INIKAH yang disebut koran masuk desa? Ketua Persatuan Wartawan
Indonesia, Harmoko, banyak menerima pertanyaan itu dari daerah
-- PWI Cabang. Termasuk Pikiran Rakyat Di Bandung agak kaget
dan was-was. "Tidak jelas, saya belum tahu betul," kata Pemimpin
Redaksi PR, Atang Ruswita. "Kalau ini benar koran masuk desa,
koran daerah sebenarnya lebih bisa banyak berbuat."
Asal mula soalnya ialah Departemen Penerangan pekan lalu
mengumumkan rencananya mulai pertengahan Agustus ini untuk
berlangganan 2 koran Jakarta Harian Angkatan Bersenjata (24.000
eksemplar) dan Berita Yudha (12.000 eksemplar). Setiap hari
keduanya akan dibagikan ke 36.000 desa di berbagai daerah
Indonesia. Sasarannya masyarakat yang terendah, "masyarakat
pedesaan," demikian Menteri Penerangan Ali Moertopo.
Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) Deppen, Soekarno SH --
yang kemudian dikutip Harmoko -- menjelaskan bahwa "ini bukan
program koran masuk desa." Jadi apa namanya? Menteri Ali
Moertopo buat sementara menyebutnya short cut information
system.
Sampah Pak Nolly
Beberapa pimpinan penerbitan di Jakarta maupun daerah memahami
kenapa AB dan BY itu terpilih menjadi langganan Deppen. Hanya
kedua koran itulah, menurut Menpen, yang bisa diajak kerjasama
memuat suatu pesan -- yang konon tidak pernah dimanipulasikan.
"Bila masyarakat sudah gemar membaca, koran lain tentu akan
menerima efek baik," sambung Dirjen Penerangan Umum drs Djoko
Kartodihardjo.
Deppen sebenarnya bisa leluasa memakai radio, televisi dan para
juru penerangnya untuk menyampaikan hasil pembangunan dan pesan
dari Jakarta. Kenapa Deppen musti berlangganan koran? "Untuk
melengkapi media yang sudah dipakai itu Deppen memerlukan kedua
koran itu," kata Dirjen Djoko.
Yang baik saja akan diberitakan? "Kalau ada SD Inpres roboh,
atau sampahnya pak Nolly menggunung, juga dimuat beritanya. Yang
penting adalah itikadnya," kata Pemimpin Redaksi BY, Sunardi DM,
yang kini juga menjadi Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar.
"Berita Yudha memang mendekati suara pemerintah pada umumnya.
Tapi mengeritik keras juga," tambah Sunardi. "Berita Yudha bukan
koran partai atau golongan."
"Saya melihat gagasan itu hanya untuk mengembangkan minat baca
pada aparat pemerintah paling bawah dan masyarakat desa," kata
Harmoko. "Kalau minat baca sudah terbina, itu berarti akan
menunjang program koran masuk desa."
Baik AB maupun BY, menyatakan masing-masing sudah lama mencapai
break event point, tidak rugi lagi. AK kini beroplah 30-35.000,
sedang BY sekitar 50.000 setiap hari. Bahkan sebelum Deppen
berlangganan, menurut Pemimpin Redaksi AB, N. Soepangat, "mulai
1 Juni saya menaikkan gaji wartawan dan karyawan sebesar 20%."
Tidak jelas kenapa Deppen tidak berlangganan Suara Karya, corong
Golongan Karya. Padahal ketika awal terbitnya, 40% dari jumlah
oplahnya (sekitar 20.000) beredar di seluruh Departemen. Langkah
Deppen itu dinilai anggota pimpinan redaksi Suara Karya Sjamsul
Bachri, "justru sesuatu yang menguntungkan." Lho? "Ini akan
merubah anggapan masyarakat terhadap Suara Karya." Sejak 3 tahun
belakangan ini, katanya, SK lebih menekankan penjualan korannya
ke pasaran bebas. "Kini tinggal beberapa Departemen yang masih
berlangganan Suara Karya."
Deppen akan mengerahkan tenaganya dari daerah dan Jakarta untuk
mengisi halaman yang disediakan AB dan BY. "Secara jurnalistik
meman banyak yang belum siap, tapi mereka sudah sering menulis
kegiatan penerangan," kata Dirjen Djoko.
BY sendiri kabarnya akan mengerahkan reporternya ke daerah.
Meski Deppen sudah berlangganan, redaksi koran itu masih
berhak memutuskan patut atau tidaknya suatu tulisan dimuat. AB
pada setiap Sabtu dan BY pada setiap Senin akan terbit 12
halaman, naik dari biasanya 8 halaman.
Namun, "bertambahnya oplah ini, belum tentu menambah
pendapatan," ujar Sunardi DM. Dia lebih gembira tannpaknya bila
pada setiap penerbitan "bertambah 2-3 iklan" saja pun lumayan.
Korannya masih sepi iklan.
BY dikenai kewajiban membagikan koran sampai kabupaten di
Propinsi Jawa Tengah dan Timur serta Daerah Istimewa
Yogyakarta. AB harus menerobos 24 propinsi di luar Jawa yang
rawan perhubungannya. Distribusi ke tempat yang jauh itu akan
sulit baginva. "Kalau kita tidak coba menembusnya. kita akan
mandeg," sahut Soepangat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini