SEKITAR PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA
Oleh: A.H. Nasution
Penerbit: Angkasa, Bandung (dua jilid), 1977.
SUDAH banyak tulisan-tulisan yang diterbitkan mengenai
perang kemerdekaan Indonesia. Ada karya-karya yang menguraikan
aspek diplomasinya saja. Ini memang tidak salah. Diplomasi bisa
menjadi saluran untuk penyelesaian suatu peperangan, dan dalam
perang kemerdekaan kita hal ini memang dilakukan.
Selain itu ada pula karya-karya yang hanya menekankan segi
pertempuran-pertempurannya saja. Kemudian ada pula karya-karya
yang membeberkan beberapa peristiwa politik yang penting dalam
masa itu. Berbeda dengan itu semua, karya dari Dr. Nasution
mencoba mencari suatu makna pokok dari perang kemerdekaan
Indonesia.
Sedemikian pentingnya tema pokok tersebut sehingga dalam
halaman-halaman pertama dari jilid pertama, penulis melangkah ke
dalam metahistoy dengan mengajukan suatu pengandaian. Ini yang
sering dikenal dengan nama the if of history, atau kemungkinan
lain dari apa yang sesungguhnya telah terjadi. Diperlihatkan
bahwa andaikan pada saat-saat pertama setelah proklamasi
keseluruhan potensi perjuangan bersenjata bangsa Indonesia
dikerahkan untuk menghadapi penjajah, maka mungkin jalannya
perang kemerdekaan akan lain. Potensi itu ada, dan merata di
segenap lapisan masyarakat, berupa bekas Peta, Heiho, Gyugun,
dan lain-lain yang pernah dilatih oleh Jepang untuk
maksud-maksud perang mereka.
Gejolak
Jilid pertama (Agustus-September 1945), yang berjudul
"Proklamasi", merupakan penyempurnaan dari karya lainnya dari
penulis yang sama (TNI, jilid pertama). Tambahan yang penting
adalah bagian yang dinamakan "Gejolak Semangat dan Jiwa 45". Di
sini nampak bahwa di seluruh Indonesia muncul aksilesi,
pertempuran-pertempuran, dan usaha-usaha melawan Jepang untuk
monogakkan sang merah putih yang menjadi lambang kemerdekaan
itu. Bukan saja di kota-kota tetapi juga di pelosok-pelosok
hal ini terjadi. Malah juga di daerah Indonesia Timur yang dalam
bulan-bulan berikutnya dapat direbut kembali oleh pihak Belanda.
Jilid kedua (Oktober 1945 - awal 1946) berkisar pada dua hal.
Pertama, usaha-usaha pemerintah Syahrir dalam bidang diplomasi
dan kedua, kelanjutan dari pertempuran-pertempuran tersebut yang
telah meluas melawan Sekutu. Ini pun merupakan bagian yang
menarik karena tidak ada daram buku-buku lain yang membahas
periode yang sama. Dalam jilid ini kita dapat menyaksikan bahwa
pada saat-saat tersebut, belum ada kesepaatan mengenai strategi
perjoangan. Apakah yang terbaik adalah diplomasi atau yang lebih
menguntungkan adalah bertempur? Judul jilid ini pun mencermjnkan
dualisme: "Diplomasi atau Bertempur".
Yang menarik dalam jilid kedua adalah kutipan-kutipan verbatem
dari dokumen-dokumen otentik yang dikeluarkan pemerintah
mengenai politik diplomasinya. Bagian ini bisa melengkapi Java
in a Time of Revolution yang ditulis oleh Ben Anderson. Buku
yang terakhir ini melukiskan percaturan politik dalam periode
yang sama untuk memudahkan diplomasi dongan pihak Belanda.
Kemerdekaan Indonesia sudah tentu mempunyai segi-segi negatifnya
juga. Salah satunya adalah apa yang dinarnakan "revolusi
sosial". Kasus-kasus yang dibahas adalah Aceh, Sumatera Timur,
Banten, Jakarta, Bogor, Pekalongan, dan Surakarta. Di
dareah-daerah itu ada usaha-usaha dari pelbagai pihak untuk
nlenggulingkan pemerintah daerah yang syah. Perlu ditambahkan
bahwa sebenarnya proses kejadian-kejadian ini lebih rumit
daripada apa yang lisajikan. Ambillah kasus Sumatera Timur. Di
sana yang menonjol adalah tokoh-tokoh yang kemudian ternyata
adalah anggota-anggota PKI. Merekalah yang menjadi faktor utama
dalam pergolakan di sana. Kemudian golongan-golongan politik
lainnya turut serta pula. TKR pada saat itu bertindak sebagai
juru damai agar pertumpahan darah tidak berlarut-larut.
Istilah "Revolusi"
Dari segi metodologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama-tama segi yang positif. Khususnya ke-8 nama yang
dicantumkan dalam daftar sumber sebagai orang-orang yang
diwawancarai atau yang dimintakan keterangan tertulisnya adalah
hal yang menggembirakan. Ini menunjukkan adanya usaha yang
serius untuk mengumpulkan fakta-fakta. Kemudian segi negatifnya.
Istilah "revolusi" sebaiknya dipakai dengan hati-hati. Dalam
peristilahan historiografis istilah ini sedikit banyaknya sudah
mempunyai makna yang tertentu. Dipakai dalam sejarah Indonesia
istilah ini mendapat warna yang khusus pula, terutama bagi
periode perang kemerdekaan.
Perlu pula diperhatikan bahwa naskah untuk buku ini ditulis
dalam tahun tahun 1952 - 1955,- tatkala penulisnya sedang
"bebas-tugas" setelah "peristiwa 17 Oktober 1952". Ini nampak
sekali dalam teks, terutama bagian-bagian yang menceritakan
masalah-masalah yang belum selesai prosesnya pada waktu
penulisan (masalah Irian Jaya umpamanya). Untunglah ada suatu
team-ahli yang membantu dengan catatan-catatan bawah yang
memberi keterangan pendek. Juga daftar indeks yang baik itu
mungkin dibuat oleh team tersebut.
Segi lainnya yang menarik adalah "involvement" dari penulis
dalam pelbagai peristiwa, terutama di Jawa Barat. Malah penulis
menggunakan kata-kata "saya" dan "kami" dalam kalimat-kalimat
tertentu. Dengan demikian subyektifitas penulis sangat nampak
dalam kisah mengenai peristiwa-peristiwa itu.
Buku ini sesungguhnya ditulis untuk kawan-kawan sejawat dari
penulisnya. Tetapi tidak ada salahnya bila khalayak ramai juga
mempergunakannya. Cara pengupasan yang lancar, dan malah
subyektif, membuat buku Ini tidak mombosankan.
R.Z. Leirissa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini