Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Homer Menggebrak Layar Perak

Setelah menemani kita begitu lama di televisi, akhirnya keluarga disfungsional yang lucu ini nongol di bioskop. Masih saja membuat kita terpingkal-pingkal.

6 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

The Simpsons Movie Ide cerita: Matt Groening Skenario: James L. Nrooksa, Matt Groening, Al Jean, Ian Maxtone-Graham, George Meyer, David Mirkin, Mike Reiss, Mike Scully, Matt Selman, John Swartzwelder, Jon Vitti Sutradara: David Silverman Pemain (pengisi suara): Dan Castellaneta, Julie Kavner, Nancy Cartwwright, Yeardley Smith, Harry Shearer, Hank Azaria, Marcia Wallace, Pamela Hayden, Joe Mantegna, Albert Brooks, Tom Hanks Produksi: Twentieth Century Fox

Ngapain nonton bioskop kalau kita bisa nonton yang sama gratis di TV?” demikian Homer menggebrak layar lebar dengan kebodohannya yang menyebabkan kita semua bertahan menyaksikannya.

Kali ini Homer Simpson dan keluarganya membawa kisahnya ke sebuah persoalan yang lebih besar, melalui batas Springfield. Mereka berhadapan dengan persoalan lingkungan, suatu topik yang tentu saja tidak penting di dalam pikiran Homer yang isinya hanya donat dan bir melulu.

Syahdan, danau di Springfield sudah terganggu polusi yang gila-gilaan. Hanya murid serius seperti Lisa Simpson yang bersedia mengetuk pintu para tetangga dan menyiarkan kampanye danau bersih. Meski disambut dingin oleh tetangga, ternyata Lisa bertemu dengan ”belahan jiwa”, seorang murid asal Irlandia, Colin. Presentasi Lisa dan Colin itulah yang menghasilkan kebijakan baru. Warga Springfield dilarang membuang sampah apa pun ke danau.

Sementara itu, Homer sibuk bertaruh dengan Bart, apakah Bart berani naik skateboard telanjang bulat sampai ke Krusty Burger. Bart menjawab tantangan itu. Dia melesat telanjang dan ujungnya ditangkap polisi. Homer berkelit tidak mengaku bahwa dialah yang menantang anaknya. Bart kemudian merasa dikhianati ayahnya. Secara ajaib, gara-gara peristiwa itu, Bart menoleh kepada Ned Flanders, tetangganya yang religius dan lebih memiliki figur ayah.

Urusan keluarga ini kemudian menjadi ruwet karena Homer mengangkat seekor babi yang kemudian dicintainya melebihi cintanya kepada anak-anaknya. Marge mempertanyakan bagaimana Homer mengatasi kotoran sang babi. Dan Homer adalah Homer. Dia melempar seluruh kotoran babi itu ke danau. Akibatnya luar biasa fatal. Danau tercemar dan seluruh warga Springfield segera saja menyerang keluarga Simpson. Apa yang harus dilakukan Homer untuk menebus dosa kepada warga Springfield dan keluarganya?

Film yang akhirnya dibuat setelah 18 musim tayang sukses di layar kaca ini memang memiliki tugas berat. Tokoh pendukung serial ini, di luar keluarga Simpson, luar biasa banyak (Baca: Mereka yang Meniupkan Roh). Para penulis skenario yang jumlahnya begitu banyak tampak mempunyai tugas untuk memasukkan seabrek karakter ke dalam film sepanjang 87 menit. Jika dalam satu episode lazimnya kita disajikan satu atau dua persoalan belaka, The Simpsons versi layar lebar memiliki beberapa lapis persoalan.

Persoalan lingkungan memang masalah besar, tapi para penulis dan sutradara berhasil memasukkan segerombolan persoalan, ide, karakter meski terkadang pemunculan satu-dua karakter cukup beberapa detik saja. Bagaimanapun, semangat penyelesaian masalah keluarga yang disfungsional itu tetap menjadi garis besar film ini. Homer akan melakukan sebuah kebodohan, bukan karena dia jahat, tetapi karena dia bodoh dan teledor saja. Dan pada akhir cerita, seperti biasa, Homer akan mencoba menebus segala ketololannya itu dengan segala cara. Marge juga tetap tampil sebagai istri dan ibu yang penuh pengertian, permakluman, dan memiliki persediaan cinta kasih yang tak habis-habisnya. Tapi tumben kali ini, Marge dan anak-anaknya sempat ”meninggalkan” Homer dan memberikan pesan perpisahan melalui sebuah video. Adegan ini sungguh menyentuh sekaligus merobek hati. Tapi pada saat itulah kita tahu, Homer akan segera melesat dan berjuang mencoba merebut seluruh keluarganya kembali.

Tokoh Bart dalam film ini melakukan hal yang agak tak lazim. Dia mulai membangun hubungan yang ramah dengan Ned Flanders yang selama ini selalu menjadi bahan ejekannya bersama ayahnya. Bart dalam film ini digambarkan lebih kontemplatif dan lebih banyak berpikir, meski dia tetap sekaligus Bart yang kita kenal: badung dan jail.

Film The Simpsons, seperti juga serialnya yang sudah begitu lama menemani kita, memang mempunyai ”keuntungan” dalam bentuk animasi. Para tokohnya tak akan menjemput masa tua. Bart akan tetap duduk di sekolah dasar selamanya. Maggie akan tetap menjadi bayi, dan Grampa tetap menjadi kakek yang nyawanya tak akan pernah pergi. Sudah bosankah kita dengan penampilan mereka? Tidak. Dengan segala tekanan dan stres dalam hidup, The Simpsons adalah cara kita menenangkan saraf. Lagipula, Matt Groening sekaligus mengajak kita untuk menyadari bahwa keluarga disfungsional tak selalu harus menjadi suatu entitas yang buruk dalam masyarakat. Santai saja dan nikmati kesintingan anggota keluarga kita. Way to go, Groening!

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus