Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -merayakan hari kopi sedunia bisa juga dilakukan dengan menonton sebuah dokumenter penting soal kopi Indonesia. Lewat film Aroma of Heaven, kita akan bertemu dengan Thamar Becks. Sejenak mengikuti ia berjalan menelusuri jejak sejarah keluarga ke tanah leluhurnya, Indonesia. “Ratusan ribu kilometer dari rumah dan negara, di Indonesia saya menemukan potongan kecil dari sebuah ‘rumah’,” tutur Becks. Perjalanan menelusuri jejak menghantarkannya untuk turut menelusuri sejarah kopi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Perjalanan kopi di Indonesia menurutnya berawal dari Belanda yang memperkenalkan budidaya kopi ke para petani sekitar tiga abad lalu. Kisah penelusuran perempuan berdarah Madura kelahiran Belanda ini jadi salah satu bagian dalam film dokumenter Aroma of Heaven (2014) yang disutradarai Budi Kurniawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gubernur Jenderal Van Hoorn, kala itu menerima perintah dari Heeren Zeventien, salah satu petinggi Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) di Amsterdam. Rupanya hal tersebut berdampak besar. Penghujung abad-17 kopi jadi sumber utama penghasilan Kerajaan Belanda. Kala itu berawal dari Jawa, kopi digudangkan di Jatinegara dan Priangan (Jawa Barat) baru disebar ke banyak daerah lain. Penelusuran lainnya kisah soal kopi di nusantara sudah hadir sejak awal abad ke-18. Kisah tersebut tercatat dalam karya sastra Jawa, Serat Centhini.
Jejak kolonialisme begitu erat dengan sejarah kopi tanah air. Saking eratnya, jejak kebiasaan minum kopi dicampur jagung juga peninggalan kolonial. Bisa dibayangkan bagaimana saat itu masyarakat Indonesia sendiri tak bisa menikmati kopi yang ditanam di tanah mereka. Kopi jadi barang mewah yang tak mampu dibeli. Akhirnya, biji-biji kopi sisa yang tentunya berkualitas buruk jadi alternatif untuk bisa disajikan sebagai minuman. Agar jumlahnya banyak, biji ini disangrai bersama jagung.
Masih soal sejarah, film ini menuturkan perjalanan kopi di Jawa yang menghadirkan sebuah pabrik pengolahan kopi di daerah Doro, Pekalongan. Ada kisah soal pipa penggelontor kopi di bawah tanah. Pipa tersebut dibangun Belanda pada tahun 1878 untuk mengalirkan biji kopi dari perkebunan ke pabrik. Selain itu, teknik tersebut dilakukan untuk menjaga kopi dari upaya pencurian. Setelah kendaraan bermotor masuk ke daerah tersebut, pipa sudah tak digunakan lagi.
Setelah Pekalongan, penjelajahan aroma kopi bergerak ke Gayo, Aceh. Salah satu kawasan penghasil kopi unggul. “Kopi adalah kompleksitas, bicara kopi di gayo adalah bicara perutnya orang Gayo,” tutur Mahdi salah satu putra Gayo asli. Menurut dia, orang Gayo tak akan makan tanpa kopi. Seluruh sentral perekonomian di Gayo dibangun dari Kopi.
Hampir seluruh masyarakat Gayo memiliki kebun kopi. Dan rata-rata kebun memiliki luas area sekitar 1,5 Ha perkepala keluarga. Saat ini luar areal kebun kopi Gayo merupakan areal terluas di Asia tenggara. Saking pentingnya kopi bagi Gayo, ia mendapat tempat terhormat. Di Gayo, kopi punya nama Siti Kahwa. Setiap musim tanam, ada budaya membaca mantera untuk dirapal. Itulah saatnya, Siti Kahwa dikawinkan dengan angin berwali air, bersaksi tanah dan matahari.
Perjalanan panjang berlanjut hingga Manggarai. Di sini kopi pun punya lain cerita. Sejarah kopi tiba di Manggarai seiring dengan sejarah misionaris di sana. Kopi robusta dikenal dengan sebutan kopi tuang, kopi yang dibawa para misionaris saat menjejakkan kaki di Flores.
Kekhasan kopi di kawasan timur Indonesia ini adalah adanya perbedaan dari budaya petik kopi. Umumnya biji kopi dipetik saat berwarna merah. Tapi di Manggarai, hampir semua petani memetik biji saat berwarna kuning.
Begitu banyak cerita dan pandangan mengenai kopi yang dihadirkan dalam film berdurasi 65 menit ini. Sehingga film terasa padat saking banyak yang ingin disampaikan. Film ini pun patut jadi referensi untuk mengetahui kisah kopi bermula dan berkembang hingga kini.
Kisah yang disajikan dalam dokumenter ini cukup lengkap dan detail. Penonton disuguhkan sebuah tontonan sejarah panjang soal kopi. Dengan kemasan pendekatan sejarah dan antropologi, penyajian begitu kultural, pemetaan dari Jawa merunut dari satu daerah ke daerah lainnya.
Menurut Budi, karyanya ini baru mula. Ia sedang menggarap dokumenter berikutnya dan masih soal kopi.
Film ini sempat diputar di Blitz Megaplex dalam waktu singkat. Trailernya pun sempat diputar di Booth Indonesia pada Cannes Film Market 2014. Untuk memperluas jangkauan penonton, pertengahan 2017 Aroma of Heaven dapat dimiliki secara personal dalam bentuk DVD.
Judul: Biji Kopi Indonesia (Aroma of Heaven)
Tahun rilis: 2014
Sutradara: Budi Kurniawan
Eksekutif Produser: Shelvy Arifin
Produser: Papang Lakey & Nicholas Yudifar
Durasi: 65 Menit