Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLASTIK itu perlahan membesar di bagian belakang panggung. Tanpa suara, tak kentara, plastik itu menjelma menjadi sosok seperti hewan berkaki empat, mungkin domba, mungkin anjing. Sosok itu membesar hingga hampir menyentuh langit-langit di atas panggung. Penonton—banyak anak-anak—baru menyadari keberadaan sosok itu saat sudah tegak sempurna. "Itu apaan?" tanya para penonton cilik sambil menunjuk-nunjuk.
Pertanyaan sederhana itu tak hanya dilontarkan anak-anak, tapi dapat dipastikan juga muncul di kepala penonton dewasa yang hadir dalam pentas The Assembly of Animals di Teater Salihara, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu. Penampil adalah Tim Spooner, seniman visual asal Inggris, yang dibantu Natacha Poledica dan Marty Langthorne. Mengenakan kostum hitam-hitam sederhana, tiga orang ini menyajikan "teater boneka" yang membuat kening bekernyit.
Spooner dan dua rekannya lebih bertindak sebagai operator, bukan performer apalagi dalang. Panggung ditutupi serangkaian tirai merah di bawah sorotan cahaya merah yang redup. Ketika tirai paling depan dibuka, tampak sebuah meja besi yang terhubung dengan kabel-kabel. Meja itu dilengkapi motor kecil hingga dapat bergetar dalam bunyi dengung ritmis. Boneka dari kawat dan busa berbentuk binatang berkaki empat (kita sebut saja domba) sepanjang satu jengkal, lalu ditaruh Spooner di atas meja getar itu. Getaran meja membuat domba bergerak dalam pola yang tak terprediksi.
Selanjutnya, tirai-tirai lain dibuka satu per satu. Kerumitan peralatan di atas meja di balik tirai makin lama makin meningkat. Ada alat peniup yang mengembuskan udara, ada magnet, rangkaian pipa, tube berisi cairan yang berpendar dalam warna neon, dan seterusnya. Spooner dan asistennya berganti-ganti menempatkan boneka domba di antara alat-alat itu. Domba kadang bergerak dengan goyah, berputar-putar, hingga terpental dari meja.
Obyek domba yang digunakan tidak hanya satu. Ada domba sebesar telapak tangan, domba yang kakinya sangat panjang, domba yang hanya tulang, dan domba raksasa dari plastik ringan yang membesar karena diisi udara. Tiap sosok ini memberi respons berbeda ketika dikenai gaya. Bagian paling menarik adalah ketika sebuah meja ternyata menjadi rangka hewan berkaki empat yang bisa bergerak. Mengagetkan.
Selama 30 menit pertunjukan, penonton dibuat bertanya-tanya apa lagi yang akan terjadi pada domba-domba itu. Tak ada jalan cerita, tapi ada teknik-teknik baru yang dimunculkan seiring dengan jalannya pertunjukan. Menonton pentas ini seperti mengintip sebuah laboratorium fisika tempat ilmuwan menguliti berbagai materi dan gaya. Bedanya, laboratorium ini ditata artistik dengan tata cahaya yang menimbulkan kesan magis.
Spooner menyebut pertunjukannya sebuah eksperimen abstrak. Dia menggunakan beragam teknik dan gaya fisika untuk melihat bagaimana sebuah benda merespons gaya. "Hal paling penting adalah kami sebagai performer tidak memiliki kendali atas obyek binatang ini. Kami hanya mengesetnya lalu obyek ini akan melakukan hal-hal sendiri," kata Spooner.
Setiap obyek dan mesin dibuat dengan tangan dan dirancang sendiri oleh Spooner. Obyek hewan yang digunakan dibuat dari bahan yang selembut dan serapuh mungkin, seperti busa dan kawat tipis, agar dapat bereaksi maksimal pada gaya sekecil apa pun.
Ia pertama kali membuat The Assembly of Animals sekitar satu setengah tahun lalu dan terus menambahkan mekanisme baru dalam setiap pertunjukan. "Dari setiap pertunjukan, saya terus menemukan berbagai hal baru yang dapat dieksplorasi dari sebuah materi," ujarnya.
Pada akhir pertunjukan, Spooner mempersilakan audiens mendekat ke panggung dan menyentuh sendiri berbagai benda dan perangkat yang digunakan. Anak-anak dengan antusias mengamati beragam peralatan yang mendengung, bergetar, meniupkan udara, dan memercikkan air yang tersaji di pentas. "Senang tapi bingung," kata Keysya Nur Asya, siswi kelas I sekolah dasar, yang menonton pertunjukan Spooner.
Sebelum bereksperimen dengan mekanisme fisika, Spooner pernah membuat pentas The Telescope, yang menampilkan lanskap benda-benda di bawah kamera mikroskop. Dia juga pernah bermain dengan suara dalam pertunjukan Subliming Furiously. Eksperimen yang biasanya dijabarkan dalam bentuk rangkaian rumus fisika dengan macam-macam simbol dipecahnya menjadi pertunjukan yang dapat dinikmati dan lebih mudah dicerna.
Sains sebenarnya bukan ilmu yang dikuasai Spooner. Ia lulusan Wimbledon College of Art, London, di bidang kostum dan set pertunjukan. Walau begitu, ilmu pengetahuan mempesonanya. "Ada sensasi dari mengungkap apa sebenarnya di balik materi dan mekanisme."
Untuk membantu penonton lebih memahami apa yang dilakukannya di atas pentas, Spooner juga menyediakan diri untuk memberikan workshop. Sehari setelah pertunjukannya, belasan anak mengikuti bengkel kerja tempat Spooner mengajak mereka membuat obyek hewan dari benda sehari-hari. Obyek ciptaan peserta workshop kemudian ditaruh di atas meja getar. Bentuk obyek yang berbeda menunjukkan reaksi berbeda ketika diberi getaran. "Ini adalah cara lain memahami ilmu pengetahuan," ucap Spooner.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo