Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Duka armenia

Gempa tektonik melanda negara bagian armenia di uni soviet. menelan korban jiwa hampir 100 ribu meninggal, banyak bangunan runtuh. di kota spitak, leninakan, kirovakan, gedung bertingkat hancur.

31 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAPETAKA tanpa "hallo" itu datang mengguncang Armenia. Itu tiga pekan lalu, ketika kegiatan sehari-hari mulai. Para buruh dan pegawai baru saja masuk kerja. Ibu-ibu belanja di pasar untuk menyiapkan makan siang keluarga. Pagi itu, murid-murid juga sedang tekun belajar di sekolah mereka. Genjotan itu tak sampai lima menit, tapi menghancurkan kawasan luas Republik Sosialis Armenia, di Pegunungan Kaukasus. Gempa tektonik di negara bagian ke-13 (terkecil) di selatan Soviet itu menelan korban jiwa hampir 100 ribu, sementara angka resmi dari pemerintah adalah 60.000 jiwa. Di Kota Spitak, Leninakan, Kirovakan, gedung bertingkat menjadi puing dan kuburan masal. Sebagian besar rumah sakit hancur, 8 taman kanak-kanak berubah jadi bongkahan batu dan kerangka baja. Hampir setengah juta keluarga kehilangan rumah, tetapi 18.000 orang segera dirawat di rumah sakit. Dan karena tidak tersedia sarana, lalu mereka terpaksa dikirim ke Yerevan dan kota yang jauh di utara, ke Moskow, Kiev, Leningrad. Kiranya, bencana Armenia itu timpa-bertimpa. Gempa 6,9 skala Richter itu terjadi di saat sengketa etnis dan kawasan dengan negara bagian setetangga, Azerbeijan, semakin merebak. Dan kini, di tengah duka itu masih ada orang yang tega menjarah sisa harta para korban yang sedang diselamatkan. Belum lagi usaha penyelamatan yang lamban. "Koordinasinya kacau dan brengsek," kata Paul Newton, sukarelawan dari Inggris. Para penolong juga diraih bencana. Pesawat AN-12 Yugoslavia dan Ilyushin-79 Soviet yang mengangkut 78 pasukan penolong, obat-obatan, dan bahan bantuan lainnya hancur berkeping pada saat turun mendarat di lapangan terbang Yerevan yang berkabut. "Apa yang saya lihat selama dua hari ini suatu malapetaka dahsyat, dan itu di luar kemampuan manusia menanggungkannya," kata Mikhail Gorbachev. Dia buru-buru pulang dari lawatannya ke Amerika dan membatalkan kunjungannya ke Kuba dan Inggris. Penderitaan di Soviet itu ternyata menyentuh hati banyak orang di seluruh dunia. Bantuan berdatangan, bahkan dari negara yang selama ini bersengketa karena masalah perbatasan dan perbedaan ideologi. Misalnya Cina, yang bertikai sejak 3 dasawarsa lalu itu, menawarkan berbagai bentuk bantuan. Seorang milyuner Amerika Serikat menyumbang 1 juta dolar, plus bantuan 3,2 juta dolar dari pemerintah, dan swasta. Seluruh sumbangan yang mencapai 26,1 juta dolar, termasuk 100.000 dolar AS dari Indonesia. Tapi uluran simpati dari kawan maupun lawan itu sebagai hikmah pula. Sengketa lama kiranya perlu segera dibenam. Bahwa planet ini semakin kecil, dan umat manusia sebenarnya memang saling membutuhkan. Burhan Piliang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus