Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Berladang di tengah gelandangan

Yayasan kampus diakonia modern (kdm) mengadakan acara natal bersama gelandangan di istora senayan. mulai tahun 1972 kdm membuat tempat penampungan gelandangan. anak asuhnya kini 18 orang. (ag)

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK ke-13 kalinya, para gelandangan digiring masuk Istana Olah Raga Senayan, 30 Desember lalu. Yayasan Kampus Diakonia Modern (KDM) sebetulnya mentargetkan 5.000 orang hadir pada acara Natal gelandallgan tersebut. Tapi 1.000 orang yang datang itu cukuplah buat memeriahkan suasana. Sebagai pembuka acara, sebuah drumband tampil dengan aksi yang meyakinkan. Dan Pendeta Eka Darmaputera menyambut mereka dengan pesan Natal. Kemudian dimainkan drama kelahiran Yesus. Tetapi bagi 1.000 orang tamu yang sebelum masuk sudah dibagi kartu-kartu itu - yang bisa mereka tukar dengan sebungkus kue dan sebotol limun yang paling rnemikat tampaknya adalah acara pembagian paket. 4.160 buah paket sudah disediakan untuk mereka ini. Yang menarik ialah bahwa rebut-rebutan tak mudah dihindarkan. Ada yang menyerobot sampai mendapat 3 paket, misalnya - dan paket-paket itu berisi rok atau blus atau lainnya. Menurut Lumy S. Th, Ketua KDM dan lulusan Sekolah Tinggi Theologia, biasanya ada semacam kesukaran untuk bisa beramah-ramah dengan kaum gelandangan. "Ada semacam tembok yang membatasi". Tetapi dengan pendekatan yang bersahabat semacam itulah bisa dicapai manfaat. Bagi Lumy sendiri, cara seperti yang digunakan Pemerintah DKI Jakarta terhadap gelandangan dianggapnya sebagai 'tekanan'. "Merupakan tekanan-tekanan polisionil seperti di zaman kolonial", katanya. Menurut dia cara tersebut tidak efektif: hanya akan menebabkan mereka berpindah-pindah. Berapa Jumlah Gelandangan? Sudah sejak 1963 Lumy dan kawan-kawan merintis pesta Natal bersama gelandangan. Sudah punya niat membuat tempat penampungan. Tapi niat tersebut baru kesampaian di awal 1972. ketika Yayasan KDM didirikannya dan Djakarta Community Church (DCC) memberi dana Rp 120.000 setahun. Lumy mampu mengontrak sebuah rumah, di mana beberapa anak gelandangan dirawat dengan amat sederhana. Bekas peti dijadikan dipan tempat tidur. Begitu juga kamar mandi. Sedang buat makan mereka cari sendiri. Tak sedikit pula yang kabur. "Proses peralihan dari hidup liar ke hidup tertib memang sulit", tutur Lumy. Menurut Lumy bagaimana pun ikatan keluarga lebih membuat betah anak-anak yang ditampung KDM ketimbang kebutuhan materi yang cukup. Tapi dengan bantuan yang didapat dari Lembaga Pelayanan Kristen Indonesia (Lepki) sejak 1972 (Rp 100.000 sebulan), DCC (Rp 1 juta setahun), Gereja Kebayoran (Rp 20 ribu) dan perorangan, KDM mampu mencukupi kebutuhan makan, tidur dan biaya sekolah anak-anak tersebut. 10 anak di antaranya sudah duduk di kelas II SMP PSKD Slamet Riyadi dan 8 orang di SD Kristen PSKD Prapatan. Cobalah dengar pernyataan Masduki, 14 tahun, asal Indramayu. Anak yang menggelandang bersama ibunya ini masuk KDM tahun 1973, dan sekarang punya cita-cita jadi pendeta atau dokter. Tapi lebih suka jadi pendeta. "Pendeta bisa berbakti memberi penerangan pada orang-orang. Yah, pendeta melarat tapi kalau mati kan masuk surga?", tuturnya kepada reporter Eddy Herwanto. Ketika masih menggelandang di Tanjung Priok Masduki mengaku belum mengenal agama. Kini ia rajin ke gereja dan duduk di kelas 1 SMP PSKD Slamet Riyadi. Sedikit berbeda dengan Masduki Nurdin mengaku sebelum masuk KDM memeluk agama Islam. Dijumpai anggota Panitia Natal di kakilima Senen, 1973 Nurdin ikut natal KDM. Setelah itu resmi dicatat sebagai warga KDM dan kini rajin pula ke gereja. Nurdin, 17 tahun, yang mengaku tak ingat lagi dari mana berasal tapi dilahirkan di keluarga miskin, kini duduk di kelas II PSKD Slamet Riyadi. Mana lebih enak di KDM atau di luar? "Di KDM makan memang kurang. Tapi di luar, hidup tak teratur", katanya. Itulah sebagian dari 18 anak gelandangan yang diasuh Yayasan Diakonia Kampus Modern. Omong-omong, berapakah jumlah seluruh gelandangan di Jakarta? Konon kira-kira 100.000 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus