Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEROMBONGAN perempuan terlihat mendatangi booth 3C13, yang merupakan stan yang ditempati ROH Projects, dalam Art Basel Hong Kong di Hong Kong Convention and Exhibition Centre. Rombongan ini mendapat penjelasan dari seorang pemandu dan kemudian mereka berbincang dengan Taufan, manajer galeri. Pengunjung lain juga terus mengalir. Salah satunya pendiri Museum MACAN, Haryanto Adikoesoemo, beserta Direktur MACAN Aaron Seto. Segera saja pendiri ROH Projects, Laksamana “Junior” Tirtadji, menyambut sang tamu. Haryanto lalu melihat karya Syaiful Garibaldi dan karya seniman lain. “Ini semua karya seniman Indonesia, Pak,” ujar Jun—panggilan akrab Laksamana—kepada Haryanto. Mereka berbincang sejenak dan sang tamu berpamitan.
Raut wajah Jun terlihat lelah, tapi ia tetap ramah dan tersenyum saat meladeni setiap tamu yang datang. Ia dibantu Taufan, manajer galeri, dan Bagus Pandega, seniman ROH Projects. Mereka menempati booth yang posisinya termasuk agak pinggir di hall, tapi lorong di blok ini cukup padat pengunjungnya. “Lorong blok ini termasuk ramai. Bahkan tadi sempat macet saking banyaknya pengunjung,” ucap Bagus kepada Tempo saat ditemui pada Kamis, 28 Maret lalu. Bagus termasuk seniman yang beruntung bisa menembus bursa Art Basel. ROH Projects membawa dia sejak mereka berpartisipasi pada tahun kedua Art Basel Hong Kong.
ROH Projects konsisten mengikuti bursa seni di Hong Kong ini sejak 2013. Galeri ini memasarkan karya seniman muda seperti Arin Dwihartanto Sunaryo, Bagus Pandega, Faisal Habibi, Syagini Ratna Wulan, Syaiful Garibaldi, Aditya Novali, dan Uji Handoko Eko Saputro. Karya Aditya Novali, berupa empat lukisan pada mika dan kanvas yang bisa dibolak-balik, banyak menarik perhatian pengunjung. Mereka terlihat berdatangan mengamati karya-karya yang dipajang. “Kami masih terus belajar sampai sekarang. Kami belajar agar terus konsisten,” ujar Jun saat ditemui di stannya.
Jun mengatakan untuk masuk ke Art Basel dengan kontinu cukup susah. Namun ia beruntung mampu memenuhi ketentuan panitia. “Memang seleksi galeri kan ketat untuk kualifikasi dan kualitas karya yang dibawa. Saya beruntung kenal baik juga dengan Marc (Spiegler, Direktur Global Art Basel). Dia mentor saya,” tutur Jun. Beberapa orang datang menyapa Jun dan berbincang akrab.
Selain ROH Projects, galeri dari Indonesia yang cukup aktif ikut adalah Nadi Gallery. Pada awal Art Basel diselenggarakan, tercatat Edwin’s Gallery dan Galeri Cana hadir. Tak mudah untuk menembus bursa seni di Art Basel. Menurut seniman Eddie Hara, panitia punya standar seleksi terhadap galeri dan karya senimannya. “Ada banyak galeri di Asia yang mampu bayar. Tapi, ketika diseleksi, kualitas karya dan senimannya tidak masuk,” ujarnya. Pemilik Nadi Gallery, Biantoro Santoso, mengatakan tak tahu pasti standarnya. Menurut dia, meski sejak awal ikut, setiap tahun galerinya harus mengirimkan proposal.
Nadi Gallery cukup konsisten sejak awal mengikuti Art Basel Hong Kong. Mereka membawa 17 karya dari Agus Suwage, Handiwirman, Eddie Hara, Yusra Martunus, dan Samsul Arifin. Selama mereka mengikuti acara ini, pernah suatu ketika karya dari senimannya terjual. “Sangat terkesan ketika karya seniman yang saya bawa laku. Tidak semua, tapi setiap seniman satu,” katanya.
Biantoro mengaku cukup susah menebak selera pasar. Ia mencontohkan bisa jadi tahun ini karya si A laku, lalu tahun berikutnya tidak. Menurut dia, memang galeri harus pintar-pintar menampilkan karya senimannya. Melalui pesan aplikasi, Biyanto mengabarkan berita yang cukup menyenangkan. “Ya, lumayanlah, tapi sepertinya tahun ini kolektor Indonesia yang datang lebih sedikit.” Biyanto menilai antusiasme pengunjung atau pembeli masih sama. “Western art lebih hot sepertinya,” ujarnya.
Bagi seniman senior seperti Eddie Hara, Art Basel cukup penting. Bursa seni ini menjadi pasar yang potensial dengan standar yang ketat. Ia melihat Art Basel juga mempunyai berbagai kelompok pembeli dengan beragam karya. “Saya senang di sini ada kelompok yang memang suka instalasi dan karya media baru. Perorangan, bukan institusi atau museum,” katanya.
Eddie menambahkan, publik yang luas dari berbagai kawasan bertemu di Art Basel dan mengharapkan bisa melihat serta membeli karya seniman Asia. “Melihat pasar itu, saya senang. Sepertinya ada efek juga ketika Ruangrupa menjadi kurator Dokumenta. Pengunjung ingin tahu juga karya dari Indonesia.”
DIAN YULIASTUTI (HONG KONG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo