Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Band screamo asal Guangzhou, Cina, Bennu is a Heron, turut bersuara mengenai kasus yang menimpa band SUKATANI. Melalui unggahan di Instagram Stories @wearebiah pada Kamis, 20 Februari 2025, mereka menyoroti pembungkaman terhadap band punk asal Purbalingga itu dan membagikan pengalaman mereka sendiri saat manggung di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Unggahan pertama mereka berupa tangkapan layar dari akun @alf**z yang menjelaskan situasi yang dialami SUKATANI setelah lagu mereka yang berjudul ‘Bayar-Bayar-Bayar’ melejit di media sosial. Lagu tersebut berisi kritik terhadap institusi kepolisian dan disebut sebagai bentuk protes terhadap praktik korup. Namun, setelah ramai, band ini dipaksa meminta maaf secara terbuka kepada Kapolri dan menarik lagu mereka dari semua platform streaming.
Dalam unggahan tersebut tertulis, “Untuk teman-temanku yang tidak berbicara bahasa Indonesia di Instagram: Ada band bernama Sukatani yang memiliki lagu berjudul 'Bayar Bayar Bayar,' mereka mengkritik polisi dan mentalitas korup mereka. Kini, band tersebut DIPAKSA untuk menerbitkan video permintaan maaf yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Indonesia."
Unggahan tersebut juga menyoroti bagaimana SUKATANI harus mengungkap identitas mereka, meskipun selama ini dikenal mengenakan topeng sebagai bagian dari ekspresi artistik mereka. “Sayangnya, ini hanyalah salah satu contoh represi yang dilakukan oleh polisi, yang harus kami—musisi dan seniman—hadapi setiap hari demi mempertahankan hak kami untuk kebebasan berekspresi."
Pengalaman Bennu is a Heron Dirazia di Jakarta
Bennu is a Heron kemudian membagikan pengalaman mereka sendiri ketika tampil di Jakarta. Mereka menyebut pernah mengalami razia polisi setelah menyelesaikan set pertunjukan mereka. “Ketika kami tampil di Jakarta, kami secara langsung mengalami razia polisi yang meminta suap," tulis mereka.
Setelah menyelesaikan penampilan, seorang kru bernama Tir tiba-tiba berlari ke panggung, meminta mereka segera berkemas dan bersembunyi di lantai atas. “Kami pikir seseorang telah melaporkan kami. Belakangan, Tir menjelaskan bahwa polisi merazia setiap acara hanya untuk mencari penyelenggara dan meminta suap—jika mereka menolak, acara tersebut dianggap ilegal,” ungkap pernyataan tersebut.
Menurut kesaksian Tir, polisi di Indonesia sering menjadikan acara musik sebagai sasaran, terutama jika ada musisi asing yang tidak memiliki visa kerja.“Dia (Tir) mengatakan kepada kami untuk bersembunyi agar situasi tidak semakin buruk karena jika polisi menemukan band asing tanpa visa kerja, mereka akan meminta lebih banyak uang,” tulis mereka.
Band pelantun ‘Home, Sweet Home’ itu menyebut pengalaman itu sebagai bukti bahwa menggelar konser independen di Indonesia bukan hal yang mudah. “Kebebasan untuk tampil, berkarya, dan bernyanyi adalah sesuatu yang harus mereka perjuangkan di area abu-abu,” ungkap pernyataan itu. Di akhir unggahannya, mereka mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu mereka selama berada di Indonesia dan mengingatkan untuk tetap menjaga keselamatan.
SUKATANI Minta Maaf ke Kapolri
Kasus yang menimpa SUKATANI memicu diskusi luas di kalangan musisi independen tentang kebebasan berekspresi di Indonesia. Sebagai band punk yang dikenal dengan lirik-lirik kritik sosial, SUKATANI awalnya mempertahankan anonimitas dengan mengenakan topeng di setiap penampilan mereka. Namun, setelah lagu mereka ramai di media sosial, mereka muncul tanpa topeng dalam video permintaan maaf yang diunggah di akun @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari.
Dalam pernyataan tersebut, dua personel Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti dan Novi Citra Indriyati, menyebutkan permintaan maaf mereka kepada Kapolri dan institusi kepolisian. “Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul 'Bayar Bayar Bayar' yang dalam liriknya terdapat kata 'bayar polisi' yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial," ujar Lutfi.
Mereka juga meminta kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan lagu tersebut demi menghindari risiko di masa depan. “Karena apabila ada risiko di kemudian hari, sudah bukan tanggung jawab kami dari SUKATANI," kata dia menambahkan. Di akhir pernyataan, mereka menegaskan bahwa permintaan maaf tersebut dilakukan tanpa tekanan dari pihak mana pun, “Pernyataan yang kami buat ini dengan sebenarnya, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun, dari siapa pun. Kami buat secara sadar dan sukarela."