Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM genangan cahaya kuning bulan, alat-alat musik yang berada di sebuah rumah joglo di Museum Topeng dan Wayang di desa kecil Kubu Bingin di pinggiran Ubud, Bali, itu menunggu tangan-tangan berbakat. Penonton Indonesia dan asing diam menanti pertunjukan dimulai. Ini adalah bagian dari Ubud Concert Series, rangkaian konser bulanan di bawah terang bulan yang dimulai tahun lalu oleh komponis Franki Raden, penggagas acara ini.
Seri konser ini, kata Franki, dibikin untuk mengukuhkan Bali, khususnya Ubud, sebagai tempat pertemuan musikus dunia. Sebetulnya, ujar dia, banyak musikus dunia berkarya di Pulau Dewata, tapi kehadiran mereka jarang terungkap. Dengan mengadakan seri ini, Franki tampaknya ingin memancing para pemusik itu untuk keluar dari tempat persembunyiannya.
Sebelumnya, musikus yang tampil di Museum Topeng adalah dua pemain jazz, Didier Malherbe dan Anello Capuano. Malherbe dari Prancis pernah mendirikan grup musik kontemporer legendaris: Gong. Mereka yang menggemari progressive rock pasti mengenal album yang sangat terkenal dari Gong, Radio Gnome Trilogy: Flying Teapot, Angel’s Egg, dan You. Beruntung Franki bisa menampilkan Didier Malherbe di Ubud. Adapun Anello Capuano komponis kelahiran Italia yang mahir memainkan oud—gitar gambus.
Pernah juga tampil di situ penyanyi sufi dari Iran, Pejman Janahara, dan Wang Ying, pemetik pipa (gitar bulan) dari Cina. Lalu ada Kailash Kokopelli—musikus healer—yang menyebarkan sebuah musik penyembuhan. Ia menampilkan pertunjukan bertajuk "The Sound of Medicine Man".
Resital pada Kamis malam dua pekan lalu itu menampilkan Jeko Fauzy Trio—grup jazz baru kita—dan Joe Rosenberg, pemain saksofon soprano Amerika Serikat yang berusia 57 tahun. Rosenberg telah lama bermain jazz. "Saya tak tahu kenapa jazz. Saya mendengarnya suatu ketika dan menyukainya," ujar pria kelahiran Amerika ini.
Rosenberg tertarik bekerja bersama dengan trio ini karena kesungguhan mereka dalam mencari nuansa baru dalam bermain jazz. "Mereka salah satu trio terbaik yang dimiliki Indonesia. Bakat-bakat seperti ini harus ditumbuhkan," kata pemusik dan komposer yang belajar musik dari violis legendaris Amerika, Buddy Collette, dan pemain klarinet terkenal Negeri Abang Sam, John Carter, ini.
Jeko Fauzy Trio terdiri atas Jeko Fauzy pada gitar, Indra Gupta pada double bass, dan Iman Najib pada drum. Ketiganya belajar di universitas berbeda di Yogyakarta. Mereka mencari musik yang senantiasa segar karena diciptakan secara spontan, dan itu tak lain adalah jazz. "Jazz itu semacam petualangan besar," ujar Indra Gupta. "Saya suka sekali memainkan musik berisiko tinggi. Musik yang bisa menjelaskan ide-ide kontemporer dan nonkontemporer," Jeko Fauzy, musikus yang belajar musik klasik di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, menambahkan.
Saat memainkan All of You karya Cole Porter, misalnya, pada awalnya musik mereka terdengar seperti jazz mainstream. Tapi keadaan perlahan berubah seiring dengan petikan gitar Fauzy yang sensual, tiupan saksofon Rosenberg, gema perkusi pada permainan drum Najib, dan suara double bass Indra yang menggetarkan.
Di antara penonton tampak sekelompok anak muda dari Sanur yang tekun menyaksikan mereka. Para pemuda dari Underground Jazz Movement itu merasa beruntung dapat menyaksikan permainan para pemusik piawai tersebut.
"Ini peristiwa yang sangat bagus karena kami jarang mendapatkan konser musik berkualitas. Musik malam ini membangkitkan inspirasi," ucap Wisnu, pemain drum berusia 20 tahun, yang datang bersama rekannya, drumer Grady dan pianis Elia.
Trisha Sertori, Rofiqi Hasan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo