Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ensemble untuk Mas Slamet

Kelompok Ensemble Multilatérale asal Prancis bermain di Jakarta. Ingin menunjukkan sumbangan komponis Asia terhadap khazanah musik kontemporer Eropa.

21 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA lagu keenam dimainkan. Sebuah komposisi karya mendiang Slamet Abdul Sjukur (almarhum) yang berjudul The Source, Where the Sound Returns. Komposisi itu dimainkan tiga orang: Pablo Tognan (cello), Gaëlle Burgelin (klarinet), dan Lisa Baudion (piano). Lagu itu, terlebih bagi yang tak terbiasa mendengar musik kontemporer, terdengar janggal, dingin, dan nir-emosi.

Di tengah-tengah lagu, Tognan mengangkat bow. Stik penggesek dawai yang temalinya terbuat dari buntut kuda itu dikebas-kebaskan ke udara. Stik cello ia perlakukan layaknya raket badminton. Dan Tognan, di bagian itu, terlihat seperti jagoan bulu tangkis tatkala menghajar kok badminton dengan hantaman smes yang keras. Ssrettt... Ssrettt... demikian suara yang muncul saat bow Tognan beradu dengan udara.

"Memang yang tertulis di partitur seperti itu. Ada bagian di mana saya memukulkan bow ke udara," kata Tognan seusai pentas, 14 Maret lalu. Tognan adalah satu dari tujuh musikus Ensemble Multilatérale yang berpentas di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Senin pekan lalu. Empat musikus lain yang belum disebut adalah Matteo Cesari (flute), Laurence Meisterlin (perkusi), Pieter Jansen (biola), dan Léo Warynski (konduktor).

Di Jakarta, mereka memainkan repertoar "Hiduplah Slamet Abdul Sjukur", yang berisi delapan komposisi, tiga di antaranya karya Slamet. Warynski, pemimpin Ensemble, mengatakan mereka sengaja memperbanyak karya Slamet di dalam repertoar. "Kami menyesuaikan dengan tempat di mana kami pentas," ujarnya.

Karya Slamet yang dimainkan malam itu, di samping The Source, Where the Sound Returns, adalah Jawara dan Suwung. Jawara menampilkan solo perkusi oleh Meisterlin, sementara Suwung solo klarinet oleh Burgelin. Ensemble yang berasal dari Prancis ini memilih Slamet karena sang komponis juga pernah belajar 14 tahun di Prancis.

Menurut Warynski, Slamet berkontribusi pada khazanah musik kontemporer Eropa, khususnya Prancis, dengan membawa unsur-unsur "Asiatik". Komponis dari Asia, kata Warynski, tak pernah lupa akan akar musikalnya bahkan ketika mereka membuat komposisi kontemporer sekalipun. Mereka memperkaya khazanah kontemporer Eropa dengan membawa bebunyian baru. Slamet, misalnya, turut menyertakan bunyi gamelan dan angklung dalam komposisinya.

"Mereka seolah-olah melanjutkan kerja Claude Debussy, yang banyak menyertakan bunyi instrumen tradisional dalam komposisi," ujar Warynski.

Selain soal bunyi-bunyi baru, unsur Asiatik membawa pengaruh yang lain. "Mereka membuat improvisasi jadi suatu hal yang mungkin," tutur Warynski. Berimprovisasi bagi komponis yang berakar pada musik klasik Barat bisa dibilang agak haram dilakukan. Musik kontemporer Prancis pun, kata dia, juga berakar pada klasik Barat. "Bagi kami, yang dimainkan di atas panggung harus sesuai dengan yang tertulis di partitur," ucapnya.

Pada repertoar malam itu, setidaknya ada tiga komposisi yang membebaskan pemain untuk berimprovisasi, dua di antaranya milik Slamet, yakni Jawara dan Suwung. Satu lagi adalah Autour de Moi karya komponis Singapura, Diana Soh. Isi komposisi Jawara adalah solo perkusi. Di hadapan Meisterlin, si pemain perkusi, ada banyak alat tetabuhan lintas akar lintas benua. Ada potongan gamelan, ada tabla dari India, xylophone, bas drum, dan bar chime. Ada kalanya ia bermain dengan terus melihat partitur, tapi ada kalanya ia membelakangi transkrip. Misalnya pada bagian cymbal, cara memukul-mukulnya sangat janggal.

Lewat lagu-lagu itu, Ensemble Multilatérale menggelar tur Asia. Mereka berkeliling Singapura, Indonesia, dan Taiwan. Kelompok itu mencoba keluar dari kebakuan musik kontemporer Eropa. "Di lagu-lagu itu kami berimprovisasi," kata Warynski. "Itu adalah sesuatu yang sangat jarang kami lakukan."

Ananda Badudu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus