Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Pergi Bersama Warisannya

Profesor Mattulada pergi dengan meninggalkan segudang pengetahuan budaya Bugis-Makassar. Siapa yang bakal meneruskan warisan ilmunya?

15 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUYURAN hujan dari langit mengiringi pemakaman Profesor H. Mattulada, 72 tahun, di Taman Makam Pahlawan Panaikang, Makassar. Antropolog senior Universitas Hasanuddin ini tutup usia setelah mengalami serangan stroke untuk kedua kalinya, Kamis pekan lalu.

Perginya Pak Mat, demikian panggilan akrab Mattulada, merupakan kehilangan besar bagi budaya Bugis-Makassar. Betapa tidak? Sepanjang hidupnya, guru besar Universitas Hasanuddin ini mengabdikan dirinya untuk penelitian dan pengembangan budaya masyarakat Sulawesi Selatan itu.

Sumbangan Pak Mat meliputi karya tulis dari hasil penelitian seperti Latoa, suatu analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis (1975), Kebudayaan Bugis-Makassar (1974), Pre-Islamic South Sulawesi (1951), Islam di Sulawesi Selatan (1976), Kepemimpinan dalam Masyarakat Sulawesi Makassar (1977), dan The Speed of Buginese in South East Asia (1978).

Besarnya sumbangan mantan anggota polisi di masa perang kemerdekaan itulah yang menarik perhatian Gubernur Sulawesi Selatan, H. Zainal Basri Palaguna. ''Pak Mattulada sudah dikenal sebagai budayawan yang baik. Beliau berani mengemukakan suatu pendapat dengan falsafah budaya Sulawesi Selatan," kata Palaguna kepada TEMPO.

Hingga akhir hayatnya, ayah seorang anak itu menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap bidang pengabdiannya. Kendati sudah resmi pensiun sejak 1994, hingga setahun terakhir ia masih aktif mengajar di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin. ''Beliau punya semangat juang yang besar dan tanggung jawab yang tinggi kepada dunia pendidikan," tutur Rektor Unhas, Prof. Dr. Rady A. Gany, M.Sc.

Sayangnya, hingga kini belum tampak ''Mattulada-Mattulada" baru yang dapat meneruskan warisan Pak Mat. Sosiolog muda Universitas Hasanuddin, H.M. Darwis, M.A., mengakui kelangkaan tenaga budayawan muda yang mengikuti jejak Pak Mat. ''Barangkali ini satu kelemahan Almarhum, yang tidak sempat mempersiapkan kader," tuturnya.

Widjajanto, Tomi Lebang, Wenseslaus Manggut, dan Syarief Amir (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus