Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan sebuah manifesto kebudayaan pertama pasca Indonesia merdeka. Manifesto ini dikeluarkan oleh beberapa sastrawan Indonesia yang kemudian sebagai Angkatan '45, dengan motor tiga serangkai Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai Apin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat Kepercayaan Gelanggang menjadi salah satu bukti nyata eksistensi Angkatan '45 di kebudayaan Indonesia pasca kolonial yang memberi dampak besar pada periode sastra di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kilas balik Surat Kepercayaan Gelanggang
Dilansir dari Ensiklopedia.kemdikbud.go.id, Surat Kepercayaan Gelanggang pertama kali diterbitkan melalui ruang kebudayaan majalah mingguan Siasat, "Gelanggang" pada 23 Oktober 1950. Surat kepercayaan ini mulanya diinisiasi oleh perkumpulan seniman muda bernama Gelanggang Seniman Merdeka yang berdiri di Jakarta pada 1946.
Perkumpulan itu diprakarsai ole tiga serangkai tokoh Angkatan '45, yaitu Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Ketiga tokoh ini merupakan pengasuh dari ruang Gelanggang tersebut. Mereka menggunakan ruang Gelanggang sebagai ruang gerak para seniman perkumpulan itu untuk mencetuskan gagasan, ide, dan cita-cita.
Seniman yang berkumpul dalam Gelanggang Seniman Merdeka ini tak hanya pengarang, melainkan juga pelukis, musikus, dan seniman lain. Anggotanya, antara lain, Mochtar Apin (pelukis), Henk Ngantung (pelukis), Baharuddin M.S. (pelukis), Basuki Resobowo (pelukis), Pramoedya Ananta Toer (pengarang), Usmar Ismail (pengarang), Mochtar Lubis (pengarang), dan Sitor Situmorang (pengarang).
Motivasi yang melatarbelakangi lahirnya perkumpulan seniman ini adalah idealisme seniman angkatan "45, yang diprakarsai oleh Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Mereka ingin lepas dari ikatan atau pengaruh angkatan sebelumnya, serta pihak penguasa yang dianggap munafik dan memasung kreativitas seni. Mereka menentang chauvinisme dan menganut paham bahwa seni itu bersifat universal, tidak terkotak-kotak.
Pada 19 November 1946 lahirlah preambul Gelanggang. Isinya seolah menyuarakan era baru dengan menolak semangat Pujangga Baru dan menggantikannya dengan kesadaran membangun kebudayaan Indonesia atas usaha dan kemampuan sendiri dengan tidak melupakan peninggalan kekayaan kultural nenek moyang.
Puncak kreativitas itu terjadi ketika diproklamasikan "Surat Kepercayaan Gelanggang", satu pernyataan sikap yang dijadikan dasar pegangan bagi anggota perkumpulan ini yang konsep awalnya berasal dari Asrul Sani.