UJUNG jari Avip Priatna selalu menyihir telinga dunia. Konduktor Sunda pemimpin Paduan Suara Universitas Katolik Parahyangan dan Batavia Madrigal Singer itu memang memiliki ”kesaktian”: setiap gerakan sepuluh jarinya yang memberikan arah musik akan menghasilkan sekalung medali penghargaan internasional.
Bahwa Batavia Madrigal Singer berhasil meraih gelar juara pertama vokal bebas dan juara ketiga vokal ansambel dalam kompetisi paduan suara bertajuk Concours International Florige Vocal de Tours yang berlangsung di Paris pada Juni 2001, tentu tongkat itu beserta pemegangnyalah yang membuat mereka bisa melalui kompetisi yang luar biasa ketat tersebut. Pada tahun itu pula Batavia memperoleh penghargaan dari Menteri Kebudayaan Prancis berupa The Best Interpretation in French Composition.
Avip belajar main piano sejak berumur 10 tahun di rumahnya di Bogor. Ketika menjadi mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Avip bergabung dengan Paduan Suara Parahyangan. Syahdan, Aidan Sweenson-lah yang mengucurkan ilmu konduktor kepadanya. Semula, ia terpilih sebagai konduktor terbaik dalam lomba paduan suara tingkat nasional yang diselenggarakan Institut Teknologi Bandung. Reputasi internasionalnya yang pertama adalah ketika Paduan Suara Universitas Katolik Parahyangan yang ia pimpin menang di International Choir Festival di Amhein, Belanda, pada 1995. Sukses ini diikuti dua tahun kemudian, ketika Paduan Suara Parahyangan meraih tempat ketiga kategori folklore di International Polyphony Music Competition di Arezzo, Italia.
Avip melanjutkan pendidikan musik di Hochschule fur Musik und Darstlende Kunst di Wina, Austria, dengan beasiswa dari pemerintah Austria dan Universitas Katolik Parahyangan. Pada 1998, ia meraih magister diploma for choir. Selama di Wina, ia dipercaya menjadi asisten konduktor Vienna Jeunesse Choir. Sederet prestasi diukirnya begitu ia kembali. Paduan Suara Universitas Katolik Parahyangan, yang bermoto ”We are more than just a choir”, menyabet medali emas dalam Olimpiade Paduan Suara di Hungaria pada tahun 2000 untuk kategori musica sacra.
Setiap tahun Paduan Suara Parahyangan melakukan konser rutin. Di bawah asuhannya, kelompok ini menjelajahi musica sacra, barok, klasik abad ke-20, sampai Asian folksong. Untuk musik kontemporer, Avip kini juga mulai bekerja sama dengan komposer Tony Prabowo. Hasilnya, ia menambah deretan medali. Meditation on Lu-Xun II karya Tony Prabowo yang dibawakan Paduan Suara Parahyangan menyabet penghargaan emas di Olimpiade Koor di Linz, Austria, Juni 2000.
Avip aktif memotori berbagai kegiatan yang menyosialisasi paduan suara dan musik klasik ke masyarakat yang lebih luas. Ia memimpin Parahyangan Chamber Orchestra memainkan karya klasik Handel dan Mozart secara gratis untuk anak-anak. Anak-anak itu juga diperkenalkan dengan tata cara menonton musik klasik, riwayat hidup komposer, serta beragam jenis alat musik beserta bunyinya. Ia bahkan sering memimpin paduan suara di gereja meski ia seorang muslim. Di Gereja Pandu Bandung, ia menjadi konduktor kelompok paduan suara Cantabile Choir, yang membawakan lagu-lagu misa komposisi Claudio Monteverdi. Tanpa gembar-gembor, Avip adalah sosok yang melaksanakan toleransi beragama. Untuk dia, sepuluh jarinya diperuntukkan bagi mereka yang percaya kepada sinar musik; tanpa memandang warna kulit atau kepercayaan.
Seno Joko Suyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini