Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Ini rumah istri saya

Pengaruh warna pada tata ruang atau desain interior dibahas dalam ceramah "hubungan desain interior dengan kepribadian" di Jakarta. Warna merah menyala abu-abu, biru membuat produktivitas karyawan merosot.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YOPI selalu tidak betah di rumah. Dan pada saat teman atau rekan usahanya datang, ia selalu berkata, "Silakan masuk, inilah rumah istri saya," dengan nada sedikit satir. Rumah yang ia bangun setelah dua tahun perkawinannya itu, bagi Yopi, bukan sepenuhnya bersuasana seperti yang ia maui, lantaran tata ruang atau desain interiornya terlalu dimonopoli oleh selera istrinya. Desain ruangan rumah Yopi, menurut Krishna Priawan Siregar, "Mungkin saja tidak sesuai dengan karakternya. Misalnya terlalu feminin." Pernyataan ini ia ungkapkan dalam ceramahnya, "Hubungan Desain Interior dengan Kepribadian", di Sekolah Pengembangan Pribadi John Robert Powers, Cabang Jakarta, di Cikini, Kamis pekan lalu. Maka, Krishna, 33 tahun - agak berbau promosi - berujar, "Memanfaatkan jasa konsultan untuk menata ruangan sebetulnya bisa lebih menghemat biaya. Sebab, dengan merancang sendiri, bisa-bisa malah banyak keluar biaya yang sebenarnya tidak perlu." Dan yang lebih penting lagi, tambah Krishna, membicarakan dengan seisi rumah tentang bagaimana interior yang disenang semua. Hingga sejauh ini memang belum terpatok, bagaimana desain ruangan yang sehat untuk berbagai karakter. Ini artinya, belum berharga mati untuk itu. Sedang bagi Krishna, Maestro Di Arte lulusan Accademia di Cultura Moderna Arredamento E Scenografia, sebuah interior disebut sehat jika ekonomis, cocok terhadap penghuninya, dan berfungsi semestinya. "Juga indah dipandang," tambah pengelola Yayasan Krishna Priawan, lembaga tempat kursus dan pemberi jasa konsultasi interior desain itu. Tetapi, interior yang tak sesuai dengan fungsi, dan tak pula membuat penghuninya sehat sikap pribadinya, memang banyak melahirkan kasus. Misalnya di Bank Sparkasse, Bochum, Jerman Barat. Menurut Reri Sedijono, 34 tahun, manajer Bank Sparkasse mengeluh lantaran semangat kerja karyawannya menurun dan produktivitasnya juga anjlok. Setelah dipelajari dengan saksama, akhirnya ketahuan, ruangan kerja bank tersebut terlalu didominasi warna abu-abu dan biru. Katanya, kedua warna ini kecuali memberikan kesan sejuk, juga membawa suasana melankolis. Lagi pula, lukisan-lukisan popart di bank itu terlalu mencolok warnanya,dengan garis diagonal yang berkesan gerak - sekaligus menekan. "Sebetulnya, membuat desain ruang dalam untuk pabrik atau kantor lebih sulit ketimbang interior untuk rumah tinggal," kata Reri. "Karena pabrik atau kantor menyangkut sekumpulan orang, massa, pribadi-pribadi yang borbeda berada dalam kesatuan," tambah desainer/arsitek interior lulusan Wiesbaden University, Jerman Barat, itu. Belakangan, yang juga harus mendapatkan perhatian ekstra adalah ruang kerja yang memerlukan ketelitian, memeras otak, dan daya tahan. Karena kerja semacam itu merupakan potensi besar untuk stres. Misalnya untuk ruang pengolah data komputer. Di samping itu, menurut Reri, yang sekarang rekan sekerja Krishna, peranan psikologi dalam penentuan tata ruang sangat tidak bisa diabaikan. Lantas, segawat mana yang menyangkut soal ini, umpama kata bahwa "kesalahan' mengatur tata letak suatu ruangan mengancam kestabilan pribadi atau sikap kerja penghuninya? Dengarlah pendapat Dr. John S. Nimpoeno. Menurut dosen Psikologi Tata Ruang dan Ketua Jurusan Psikologi Industri dan Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran itu, kita tak perlu cemas akan kegawatan kepribadian seseorang akibat tinggal terlalu lama di ruangan yang desainnya tak puguh. Sebuah ruangan yang, misalnya, tidak memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan, katanya, "kalau dianggap juga secara mutlak mempengaruhi kepribadian seseorang, itu tidak benar." Sedangkan pengaruh langsung bagi karyawan, jika itu ruang kerja, pahng hanya membuat mereka tak betah. "Selebihnya, tldak akan sampai mengubah sikap karyawan itu secara total," kata Pak John. Tetapi dari dia, ada contoh ekstrem pengaruh ruangan terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya kalau seseorang bekerja berkepanjangan di ruangan berwarna merah menyala atau gelap. Ini tak lazim. "Jika dibiarkan berlama-lama, mungkin membuat orang di dalamnya stres atau terganggu perkembangan kepribadiannya," ujar John lagi. Contoh lain, sel penjara. "Sehingga orang di dalamnya stres atau berubah kepribadiannya," katanya. Kalau begitu memang belum gawat. Apa lagi jika desainer, tambah John, sebelum merancang mesti lebih dulu mempertimbangkan banyak faktor, lebih dari sekadar nyaman. Lagi pula, di negeri ini juga belum diungkapkan hasil penelitian para psikolog atau dari desainer dan arsitek tentang pengaruh tata ruang terhadap kepribadian. Padahal, kala dilihat-lihat -- untuh menuju penelitian itu - lahannya sudah terbuka, terutama di kota besar. Di Jakarta yang kini banyak muncul para OKB (orang kaya baru), misalnya, seperti takut kehilangan kesempatan memiliki benda, lalu membuat rumahnya bak museum kristal atau etalase. Dan di antara kemungkinan lain - masih untuk diteliti - umpamanya, kenapa anah mereka tak betah di rumah, yang bukan hanya beralasan bahwa si orangtua sibuk di luar. Atau, kenapa anak-anak para OKB ini tumbuh menjadi pribadi yang berorientasi pada kebendaan. Dan boleh dibandingkan lagi: bagaimana anak yang tumbuh di rumah yang hiasan dindingnya lebih banyak rak buku - dalam arti tak sekadar menjejer ensiklopedia untuk pajangan. Di tempat Krishna berceramah itu banyak hadir para ibu pemilik rumah besar. Dan tentu menarik seandainya hal semacam tadi dibahas mendalam, dibantu psikolog. Tetap bila hari itu Krishna tak berterus, maklun saja. Ia punya alasan, "Ceramah saya ini melenceng dari tema. Kalau saya bawakan tema yang sebenarnya, nanti banyak yang tersinggung. " M.C., TriBudianro S., Rustam F. Mandayun (Jakarta), dan Riza Sofyat (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus