Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ketika orang desa menentang

Sutradara: ami prijono skenario: putu wijaya, asrul sani, dan n. riantiarno pemain: christine hakim, joice erna, el manik, dll. resensi oleh: eddy herwanto. (fl)

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOKTER SITI PERTIWI, KEMBALI KE DESA Sutradara: Ami Prijono Skenario: Pvtu Wijaya, Asrul Sani dan N. Riantiarno Pemain: Christine Hakim, Joice Erna, El Manik, Maruli Sitompul dan Ikranegara. Dokter itu akhirnya meninggalkan Desa Menggala, Lampung. Kepada sahabatnya, Adam dan Kustiyah, ia berjanji suatu saat kelak kembali ke desa tersebut. Lalu serombongan anak sekolah, dalam gaya penampilan sandiwara anak-anak Kak Nana, bernyanyi dengan nada suram. Dan perahu motor yang ditumpangi Siti Pertiwi bergerak menyusur sungai. Siti Pertiwi (Christine Hakim) yang kembali ke Jakarta telah menyelesaikan kewajibannya sebagai dokter Inpres di Lampung. Tidak jelas mengapa judul film itu Dokter Siti Pertiwi, Kembali Ke Desa. Sebab bukankah bagian tersebut belum berlanjut? Ami Prijono (sutradara) dan N. Riantiarno (penulis skenario akhir) memang tak hndak menceritakan semangat partisan seorang dokter wanita di pedesaan. Pengaruh sponsor film, antara lain dari KNPI, tak nampak dalam cerita-kecuali agaknya dalam judul. Pertiwi dalam cerita tersebut mewakili suatu kelompok masyarakat maju (intelektual). Sedang Atuk Raja (Maruli Sitompul) dukun Desa Menggala yang semula menentang, praktek kedokteran hadir sebagai wakil kelompok masyarakat terbelakang. Demikian hitam putih tokoh-tokoh tadi diletakkan, hingga terjadi konflik terbuka yang merenggut nyawa. Di Menggala itu, Pertiwi menghadapi teror Atuk Raja dan para muridnya. Daying Madani (Ikranegara), murid tertua Atuk, menaruh dendam setinggi langit pada Pertiwi setelah pinangannya ditolak. Namun Pertiwi tidak sendirian. .da Adam (El Manik), tokoh muda dan sudah lama tinggal di Menggala. Naif Tapi di kubu masyarakat terbelakang rupanya terjadi polarisasi. Atuk Raja mulai insyaf. Ia geram melihat perangai Daying Madani yang meracuni sumur penduduk. Ia lalu melakukan politik peredaan ketegangan dengan Pertiwi. Bahkan Atuk Raja menggalang hubungan bilateral dengan sang dokter. Ia berusaha membantu pengobatan penduduk yang kena sakit muntah berak. Tentu saja Daying marah. Berkomplot dengan beberapa temannya, ia membunuh Atuk Raja, sang guru. Tapi Daying dan kelompoknya akhirnya ditangkap penduuk desa. Dalam Dokter Siti Pertiwi, Ami tampak lebih maju ketimbang dalam filmnya yang terdahului. Jakarta-Jakarta. Caranya bertutur lebih tangkas. Dalam editing, ia tidak segan memotong. Tapi dalam meletakkan sikap, Ami bertindak terlampau jauh. Atuk Raja dan kelompoknya, serta manusia Kustiyah (Joice Erna), diperoloknya demikian rupa. Umpamanya, ketika Pertiwi bertamu ke rumah Kustiyah, istri muda Abah (Budi SR), anak buah Atuk. Perabot rumah Kus, seperti juga pemiliknya, tampil dengan naif. Di rumah tak berlistrik itu ada televisi berwarna. Lalu di sebuah sudut ada pesawat telepon yang kabelnya tak bersambung. Olok-olok sutradara memang pedas. Tapi benarkah Kus, Daying, dan Atuk Raja, adalah kelompok masa silam? Rasanya mereka masih berada di antara kita. Eddy Herwanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus