Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sang Primadona Terakhir

21 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratnawati menyambut ramah ketika Tempo bertandang ke rumahnya di bilangan Kenjeran, Surabaya. "Silakan masuk," katanya. Di usianya yang menginjak 72 tahun, mantan primadona wayang orang Ang Hien Hoo ini masih tampak bugar. Jalannya tegap. Guratan wajahnya masih terlihat segar dan cantik.

Tutur katanya juga masih terdengar begitu jelas ketika Ratnawati bercerita tentang awal dia menjadi pemain kelompok wayang orang Ang Hien Hoo. Pada 1958, saat ia berusia 14 tahun dan tinggal bersama orang tuanya di Malang, ibunya mengajak Ratnawati menonton latihan wayang orang di Klenteng Ang Hien Hoo. "Saya langsung tertarik waktu itu," ujarnya.

Ibunya kemudian memanggil guru privat dari Ang Hien Hoo, Suprapto, untuk mengajari Ratnawati menjadi pemain wayang orang. Suprapto juga melatih Ratnawati dengan berbagai tarian, di antaranya Serimpi dan Klono Topeng. "Saat itu Pak Prapto mengatakan saya cocoknya memerankan pemain perempuan dalam wayang orang," katanya.

Setelah beberapa bulan melatih secara privat, Suprapto mendorong Ratnawati ikut bergabung dengan Ang Hien Hoo. "Sewaktu pertama pentas, saya sempat kaget dan grogi," ujarnya. "Saya tidak yakin karena baru latihan beberapa bulan saja. Tapi Pak Prapto meyakinkan saya."

Jadilah Ratnawati sebagai pemain tetap di wayang orang Ang Hien Hoo. Ia berlatih bersama kelompok wayang orang itu di Klenteng Ang Hien Hoo Panca Budhi, Malang, setiap Sabtu, mulai pukul 19.00 hingga 23.00. "Kalau pentas sudah dekat, latihan bisa seminggu dua kali," katanya.

Bersama wayang orang Ang Hien Hoo, Ratnawati ikut pentas keliling ke sejumlah kota di Jawa, dari Surabaya, Tulungagung, Kediri, hingga ke Solo. "Kami biasanya naik bus atau kereta kalau mendapat undangan pentas," ucap lulusan sekolah menengah atas ini.

Perlahan-lahan Ratnawati menjadi primadona Ang Hien Hoo. Kelompok wayang itu pun kemudian mempunyai dua primadona, yakni Ratna Djuwita (Nelly Ie) dan Ratnawati (Melly Oei). Ratna Djuwita meninggal pada 2013.

Pada 1960-an, bersama Ratna Djuwita, ia bertemu khusus dengan Presiden Sukarno di Istana Negara, Jakarta. Mereka berdua diminta Bung Karno memainkan adegan Minak Jinggo Dayun. "Saat itu malam hari kemerdekaan Indonesia. Saya sangat terkesan," ujarnya.

Saat di Istana, Ratnawati juga bertemu dengan anak-anak Bung Karno, seperti Megawati, Rachmawati, dan Sukmawati. "Kalau tanggal 17 Agustus, anak-anak Presiden Sukarno suka menari di Istana. Saat itulah saya bertemu dengan mereka."

Kariernya sebagai pemain wayang orang terhenti ketika Ratnawati memutuskan menikah pada 1965, sekitar sepekan menjelang tragedi politik meletus. Sang primadona pun pindah ke Surabaya mengikuti suami. "Setelah itu saya tak pernah kontak lagi dengan para pemain wayang orang Ang Hien Hoo. Saya juga tak pernah ikut lagi bermain wayang orang," kata nenek tiga cucu ini.

Edwin Fajerial (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus