Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ke Desa Dengan Deppen

Departemen penerangan berlangganan 2 koran Jakarta harian angkatan bersenjata & Berita Yudha untuk dibagikan ke desa-desa di Indonesia. Sasarannya masyarakat terendah dan meningkatkan minat baca. (md)

11 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INIKAH yang disebut koran masuk desa? Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, Harmoko, banyak menerima pertanyaan itu dari daerah -- PWI Cabang. Termasuk Pikiran Rakyat Di Bandung agak kaget dan was-was. "Tidak jelas, saya belum tahu betul," kata Pemimpin Redaksi PR, Atang Ruswita. "Kalau ini benar koran masuk desa, koran daerah sebenarnya lebih bisa banyak berbuat." Asal mula soalnya ialah Departemen Penerangan pekan lalu mengumumkan rencananya mulai pertengahan Agustus ini untuk berlangganan 2 koran Jakarta Harian Angkatan Bersenjata (24.000 eksemplar) dan Berita Yudha (12.000 eksemplar). Setiap hari keduanya akan dibagikan ke 36.000 desa di berbagai daerah Indonesia. Sasarannya masyarakat yang terendah, "masyarakat pedesaan," demikian Menteri Penerangan Ali Moertopo. Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) Deppen, Soekarno SH -- yang kemudian dikutip Harmoko -- menjelaskan bahwa "ini bukan program koran masuk desa." Jadi apa namanya? Menteri Ali Moertopo buat sementara menyebutnya short cut information system. Sampah Pak Nolly Beberapa pimpinan penerbitan di Jakarta maupun daerah memahami kenapa AB dan BY itu terpilih menjadi langganan Deppen. Hanya kedua koran itulah, menurut Menpen, yang bisa diajak kerjasama memuat suatu pesan -- yang konon tidak pernah dimanipulasikan. "Bila masyarakat sudah gemar membaca, koran lain tentu akan menerima efek baik," sambung Dirjen Penerangan Umum drs Djoko Kartodihardjo. Deppen sebenarnya bisa leluasa memakai radio, televisi dan para juru penerangnya untuk menyampaikan hasil pembangunan dan pesan dari Jakarta. Kenapa Deppen musti berlangganan koran? "Untuk melengkapi media yang sudah dipakai itu Deppen memerlukan kedua koran itu," kata Dirjen Djoko. Yang baik saja akan diberitakan? "Kalau ada SD Inpres roboh, atau sampahnya pak Nolly menggunung, juga dimuat beritanya. Yang penting adalah itikadnya," kata Pemimpin Redaksi BY, Sunardi DM, yang kini juga menjadi Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar. "Berita Yudha memang mendekati suara pemerintah pada umumnya. Tapi mengeritik keras juga," tambah Sunardi. "Berita Yudha bukan koran partai atau golongan." "Saya melihat gagasan itu hanya untuk mengembangkan minat baca pada aparat pemerintah paling bawah dan masyarakat desa," kata Harmoko. "Kalau minat baca sudah terbina, itu berarti akan menunjang program koran masuk desa." Baik AB maupun BY, menyatakan masing-masing sudah lama mencapai break event point, tidak rugi lagi. AK kini beroplah 30-35.000, sedang BY sekitar 50.000 setiap hari. Bahkan sebelum Deppen berlangganan, menurut Pemimpin Redaksi AB, N. Soepangat, "mulai 1 Juni saya menaikkan gaji wartawan dan karyawan sebesar 20%." Tidak jelas kenapa Deppen tidak berlangganan Suara Karya, corong Golongan Karya. Padahal ketika awal terbitnya, 40% dari jumlah oplahnya (sekitar 20.000) beredar di seluruh Departemen. Langkah Deppen itu dinilai anggota pimpinan redaksi Suara Karya Sjamsul Bachri, "justru sesuatu yang menguntungkan." Lho? "Ini akan merubah anggapan masyarakat terhadap Suara Karya." Sejak 3 tahun belakangan ini, katanya, SK lebih menekankan penjualan korannya ke pasaran bebas. "Kini tinggal beberapa Departemen yang masih berlangganan Suara Karya." Deppen akan mengerahkan tenaganya dari daerah dan Jakarta untuk mengisi halaman yang disediakan AB dan BY. "Secara jurnalistik meman banyak yang belum siap, tapi mereka sudah sering menulis kegiatan penerangan," kata Dirjen Djoko. BY sendiri kabarnya akan mengerahkan reporternya ke daerah. Meski Deppen sudah berlangganan, redaksi koran itu masih berhak memutuskan patut atau tidaknya suatu tulisan dimuat. AB pada setiap Sabtu dan BY pada setiap Senin akan terbit 12 halaman, naik dari biasanya 8 halaman. Namun, "bertambahnya oplah ini, belum tentu menambah pendapatan," ujar Sunardi DM. Dia lebih gembira tannpaknya bila pada setiap penerbitan "bertambah 2-3 iklan" saja pun lumayan. Korannya masih sepi iklan. BY dikenai kewajiban membagikan koran sampai kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dan Timur serta Daerah Istimewa Yogyakarta. AB harus menerobos 24 propinsi di luar Jawa yang rawan perhubungannya. Distribusi ke tempat yang jauh itu akan sulit baginva. "Kalau kita tidak coba menembusnya. kita akan mandeg," sahut Soepangat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus