DOKTER SITI PERTIWI, KEMBALI KE DESA
Sutradara: Ami Prijono
Skenario: Pvtu Wijaya, Asrul Sani dan N. Riantiarno
Pemain: Christine Hakim, Joice Erna, El Manik, Maruli Sitompul
dan Ikranegara.
Dokter itu akhirnya meninggalkan Desa Menggala, Lampung. Kepada
sahabatnya, Adam dan Kustiyah, ia berjanji suatu saat kelak
kembali ke desa tersebut. Lalu serombongan anak sekolah, dalam
gaya penampilan sandiwara anak-anak Kak Nana, bernyanyi dengan
nada suram. Dan perahu motor yang ditumpangi Siti Pertiwi
bergerak menyusur sungai.
Siti Pertiwi (Christine Hakim) yang kembali ke Jakarta telah
menyelesaikan kewajibannya sebagai dokter Inpres di Lampung.
Tidak jelas mengapa judul film itu Dokter Siti Pertiwi, Kembali
Ke Desa. Sebab bukankah bagian tersebut belum berlanjut?
Ami Prijono (sutradara) dan N. Riantiarno (penulis skenario
akhir) memang tak hndak menceritakan semangat partisan seorang
dokter wanita di pedesaan. Pengaruh sponsor film, antara lain
dari KNPI, tak nampak dalam cerita-kecuali agaknya dalam judul.
Pertiwi dalam cerita tersebut mewakili suatu kelompok masyarakat
maju (intelektual). Sedang Atuk Raja (Maruli Sitompul) dukun
Desa Menggala yang semula menentang, praktek kedokteran hadir
sebagai wakil kelompok masyarakat terbelakang.
Demikian hitam putih tokoh-tokoh tadi diletakkan, hingga terjadi
konflik terbuka yang merenggut nyawa. Di Menggala itu, Pertiwi
menghadapi teror Atuk Raja dan para muridnya. Daying Madani
(Ikranegara), murid tertua Atuk, menaruh dendam setinggi langit
pada Pertiwi setelah pinangannya ditolak. Namun Pertiwi tidak
sendirian. .da Adam (El Manik), tokoh muda dan sudah lama
tinggal di Menggala.
Naif
Tapi di kubu masyarakat terbelakang rupanya terjadi polarisasi.
Atuk Raja mulai insyaf. Ia geram melihat perangai Daying Madani
yang meracuni sumur penduduk. Ia lalu melakukan politik peredaan
ketegangan dengan Pertiwi. Bahkan Atuk Raja menggalang hubungan
bilateral dengan sang dokter. Ia berusaha membantu pengobatan
penduduk yang kena sakit muntah berak.
Tentu saja Daying marah. Berkomplot dengan beberapa temannya, ia
membunuh Atuk Raja, sang guru. Tapi Daying dan kelompoknya
akhirnya ditangkap penduuk desa.
Dalam Dokter Siti Pertiwi, Ami tampak lebih maju ketimbang
dalam filmnya yang terdahului. Jakarta-Jakarta. Caranya
bertutur lebih tangkas. Dalam editing, ia tidak segan memotong.
Tapi dalam meletakkan sikap, Ami bertindak terlampau jauh. Atuk
Raja dan kelompoknya, serta manusia Kustiyah (Joice Erna),
diperoloknya demikian rupa.
Umpamanya, ketika Pertiwi bertamu ke rumah Kustiyah, istri muda
Abah (Budi SR), anak buah Atuk. Perabot rumah Kus, seperti juga
pemiliknya, tampil dengan naif. Di rumah tak berlistrik itu ada
televisi berwarna. Lalu di sebuah sudut ada pesawat telepon yang
kabelnya tak bersambung.
Olok-olok sutradara memang pedas. Tapi benarkah Kus, Daying, dan
Atuk Raja, adalah kelompok masa silam? Rasanya mereka masih
berada di antara kita.
Eddy Herwanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini