok tangan. Mereka bangkit untuk ikut berjoget.
Apalagi Orkes Melayu Soneta ini ditopang oleh sepasang suara
cewek Tatik Hartati dan Rita Sugiarto yang terdengar nyaring
dan manja. Suit panjang meluncur dari mulut di seeala penjuru
ruangan. Keinginan untuk turun berjoget hampir saja bikin repot.
Untung pihak keamanan yang kelihatannya selalu siap cepat
menghalau mereka. "Sayang," ujar beberapa penonton sambil
menunjuk penjaga-penjaga yang berseragam.
Akhir duel persahabatan itu, Rhoma dan Albar berangkulan. Kedua
raja tak bermahkota ini mendapat kembang dari sejumlah gadis
yang berpakaian putih-putih. Albar langsung membawa kembang itu
turun untuk mengalungkannya pada seorang penonton. Sedangkan
Rhoma cukup melemparkan dari atas panggung. Kemudian keduanya
nyanyi bersama. Rhoma tampak tidak bisa menguasai lagu leraka
Jahanam Albar. Tapi sebaliknya Albar kelihatan bisa mendampingi
Rhoma menyanyikan Begadang Pukul 23.00 acara ditutup. Gong
dibunyikan. Balon dilepas, sang saka dikebut-kebut. Sisa-sisa
tahun 1977 mulai meninggalkan Senayan. Kedua biduan itu
meninggalkan gedung. Fans mereka masih ngotot untuk dihibur,
tapi acara sudah selesai. Salah seorang sempat merangkul Albar,
mencium kedua pipinya. Untung saja Albar melengoskan muka, kalau
tidak ia akan mendapat kenang-kenangan paling mesra dari orang
yang satu jenis kelamin. Sementara penonton yang lain berteriak:
"Hidup Oma Irama!"
Di luar gedung, seorang pemuda yang tak sempat masuk, terpukau
menyaksikan segalanya. Langit masih murung. Hari sudah jauh
malam. Ia berkata: "Tahun ini tak ada orang yang berniat
menghibur rakyat, habis harga karcis hiburan terlalu mahal."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini