Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sutradara: Martin Campbell
Skenario: John Eskow, Tedd Elliot, Terry Rossio
Pemain: Anthony Hopkins, Antonio Banderas
Produksi: TriStar Pictures
Ada perbedaan antara seksi dan "seksi". Antonio Banderas adalah aktor tampan yang menggairahkan (para penonton perempuan) ketika kita menyaksikan dia dalam film Labyrinth of Passion, Law of Desire,, Women on the Verge of a Nervous Breakdown, dan Tie Me Up!Tie Me Down karya Pedro Almodovar. Banderas tampil sebagai aktor yang tidak pretensius dengan ketampanan yang tersembunyi di balik sosok-sosok "sakit jiwa" yang diperankannya, dan itu membuatnya tampil sebagai lelaki yang menggairahkan.
Ketika Banderas menapak Hollywood, tiba-tiba saja ia menjelma menjadi simbol seks. Dimulai dari film dokumenter In Bed with Madonna, sewaktu Banderas muncul sebagai obyek yang digandrungi oleh Madonna, hingga akhirnya Banderas muncul dalam film-film Hollywood yang agak berkelas seperti The Mambo Kings, Philadelphia, The House of the Spirits, Interview with the Vampire, dan Desperado karya Robert Rodriguez hingga film kelas dua seperti Never Talk to Strangers karya Peter Hall, film Two Much karya Fernando Trueba, hingga film musikal Evita, Banderas menjadi seorang aktor yang memaksakan diri untuk memasuki peran simbol seks. Simbol seks dan menjadi "lelaki seksi" adalah sebuah peran baru Hollywood yang dipaksakan untuk Banderas. Dan apa boleh buat, menjadi lelaki "seksi" itu mengganggu kesenian peran yang sudah dilaluinya dengan baik selama ia menjadi aktor Spanyol yang terkemuka.
Film The Mask of Zorro karya Martin Campbell adalah sebuah peran baru yang harus diisi oleh Banderas. Sebuah karakter legendaris kreasi Johnston McCulley, novelnya berjudul The Curse of the Capistrano, Zorro (bahasa Spanyol yang berarti serigala) adalah seorang pahlawan fantasi Amerika yang bercita rasa Latin. Mulai tahun 1920, Hollywood mulai membuat film layar lebar Zorro berdasarkan cerita komik anak-anak yang menampilkan Zorro sebagai pahlawan legendaris bagi rakyat yang tertindas. Pada 1957 Walt Disney memperkenalkan film serial Zorro di televisi dengan Guy Williams berperan sebagai Zorro. Serial inilah yang memperkenalkan sosok Zorro kepada pemirsa dunia, termasuk pemirsa televisi Indonesia.
Adapun film The Mask of Zorro, yang tengah beredar di bioskop-bioskop Indonesia ini, membuat sebuah adaptasi baru tentang pahlawan bertopeng itu. Syahdan, pada abad ke-19, di Alta California yang masih dijajah Spanyol, dua anak kampung menggelepar melihat orang tuanya yang akan dieksekusi. Huruf "Z"--sebagai sinyal bahwa sang pahlawan akan datang--menghidupkan kedua tubuh kecil itu. Seorang kesatria berjubah hitam, bertopeng bak mata serigala, dan berkuda hitam bernama Tornado, Zorro (diperankan dengan baik oleh Anthony Hopkins) datang sebagai sang penyelamat. Maka Gubernur Alta California, Don Rafael Montero (Stuart Wilson), menangkap Zorro alias Don Diego de la Vega; membunuh istrinya, Esperanza (Julietta Rosen); dan menculik bayi perempuannya, Elena (Catherine Zeta-Jones). Sementara Don Rafael memelihara Elena sebagai anaknya sendiri, Zorro hidup dengan sebungkah dendam membara tumbuh dengan subur di balik dadanya.
Dua puluh tahun kemudian, setelah Zorro tua berhasil lepas dari penjara, anak yang diselamatkannya telah dewasa dan menjadi seorang pencuri picisan bernama Alejandro Murieta (Antonia Murieta). Bak cerita silat, Zorro tua "mengangkat" Murieta menjadi anak didiknya. Lelaki dekil, kumuh, dan tampak dungu itu diajar bermain pedang, bersikap seperti seorang lelaki gentleman, mahir berdansa, serta mengambil hati wanita. Dia disulap menjadi seorang Zorro generasi kedua. Dan tujuan utamanya--seperti cerita silat lagi--untuk merebut sang anak dan membalas dendam pada gubernur yang zalim itu.
Selebihnya, just enjoy the ride alias jangan tonton film ini dengan kening berkerut. Tontonlah adegan adu pedang, dansa yang menggairahkan, dan sosok Anthony Hopkins yang elegan itu dengan penuh kenikmatan. Dalam film, Anda akan melihat "metamorfosis" Murieta yang dungu dan gelagapan (tetapi karena itu Banderas terlihat lebih polos dan seksi) menjelma menjadi Zorro yang tegap, tampan, dan klimis (dan karena itu Banderas menjadi "seksi"). Dengan segala kerentaan Zorro tua, Anthony Hopkins--yang menjadi guru, mentor, dan pemberi "mahkota" kepada Zorro muda sang generasi penerus--apa boleh buat, menjadi sosok yang jauh lebih atraktif dan meyakinkan sebagai seorang pahlawan yang ahli main pedang dan mempesona.
Tetapi karena The Mask of Zorro adalah sebuah film dengan semangat menghibur dengan "H" besar, sikap kita--seperti juga menonton film-film Batman--adalah dengan sikap menikmati sebuah serial kepahlawanan yang digarap dengan baik secara teknis dan fotografi yang terpelihara. Selebihnya, ya itu tadi. Ada Anthony Hopkins yang mempesona dan Antonio Banderas yang berusaha keras untuk menjadi seksi.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo