Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Jalan Bercecabang Sesudah Kematian

The Sixth Sense menghadirkan kisah kehidupan sesudah ajal. Penggarapan tidak klise, hasilnya cerdas dan menyentuh.

17 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE SIXTH SENSE
Sutradara:M. Night Shyamalan
Skenario:M. Night Shyamalan
Pemain:Bruce Willis, Haley Joel Osment, Toni Collette, Olivia Williams
Produksi:Hollywood Pictures, 1999

Gerbang kesadaran sering harus ditempuh melalui jalan bercecabang. Bahkan, ketika akhirnya sampai, kesadaran itu bisa sangat menohok.

Psikolog anak Dr. Malcom Crowe (Bruce Willis) hampir menyerah menghadapi masalah bocah berusia delapan tahun bernama Cole (Haley Joel Osment). Cole mengaku mampu melihat arwah orang-orang mati. Crowe tak punya pilihan selain mendiagnosis pasiennya menderita paranoia dan halusinasi visual. Bukankah apa yang dirasakan indera—baik rasa, penglihatan, maupun kenangan—bersifat sangat personal?

Namun, Crowe terobsesi untuk menolong Cole. Selama ini ia dikenal sebagai psikolog terkemuka yang pernah diganjar penghargaan dari Pemerintah Kota Philadelphia, maka kasus Cole menjadi sebuah tantangan. Tapi, satu malam, kebanggaannya runtuh. Seorang bekas pasiennya menerobos masuk rumah, menggigil, ketakutan, dan menggugat Crowe yang mengabaikan masalahnya. Tidak cukup hanya itu, tamu yang tak diundang itu menembak Crowe sebelum akhirnya ia meledakkan kepalanya sendiri.

Sejak saat itu Crowe bertekad tak akan pergi saat ia dibutuhkan pasien. Ia berharap, dengan menolong Cole, ia juga "menolong" pasien penembaknya. Ternyata, perjalanan ini justru bermuara pada pertolongan bagi dirinya sendiri, sekalipun dalam bentuk yang tak pernah terbayangkan oleh Crowe.

Sebagai film yang menampilkan kehidupan sesudah ajal, The Sixth Sense adalah perkecualian yang istimewa. Film ini tak menampilkan horor berlebihan. Ketegangan dijalin lewat alur yang berkelok dan berpilin. Namun, yang hadir tidak hanya rasa takut Cole, melainkan juga hubungan antara ibu dan anak, suami-istri, dokter-pasien. Setiap hubungan mengajak penonton menziarahi ruang hatinya masing-masing. Ketika rasa takut Cole teratasi, cerita menikung ke arah yang tak terduga, sekalipun bagi penonton yang cermat hal ini mungkin saja diendus. Di sinilah, daya pikat skenario itu. Paling tidak, tanpa obral efek khusus yang menjadi semacam syarat larisnya film Hollywood, pemasukan untuk film ini yang mendekati angka US$ 300 juta untuk kawasan Amerika Serikat saja bisa dijadikan bukti barisan penonton yang kepincut. Sixth juga menjadi film Willis terlaris melebihi Armageddon dan serial Die Hard.

Bruce Willis tampil cukup baik dalam film ini. Ia bisa menepis sinisme penonton bahwa dia hanya mampu berperan dalam film laga, meski sebetulnya perannya dalam Pulp Fiction sudah menunjukkan keseriusan Willis. Namun, kegemilangan aktor cilik Joel Osment, yang memerankan Cole, lebih layak dicatat.

Jalinan cerita yang berkelok dalam Sixth segera saja mengingatkan kita pada Jacob's Ladder karya Adrian Lyne pada 1990. Sementara cerita Jacob's tergelincir pada bagian penjelasan halunisasi yang muncul karena pemakaian senjata kimia dalam Perang Vietnam, Sixth juga menyodorkan ambiguitas tentang realitas. Apakah yang dilakukan Crowe adalah rasionalisasi terhadap kematian ataukah ia memang datang untuk menolong Cole? Ambiguitas itu menjadi kekuatan sekaligus menjadi kelemahan Sixth, karena dalam beberapa adegan ternyata bukan hanya Cole yang mempunyai indera keenam, tetapi Crowe juga memiliki "bakat" berkomunikasi lain (yang kemudian direncanakan menjadi akhir film yang mengejutkan).

Di bagian penutup, tak terelakkan pula kesan kemiripan dengan kisah hantu romantis Ghost yang dibintangi Demi Moore. Sixth sama sekali tak bisa disebut menjiplak dua film tersebut, meskipun ketiganya mengajarkan bagaimana berdamai dengan maut.

Yusi A. Pareanom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus