Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KINI tak ada lagi rapat hingga tengah malam. Yang tersisa adalah kegelapan liang kubur tatkala Eric F.H. Samola, 64 tahun, memasuki rumah peristirahatan terakhirnya, sepetak makam di Bumi Serpong Damai, Tangerang, Kamis pekan lalu. Lagu-lagu pujian, puisi, serta ucapan perpisahan dari ratusan tamu para mantan pejabat pemerintah, pers, dan PT Pembangunan Jaya mengiringinya.
Ericseperti disitir Redaktur Senior TEMPO, Goenawan Mohamad, dalam upacara pemakamanbarangkali baru sekarang bisa beristirahat dari kesibukan rutin, rapat demi rapat yang memakan waktu setiap hari. Goenawan tidak sembarangan memuji mantan Pemimpin Umum TEMPO itu. Semasa hidupnya, kerja keras seolah menjadi kredo bagi Eric dalam menjalankan tugas, walaupun keluarga turut memikul risiko. Maesa Samola, misalnya, mengaku hanya sekitar tiga jam sehari dapat bersua ayahnya di rumah. ''Selebihnya, waktu Bapak habis untuk bekerja," ujar bungsu dari dua bersaudara ini.
Putu Wijaya, mantan wartawan TEMPO yang kini menjadi penyair dan budayawan, ingat betul bagaimana Eric tak segan menegur para wartawan yang malas. Kombinasi antara sikap kerja keras dan sentuhan tangan dingin pria yang memulai karirnya sebagai staf humas di PT Pembangunan Jaya ini turut mengantarkan Majalah TEMPO serta perusahaan media lain seperti Jawa Pos, Medika, dan Swasembada ke puncak kejayaannya.
Sebagai pengelola media massa, Eric patut memperoleh acungan jempol dalam pengembangan pers yang mandiri. Kendati saat itu ia menjabat sebagai bendahara Golkar, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, ujar Goenawan, tidak menggunakan pengaruhnya untuk mendikte redaksi agar mendukung kekuatan politik atau ekonomi tertentu.
Namun, tubuh Eric tak kuat mengikuti derap semangat kerja kerasnya. Tahun 1991, lelaki asal Minahasa ini terserang stroke, yang membuatnya sulit bicara. Keluar-masuk rumah sakit menjadi acara rutinnya, dan yang terakhir ia menginap di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Malam menjelang kematiannya, ia memanggil dua anaknya, dan pesannya hanya satu: agar mereka bekerja keras. Berangkat kerja pukul 07.00, pulang pun pukul 19.00. Agaknya, sulit menghilangkan etos kerja keras dari dirinya, bahkan di saat jantungnya sudah tak beres.
Kini mantan Ketua Persatuan Pengusaha Real Estate Indonesia ini bisa beristirahat dengan tenang, di sebuah tempat di manaseperti kata Goenawan''matahari tidak pernah turun dan bulan tidak pernah surut, di mana keangkuhan kita di dunia menjadi tidak relevan".
Widjajanto, Tomi Lebang, Wenseslaus Manggut, dan Syarief Amir (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo