Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Cerita Gadis Kelapa dari Pulau Seram

Perupa asal Jepang, Kei Imazu, meramu cerita rakyat dengan fakta sejarah kolonialisme di Indonesia.

17 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah pengunjung menikmati karya-karya Kei Imazu dalam pameran tunggal bertajuk Unearth di Roh Gallery, Jakarta, 13 Desember 2023. TEMPO/Indra Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perupa asal Jepang, Kei Imazu, menggelar pameran tunggal bertajuk Unearth di ROH Gallery, Jakarta.

  • Karya-karya Imazu mengisahkan cerita rakyat Hainuwele dari Pulau Seram.

  • Pendekatan sempurna unsur manusia dan segala material kehidupan.

Ruang pameran milik ROH Gallery, Menteng, Jakarta Pusat, tampak lebih redup, Rabu, 13 Desember lalu. Bukan karena senja berganti malam, melainkan lantaran pencahayaan ruangan sengaja dikurangi. Hal itu dilakukan demi pameran tunggal perupa asal Jepang, Kei Imazu, yang dihelat sejak 15 November lalu hingga 14 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pameran Imazu ini istimewa. Selain pencahayaan ruangan yang dikurangi, karpet berkelir merah muda terhampar di seluruh ruangan pameran. Bahkan pihak galeri seni mewajibkan pengunjung memakai kantong khusus berbahan kain untuk membalut alas kaki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lukisan kecil berukuran 48 x 68 sentimeter menjadi penyambut tamu. Lukisan cat minyak di atas kain cetak berlapis poliuretan itu menggambarkan sosok perempuan dengan pose merangkak sembari mengeluarkan feses. Sang perempuan dilukis dengan warna biru. Uniknya, terdapat siluet tiga pria dalam tubuh perempuan tersebut.

Sekilas, lukisan berjudul Girl's Waste itu tampak jorok. Namun karya tersebut sesuai dengan cerita awal yang dibangun dalam pameran tunggal Kei Imazu berjudul "Unearth". Ya, rangkaian karya Imazu kali ini mampu bercerita layaknya buku dongeng

Karya seni instalasi berjudul Femur of Homo erectus yang dipajang di Roh Gallery, Jakarta, 13 Desember 2023. Karya ini menjadi bagian dari pameran tunggal Kei Imazu bertajuk Unearth yang dihelat hingga 14 Januari 2024. TEMPO/Indra Wijaya

Imazu, yang kini menetap dan berkarya di Bandung, Jawa Barat, mengangkat cerita Hainuwele atau Gadis Kelapa, cerita rakyat dari Pulau Seram, Kepulauan Maluku. Hainuwele adalah gadis baik hati yang ditemukan warga bernama Ameta. 

Awalnya, Ameta menemukan bayi Hainuwele di bunga-bunga kelapa. Hanya dalam beberapa hari, bayi itu berubah menjadi perempuan dewasa dan dianggap sebagai anak oleh Ameta. 

Hainuwele menjadi berkah untuk keluarga Ameta. Ia punya kemampuan unik memunculkan beragam benda berharga, dari perhiasan, perabot porselen, hingga parang. Benda-benda itu muncul dari feses Hainuwele. 

Singkat cerita, kemampuan Hainuwele itu membuat takut warga lain. Mereka kemudian menjebak gadis muda itu ke sebuah pesta. Lantas warga mengubur Hainuwele hidup-hidup hingga tewas. Ameta kebingungan mencari keberadaan Hainuwele hingga akhirnya menemukan makam jahanam tersebut.

Dikisahkan bahwa Ameta menemukan jasad Hainuwele, kemudian memotong jasad perempuan itu dalam beberapa bagian. Ameta lalu mengubur bagian-bagian tubuh Hainuwele ke berbagai tempat mengelilingi Pulau Seram.

Ajaibnya, potongan tubuh itu berubah menjadi umbi-umbian yang menjadi makanan pokok Pulau Seram. Selanjutnya, dengan membawa potongan kedua lengan Hainuwele, Ameta mengutuk pelaku pembunuhan menjadi hewan seperti tikus.

Karya seni instalasi Kei Imazu berjudul Leg yang terbuat dari acrylonitrile butadine styrene, cat polyurethane, cat minyak, dan tanaman. TEMPO/Indra Wijaya

Semua peristiwa tersebut mampu diwujudkan dalam berbagai bentuk karya seni. Seperti karya berjudul Leg yang terbuat dari akrilonitril butadiena stirena, cat poliuretan, cat minyak, dan tanaman merambat hidup. Sekilas, karya seni ini berbentuk seperti potongan betis berkelir biru yang dibiarkan tergeletak di atas hamparan karpet merah muda. Otot betis terlihat pecah dan ditumbuhi tanaman merambat. 

Ada pula karya berjudul Heart yang dibuat dari bahan dan cat yang sama dengan Leg. Sesuai dengan judulnya, karya ini berbentuk mirip jantung manusia, lengkap dengan pembuluh darah yang menonjol. Jantung palsu itu dicat warna merah dan berlubang. Lubang pada jantung itu diisi dengan tanaman yang menyembulkan tiga batang daun.

Kaki dan jantung palsu tersebut diibaratkan potongan tubuh Hainuwele yang telah dipotong Ameta dan ditanam di berbagai wilayah di Pulau Seram. Potongan tubuh tersebut berubah menjadi umbi-umbian yang menjadi bahan pangan pokok warga. 

Karya Kei Imazu berjudul SATENE's Gate. TEMPO/Indra Wijaya

Selain itu, ada karya unik berjudul SATENE's Gate yang berbentuk seperti pagar teralis besi. Pagar tersebut seperti dirangkai membentuk sosok raksasa yang membawa sepasang lengan yang sudah terpotong. Sosok raksasa itu seperti dikelilingi tanaman merambat. Karya tersebut menggambarkan Ameta yang sedang mengutuk para pembunuh Hainuwele.

Lebih lanjut, di dalam area pagar SATENE's Gate, terdapat puluhan patung kecil yang terbuat dari besi teralis membentuk sosok manusia hingga tikus. Sosok ini menggambarkan para pembunuh Hainuwele yang dikutuk menjadi binatang. 

Ada pula karya berbentuk tulang-belulang berukuran besar, seperti tengkorak besar berjudul Skull of Homo floresiensis. Ada pula karya Femur of Homo erectus, potongan tulang paha raksasa yang dikaitkan di atas besi yang digantung. 

Karya berjudul Skull of Homo floresiensis buatan perupa Kei Imazu. TEMPO/Indra Wijaya

Perempuan 43 tahun itu juga memajang lukisan besar berukuran 350 x 800 cm yang diberi judul Hainuwele. Lukisan cat minyak di atas rami atau serat kulit pohon itu menggambarkan keindahan yang terdiri atas tulang-belulang, organ dalam tubuh, tunas kelapa, daun kelapa, umbi-umbian, dan tembikar. 

Menurut pendiri ROH Gallery, Jun Tirtadji, lukisan Hainuwele punya makna arkeologis yang tinggi. Lukisan tersebut layaknya gambaran jika melihat tanah Banda dari atas langit, kemudian menembus setiap lapisan tanahnya. "Maka akan terbayang unsur-unsur tersebut di dalamnya," kata Jun.

Menurut dia, karya-karya Kei Imazu kali ini sangat tepat menghubungkan manusia dan unsur bukan manusia, hingga kekerabatan antar-spesies dan jalinan material. Dorongan arkeologis yang tersemat dalam karya Imazu mencoba mempertahankan ulang hubungan manusia dengan beragam material yang ada pada kehidupan. 

Sebagai contoh, rangkaian lukisan Imazu yang dimensinya lebih kecil menampilkan gambar arsip yang ia kumpulkan dari museum koleksi dan domain publik. Arsip-arsip tersebut lantas diperkaya dengan rangkaian meditasi yang ia lakukan. 

Sementara itu, kurator seni asal Manila, Filipina, Carlos Quijon Jr., mengatakan karya Imazu secara umum menceritakan sejarah kolonialisme di Indonesia. Khususnya tentang eksplorasi minyak bumi di Blok Bula, Pulau Seram, pada 1895 oleh penjajah Belanda dan dilanjutkan Jepang. Blok Bula berada di lempengan tektonik Busur Banda yang memiliki potensi sumber daya minyak dan gas alam berlimpah. 

Selain menampilkan fakta tersebut, Imazu mencampurkan cerita rakyat Pulau Seram yang punya filosofi mendalam. Menurut Carlos, Imazu mampu membangun lanskap mitos dan sejarah yang berlapis-lapis. "Menjadi sebuah metode yang merangkai karya dan material beragam," ujar Carlos dalam esainya.

Sejarawan asal Filipina itu juga memuji pendekatan yang dilakukan Imazu dalam menciptakan rangkaian karya pameran tunggalnya bertajuk "Unearth" kali ini. Imazu memakai kerangka geohistoris yang merujuk pada kehidupannya sebagai perupa asal Jepang yang memilih berkarya dan mendalami kehidupan di Indonesia. 

"Perupa memang berharap menumbuhkan hubungan yang lebih kritis terhadap asal-usulnya, yakni Jepang, dan kehidupannya saat ini di Bandung."

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus