SEORANG anak muda berumur 35 tahun suatu kali punya ide mau
menerbitkan sebuah ensiklopedia "yang paling lengkap yang
pernah diterbitkan di Indonesia." Kini ia sedang akan
membuktikan cita-citanya itu. Pekan lalu di Yogya pemuda itu,
Oei Eng Goan, mulai mengedarkan sejumput buah usahanya dalam
bentuk buku Pengantar Penerbitan Ensiklopedi Indonesia, setebal
76 halaman.
Nampaknya dengan demikian kampanye sudah dimulai. Dilihat dari
Pengantar Penerbitannya, di mana disertakan contoh isi dan
gambar, cukup ada kesungguhan dalam niat penerbitan ini.
Ada 18 anggota dewan redaksi yang meliputi pelbagai bidang,
sejak dari fisika nuklir sampai dengan olahraga. Meskipun tak
ada di antaranya yang bergelar profesor dan tak nampak nama yang
tersohor luas, dari contoh bisa diakui bahwa mereka berhasil
menuangkan pokok soal dengan bahasa populer.
Itu sudah suatu prestasi tersendiri. Mereka, yang semuanya
tinggal di Yogya, berapat tiap Jum'at sore. Kerja nampaknya
cukup keras juga. Bidang sejarah dan anthropologi misalnya
sampai sekarang sudah menerima sekitar 400 artikel, berasal dari
sekitar 20 penyumbang. Tapi, "kira-kira 60% dari naskah yang
masuk mengalami perubahan banyak," kata drs. Tashadi, redaktur
di bidang ini. Seorang redaktur di bidang teknik juga menyatakan
bahwa banyak sumbangan yang datanya perlu diperbaharui.
Kurang Jernih
Ini memang proyek besar, kata Oei Eng Goan, pemrakarsa yang kini
menjadi pemimpin redaksi. Dan "idealistis," tambahnya.
Eng Goan adalah seorang BA dalam sastra Inggeris, lulusan IKIP,
kutu buku sejak kecil. Begitu ia tergerak untuk menerbitkan
sebuah ensiklopedia, ia menghimpun sejumlah orang, terutama
kawan-kawannya, untuk ikut dalam keredaksian. Gaji masing-masing
Rp 50. 000 sebulan. "Kecil," kata Eng Goan, "kalau melihat
proyek yang membutuhlan tanggungjawab besar semacam ini." Tapi
ini soal "kepuasan batin," tambahnya.
Termasuk beruntung juga Eng Goan dkk. mendapat seorang penerbit
seorang dealer motor Yogya yang juga punya bisnis menerbitkan
buku-buku. Hary Indarto, Direktur Pustaka Pengarang itu sudah
ikut mengikatkan uangnya untuk proyek yang makan ongkos Rp 250
juta ini.
Para ensiklopedis Yogya itu juga dapat bantuan dari Kodam
VII/Diponegoro, berupa fasilitas perkantoran. Targetnya di
pertengahan 1980 nanti sudah akan muncul 7 jilid. Masing-masing
harganya belum ditentukan. "Dari rencana perhitungan sebelum
Kenop-15, per jilid Rp 10 ribu." Kelak jelas harga itu akan
lebih tinggi.
Bagaimana pasarannya nanti, tentu tergantung banyak hal. Dilihat
dari buku Pengantarnya, kwalitas cetak ensiklopedia yang satu
ini -- di atas kertas HVO -- masih kurang menarik. Tatamuka,
gambar serta fotografinya, terutama yang berwarna, masih kurang
diseleksi. Jugang kurang jernih.
Dan jika orang lebih percaya kepada pengalaman serta nama, calon
ensiklopedia dari Yogya ini bisa saja akan terdesak oleh scbuah
calon ensiklopedia Indonesia yang lain, yang juga direncanakan
akan terbit di tahun 1980. Sebab yang satu ini merupakan
kelahiran kembali dan sekaligus perluasan dari Ensiklopedia
Indonesia yang pernah terbit di tahun 1954.
Tersusun rapih dalam tiga jilid dan 1600 halaman, Ensiklopedia
Indonesia diterbitkan oleh W. Van Hoeve, sebuah penerbit modal
Belanda di Bandung. Isinya diolah oleh sebuah tim yang diketuai
dua ilmiawan terkemuka, Prof. Dr. Mr. S.G. Moelia almarhum dan
Prof. Dr. K.A.H. Hidding. Dijual dengan harga murah untuk waktu
itu -- karena ongkos penerbitannya disubsidi pemerintah
--Ensiklopedia Indonesia mengalami cetak ulang, dapat sambutan
baik di luar negeri dan diekspor ke Singapura serta Malaysia.
"Saya yakin Ensiklopedia Indonesia itu banyak menghasilkan
keuntungan bagi penerbitnya, " kata J. Semeru, pemilik dan
pengelola PT Ichtiar Baru.
Kesulitan Percetakan
Semeru kini menyiapkan terbitnya kembali Ensiklopedia Indonesia
dengan kerjasama dengan W. Van Hoeve. Penerbit itu di masa
konflik Indonesia-Belanda di awal tahun 1960-an (perebutan Irian
Barat) tak diizinkan lagi berusaha di Indonesia. Kini W. Van
Hoeve dari Belanda mengajak Ichtiar Baru -- seraya bersedia
menanggung semua biaya penyusunan dan penerbitannya -- untuk
melahirkan Ensiklopedia Indonesia yang diperbaharui.
Ensi ini direncanakan setebal 3000 halaman, terbagi dalam 6
jilid, dengan tim penyusun yang hampir semuanya ilmiawan
Indonesia. Koordinatornya adalah Hassan Shadily M.A., pemimpin
redaksi Ensiklopedi Umum (terbitan Yayasan Kanisius, 1977),
ensiklopedia satu jilid setebal 1192 halaman yang selama lebih
10 tahun diolah para sarjana Indonesia terkemuka -- dan
merupakan buku referensi terpenting dalam bahasa nasional selama
beberapa tahun terakhir ini.
Dengan modal uang dan keahlian yang sedemikian rupa, tak berarti
proyek Ensiklopedia Indonesia yang diperbaharui sudah lancar.
Pelbagai hambatan merintanginya, terutama soal percetakan.
Pemerintah Indonesia, untuk melindungi percetakan dalam negeri,
melarang semua pencetakan buku berbahasa Indonesia di luar
negeri. Maka ensi itu pun harus dicetak di sini. Tapi pihak M.
Van Hoeve menginginkan agar mutu cetaknya berstandar
internasional. "Padahal di Indonesia belum ada percetakan yang
dapat memenuhi standar mereka itu," menurut Semeru.
Jika benar demikian, penundaan terbitnya mengandung risiko
isinya bisa tertinggal oleh perkembangan. Bagaimana pun juga,
rencana dari dua kota untuk sebuah ensiklopedia Indonesia oleh
orang Indonesia itu suatu petunjuk kemajuan yang menggembirakan.
Ensiklopedia adalah indikasi suatu tingkat prestasi kebudayaan,
dan juga penularan prestasi itu ke khalayak ramai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini