ANAK dalang jadi dalang itu lumrah. Johann Sebastian Bach bukan anak dalang. Tapi mulai dari kakeknya-kakek, sampai anak cucunya, hampir semua menjadi pemusik, turun-temurun sepanjang tiga abad, selama sembilan generasi. Aisha Ariadna juga bukan anak dalang. Dia pianis. Ibunya, Iravati M. Sudiarso, juga pianis nomor satu Indonesia. Iravati belajar piano dari ibunya, yang adalah nenek Aisha. Jadi, persis seperti Bach dan para dalang. Anak pianis jadi pianis. Kamis pekan lalu, ibu-anak itu main musik piano bersama di Gedung Kesenian Jakarta. Gedung penuh sesak. Mereka main bagus. Kebetulan musik Bach si Sebastian yang hidup pada tahun 1685 hingga 1750 mereka mainkan, dan di nomor paling awal. Sebuah aransemen untuk dua piano, dipetik dari Aria dalam salah satu Kantata komponis besar Jerman itu. Permainan mereka bersih dan terkontrol. Sebagai pembuka konser, karya ini baik karena singkat, segar, dan enak didengar. Dalam buku acara tertulis: ''karya ini memiliki garis melodi ekspresif ...'' Ya, ya, kesannya memang begitu. Terlalu ekspresif untuk musik Bach! Tak apa, itu soal selera. Pertemuan kedua pianis andal Indonesia yang sama-sama telah menginternasional itu sungguh menarik. Ini bukan semata hubungan famili ibu-anak. Ini adalah pertemuan dua generasi. Itu terasa sekali dalam cara mereka menghadapi teks musik yang harus mereka terjemahkan kembali. Sang ibu adalah generasi 1930-an yang pada awal tahun 1960-an sudah masak sebagai seniman musik, dan ketika itu putrinya belum lahir. Aisha baru lahir tahun 1971. Generasi kemakmuran yang serba terjaga dan banyak pilihan. Aroma musik mereka sangat berbeda. Ketika mereka memainkan karya Sergei Vassilievich Rachmaninoff, Fantasie Op.5 untuk dua piano, keduanya bermain bagus, tapi temperamen sang ibu rasanya lebih cocok. Rachmaninoff (1873-1943) adalah komponis dan pianis Rusia yang hidup dalam puing-puing romantik Eropa. Pengagum Chopin ini hijrah ke Amerika tahun 1918 dan menjadi penyebar romantisisme baru di Amerika yang sering disindir berbau salon. Dari jari-jari sang ibu mengalir suasana alam romantik yang kental tak henti-hentinya. Nada-nadanya penuh energi, warna, dan artikulasi. Sedangkan Aisha lebih menyuguhkan kualitas suara yang bening, lenting, dan brilian. Permainannya apik, rapi, dan tanpa cela, seolah-olah tak pernah mengalami gelombang pasang kesulitan hidup. Dan itu bisa jadi kekuranglengkapan. Greget pribadi dan penggalian ungkapan tenaga dalamnya belum terasa kuat untuk musik-musik seperti ini. Atau mungkin juga ini bukan tipe yang pas untuk selera dan gaya pribadinya? Mozart, Bach, atau Debussy biasanya cocok untuk mereka yang lebih stabil temperamen hidupnya. Francis Poulenc, komponis-pianis Perancis yang hidup pada tahun 1899 sampai 1963. Kelakuan musiknya tak pernah dapat saya mengerti. Dia suka membuat sindiran dan guyonan dengan musik yang cerdik tapi sedikit konyol. Dia pandai membuat melodi bagus, melankolis seperti tembang Sunda. Tapi tiba-tiba diputuskan begitu saja, diganti dengan suara-suara musik kafe (dia memang bekerja di kafe), mars militer, bahkan musik sirkus. Seenaknya. Musiknya penuh pengkolan dan tonjolan yang tak terduga. Garis-garis yang meliuk-liuk dipotong-potong kemudian disambung-sambung lagi. Temponya berubah-ubah tanpa kencan, kesannya seperti ngerjain pemain. Dua puluh tahun lalu sonatanya untuk klarinet dan piano pernah saya mainkan, tapi saya sudahi begitu saja di tengah jalan. Penonton kecewa, tapi saya puas karena jengkel dan tidak tahan. Aisha dan ibunya lebih tahan. Mereka memainkan Sonata Poulenc tahun 1953. Semuanya empat bagian, panjang banget rasanya. Aisha dan ibunya berusaha keras. Saya kira permainan mereka bagus. Saya tidak tahu, karena saya tak suka Poulenc! Duo piano Sudiarso lalu memainkan Variasi dari tema Paganini karya komponis Polandia Witold Lutoslawski, yang lahir tahun 1913 di Warsawa. Ini benar-benar sebuah klimaks. Karya bagus yang dimainkan dengan bagus. Lutoslawski, salah satu komponis besar abad ke-20 dari Polandia yang sangat dihormati di seluruh dunia. Ia menggarap sebuah tema dari seorang komponis terkenal Italia Paganini (1782-1840) dalam bentuk variasi. Tema ini aslinya dari kumpulan karya Paganini untuk biola tunggal dalam bentuk Capriccio yang sangat terkenal. Karya-karya asli Capriccio Paganini ini sangat virtuos dan banyak mengilhami komponis- komponis dunia. Karya ini termasuk karya periode awal Lutoslawski ketika ia masih menjadi mahasiswa dan sama sekali belum terlibat dengan media komposisi elektronik dan komputer seperti sekarang. Lutoslawski membiarkan batang tubuh asli capriccio ini seutuhnya, tidak mengubah seluruh tekstur geraknya tapi membungkus tubuh dan suara asli komposisi itu dengan bunyi- bunyian dan harmonisasi yang sangat unik. Ibaratnya merias wajah seseorang dengan kostum baru yang berbeda. Sosoknya tetap dikenal tapi penampilannya berubah total. Iravati dan Aisha membawakannya dengan kesempurnaan teknik dalam ungkapan yang prima. Penonton menyambutnya dengan antusias, lalu Iravati dan Aisha memberikan hadiah tambahan sebuah lagu kecil. The Swan karya Camille Saint-Saens. Manis! Suka Hardjana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini